Forgive but Not Forget Menurut Ajaran Katolik (Refleksi Pribadi)Â
Konsep "forgive but not forget" (memaafkan tetapi tidak melupakan) sering kali menimbulkan kebingungan dan perdebatan, terutama dalam konteks ajaran Kristiani. Bagaimana kita bisa memaafkan seseorang sambil masih mengingat kesalahan yang telah dilakukan? Apakah ini bertentangan dengan ajaran Yesus tentang pengampunan?Â
Dalam artikel ini, secara pribadi saya mengajak kita untuk menjelajahi perspektif Gereja Katolik, mengenai pengampunan dan ingatan, dengan merujuk pada Kitab Suci, dokumen gereja, dan ensiklik paus. Ini hanya sebuah refleksi dari seorang umat beriman (yang kebetulan pernah belajar filsafat dan teologi) sehingga bukan menjadi sebuah ajaran resmi gereja.
Pengampunan dalam Ajaran Kristiani
Pengampunan adalah inti dari ajaran Kristiani. Yesus sendiri mengajarkan pentingnya memaafkan melalui banyak perumpamaan dan pengajaran. Dalam Injil Matius 18:21-22, Yesus menjawab Petrus yang bertanya seberapa sering ia harus memaafkan orang yang bersalah kepadanya: "Jawab Yesus: 'Aku berkata kepadamu, bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.'"
Ini menunjukkan bahwa pengampunan bukanlah soal angka matematis berapa kali diberikan kepada seseorang melainkan sebuah tindakan cinta kasih yang harus diberikan tanpa batas. Karena Allah sendiri adalah Bapa yang Maharahim yang telah mencintai kita manusia secara tak terbatas. Yesus juga mengajarkan doa Bapa Kami, yang mencakup permohonan agar Tuhan mengampuni dosa kita sebagaimana kita juga mengampuni orang yang bersalah kepada kita (Mat 6:12).
Bagaimana Mengatasi Kontradiksi (Pengampunan dan Ingatan)
Ketika berbicara tentang "maaf tapi tidak lupa," kita harus memahami bahwa pengampunan tidak selalu berarti menghapus ingatan dari kesalahan atau luka yang telah terjadi. Dalam Kitab Suci, kita sering kali menemukan bahwa Tuhan juga memanggil kita untuk melupakan dosa kita dalam arti bahwa dosa-dosa kita dihapus dari rekaman-Nya (Yesaya 43:25):Â "Aku, Akulah Dia yang menghapus segala pelanggaranmu karena Aku sendiri dan Aku tidak akan mengingat dosamu."
Namun, ini bukan berarti bahwa ingatan kita sebagai manusia sepenuhnya menghilang. Ingatan tentang kesalahan atau luka masih bisa ada sebagai bagian dari pengalaman hidup kita, dan pengampunan melibatkan cara kita mengatasi dan menanggapi ingatan tersebut.
Pengampunan Menurut Paus Fransiskus
Dalam dokumen gereja dan Ensiklik Paus, kita menemukan panduan tentang bagaimana pengampunan harus dijalani dalam praktik sehari-hari. Paus Fransiskus, dalam ensiklik "Fratelli Tutti", menekankan pentingnya membangun jembatan rekonsiliasi dan mengatasi luka dengan kasih. Beliau menulis: