Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Detik-detik Proklamasi

16 Agustus 2024   13:21 Diperbarui: 16 Agustus 2024   13:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Sukarni berkobar. "Kami siap, Bung Karno! Apa pun yang terjadi, kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan!"

Soekarno tersenyum tipis. "Sukarni, keberanianmu mengingatkan saya pada semangat para pejuang yang telah gugur. Semangat yang tidak akan pernah padam, meski raga mereka telah kembali ke tanah. Jika memang ini kehendak Tuhan, maka kita tidak boleh lagi ragu."

Tiba-tiba, seorang pemuda lain masuk ke dalam ruangan. Dia tampak cemas, tetapi ada keyakinan di matanya. "Bung Karno, kami tidak bisa lagi menunggu. Kami telah membawa Bung ke sini agar kita bisa segera memproklamasikan kemerdekaan. Jangan biarkan harapan ini padam!"

Soekarno memandang pemuda itu dengan penuh pengertian. "Baiklah, jika memang ini kehendak rakyat dan kehendak Tuhan, kita akan melakukannya. Tapi ingat, ini bukan hanya soal kita yang memproklamasikan, ini tentang kita yang harus mempertahankan apa yang kita proklamasikan."

Hatta mengangguk setuju. "Kita harus memastikan bahwa apa yang kita lakukan ini adalah yang terbaik untuk bangsa. Dan jika kita sudah yakin, maka kita tidak akan mundur. Kita akan maju dengan doa dan keyakinan bahwa Tuhan akan memberkati perjuangan ini."

Sukarni menatap Soekarno dengan mata penuh harap. "Terima kasih, Bung Karno. Kami akan mendukung Bung sampai akhir."

Soekarno tersenyum penuh kebanggaan pada pemuda-pemuda di hadapannya. "Baiklah, mari kita lakukan ini bersama-sama. Kita akan memproklamasikan kemerdekaan bangsa kita, dan kita akan siap menghadapi apa pun yang akan terjadi setelahnya."

(sejarah-peristiwa-rengasdengklok-jelang-kemerdekaan-ri-1945-soekarno-marah-golongan-muda, dokumen: manado.tribunnews.com)
(sejarah-peristiwa-rengasdengklok-jelang-kemerdekaan-ri-1945-soekarno-marah-golongan-muda, dokumen: manado.tribunnews.com)

***

Malam itu, di sebuah rumah sederhana di Jalan Pegangsaan Timur 56, sejarah mulai dituliskan. Di luar, malam semakin sunyi, tetapi di dalam rumah, suasana tegang, penuh harapan dan doa, bercampur menjadi satu. Soekarno dan Hatta mempersiapkan teks proklamasi dengan hati-hati, menuliskan kata-kata yang akan menjadi titik balik dalam sejarah bangsa.

Ketika teks selesai ditulis, Soekarno berdiri di hadapan para pemuda yang telah mengelilinginya. Mereka semua tampak siap, mata mereka penuh dengan harapan dan keberanian. "Esok pagi, kita akan mengumumkan kemerdekaan kita. Dan ingat, ini bukan hanya soal kata-kata, ini tentang tanggung jawab besar yang harus kita pikul bersama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun