Ia mengernyitkan dahi, mencoba memastikan apa yang dilihatnya. Bayangan itu tinggi, tubuhnya kurus, hampir tak berbentuk. Domi merasa dadanya berdegup kencang, tetapi rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Ia melangkah keluar, berjalan perlahan mendekati pohon besar itu.
Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, seolah-olah udara di sekitarnya menebal, menekan setiap inci tubuhnya. Bayangan itu tidak bergerak, hanya berdiri diam. Ketika Domi semakin dekat, ia bisa melihat lebih jelas---bayangan itu menyerupai seorang manusia, namun ada yang tidak wajar. Tubuhnya seolah terbungkus dalam kain yang compang-camping, wajahnya samar, hanya terlihat sepasang mata kosong yang menatap lurus ke arah Domi.
Domi merasakan bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu yang jahat dalam sosok itu, sesuatu yang bukan berasal dari dunia ini. Ia ingin berbalik dan lari, tetapi kakinya terasa terpaku di tempat. Suara-suara aneh mulai terdengar dari segala penjuru, bisikan-bisikan yang tidak bisa dimengerti, seakan angin malam membawa suara-suara dari masa lalu yang penuh penderitaan.
"Kenapa kau datang ke sini?" suara itu akhirnya terdengar, berat dan serak, seolah berasal dari dalam tanah. Suara itu tidak keluar dari mulut bayangan itu, tetapi terdengar di dalam kepala Domi, memaksa dirinya untuk mendengarnya.
Domi membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar. Ia tidak tahu bagaimana menjawab, rasa takutnya mengunci semua kata yang ingin ia ucapkan.
"Kami... masih di sini... menunggu kemerdekaan yang sebenarnya..." suara itu melanjutkan, dan tiba-tiba bayangan itu bergerak, mendekat dengan kecepatan yang tidak wajar, melesat seperti angin ke arah Domi.
Domi menjerit dan berbalik lari, sekuat tenaga menuju rumahnya. Kakinya terasa berat, seolah-olah tanah di bawahnya mencoba menariknya kembali. Namun, ketakutannya memberinya kekuatan untuk terus berlari. Ia bisa merasakan kehadiran bayangan itu tepat di belakangnya, udara di sekitarnya semakin dingin, napasnya terengah-engah.
Sesampainya di depan rumah, Domi menutup pintu dengan keras dan menguncinya. Ia tersandar di pintu, terengah-engah, mendengarkan dengan cemas. Di luar, suara ketukan kembali terdengar, kali ini lebih keras dan berirama, seolah-olah bayangan itu tidak akan berhenti sampai Domi membukanya kembali.
Namun, Domi tidak mau membuka pintu. Ia tahu, sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika ia melakukannya. Matanya mulai menatap sekeliling, mencari sesuatu untuk bertahan. Saat itulah ia melihat cermin tua di sudut ruangan, yang memantulkan bayangan dirinya yang penuh ketakutan.
Tiba-tiba, cermin itu mulai bergetar. Gambar dirinya di cermin berubah, perlahan, menjadi sesuatu yang lain---sosok bayangan yang ia lihat di bawah pohon besar tadi. Mata kosong itu kembali menatapnya, dari dalam cermin, seakan ingin merasuki dirinya.