Kopi Kamis Siang
(Sebuah Deskripsi-konstruktif tentang Demonstrasi Mahasiswa)
Hari ini, Kamis 22 Agustus 2024 para mahasiswa dan buruh serta masyarakat melakukan demonstrasi di sejumlah kota di seluruh tanah air, menolak perilaku anggota DPR yang menolak revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR dan mendukung keputusan MK. Bahkan di Gedur DPR PUSAT di Jakarta, demo masih berlangsung hingga malam ini meski sebagian sudah mulai diusir/dihalau oleh polisi (bandingan:https://news.detik.com/berita/d-7503765/api-menyala-di-depan-gedung-dpr-malam-ini-pagar-jebol-diterobos-massa)
Untuk menggambarkan suasana demo itu, tadi siang saat di ruang kelas sembari menunggu siswa selesai istirahat kedua, saya menulis puisi dan ulasan di bawah ini.Â
Di bawah terik matahari, para mahasiswa berbaris,
Dengan semangat yang membara, menuntut keadilan,
Di jalanan yang terik, suara mereka menggelegar,
Menuntut kepastian dari para penguasa dan parlemen.
Rakyat yang muak, menatap dari balik jendela,
Menyaksikan pemerkosaan konstitusi yang terus berlanjut,
Ketika kebijakan ditukar dengan kepentingan pribadi,
Teguh berdiri di jalan, mereka berjuang melawan kezaliman.
Di sela-sela hiruk-pikuk, secangkir kopi Kamis siang,
Menjadi saksi bisu dari perjuangan yang tak kunjung usai,
Sementara harapan untuk perubahan terus membara,
Di setiap tegukan, semangat untuk keadilan tak akan padam.
Melalui puisi sederhana berjudul "Kopi Kamis Siang" di atas, penulis hendak "memberikan gambaran" (bukan sebagai pelaku di lapangan tetapi pengamat amatiran) tentang gerakan mahasiswa yang bangkit kembali dalam memperjuangkan keadilan di tengah kezaliman yang dirasakan dari penguasa dan parlemen. Aksi turun ke jalan ini mencerminkan semangat juang yang tak padam, didorong oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap menyimpang dari konstitusi. Narasi ini mengajak kita untuk merenungkan kondisi sosial-politik saat ini, di mana suara-suara yang lama terpendam kini bangkit menuntut perubahan yang lebih baik, terutama atas ulah anggota perlemen yang ambigu terhadap hasil keputusan MK sebelum pemilu dan pasca pemilu (untuk kepentingan pilkada 2024).
Kita mencoba membacanya dari beberapa sudut pandang atau perspektif tentang makna perjuangan atau demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.
Dari sudut pandang psikologi, gerakan mahasiswa yang digambarkan dalam puisi ini merupakan ekspresi dari kebutuhan mendasar manusia untuk menegakkan keadilan dan mengatasi ketidakberdayaan. Psikolog sosial seperti Dr. Erich Fromm menjelaskan bahwa protes adalah cara individu dan kelompok mengekspresikan dorongan untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan martabat manusia. Rasa frustrasi dan amarah yang ditunjukkan dalam puisi mencerminkan respons alami terhadap situasi ketika rasa ketidakadilan mencapai puncaknya, memicu kebutuhan untuk bertindak secara kolektif.