NYCTOPHOBIA*
Setiap kali matahari mulai menukik turun dan langit berubah menjadi oranye yang meneduhkan, Denis merasakan jantungnya berdegup kencang. Bukan perasaan tenang yang ia rasakan, melainkan kecemasan yang menggerogoti, keringat akan membasahi dahinya, telapak tangannya akan basah dan terasa dingin. Sudah belasan tahun berlalu sejak sore kelabu itu, tetapi ingatan akan kehilangan ibunya terus membayangi hidupnya.
Denis tinggal sendirian di rumah sederhana peninggalan orang tuanya. Rumah itu terasa begitu sepi saat senja datang. Bayang-bayang panjang dari pohon di halaman tampak seperti lengan-lengan gelap yang siap menariknya ke dalam kegelapan yang menakutkan. Setiap kali senja, Denis merasa seperti kembali ke masa lalu, ketika ia duduk di teras bersama ibunya yang tiba-tiba terjatuh tanpa suara, meninggalkannya dalam keheningan yang menusuk kalbu.
Denis sudah berusaha berbagai cara untuk mengatasi ketakutannya. Ia mencoba terapi, membaca buku-buku self-help, dan bahkan mengikuti kelas meditasi. Namun, bayangan masa lalu itu tetap mengikutinya seperti bayangan yang tidak dapat ia hilangkan. Setiap senja, ia merasa seolah-olah seseorang dari keluarganya akan pergi meninggalkannya, persis seperti ibunya dulu.
Suatu hari, Denis memutuskan untuk berkunjung ke rumah sahabatnya, Anya, yang tinggal di pinggiran kota. Anya adalah satu-satunya orang yang tahu tentang ketakutan Denis yang paling dalam. Anya selalu mendukungnya dan memberikan kekuatan saat Denis merasa tidak mampu. Di rumah Anya, Denis merasa lebih tenang. Lingkungan yang berbeda dan suara tawa dari keluarga Anya memberikannya rasa aman yang jarang ia rasakan di rumah.
"Denis, aku tahu betapa sulitnya ini bagimu," kata Anya suatu sore ketika mereka duduk di halaman belakang rumahnya. "Tapi kamu tidak sendirian. Aku di sini untukmu."
Denis menatap Anya dengan mata yang berkaca-kaca. "Terima kasih, Anya. Aku tahu aku harus bisa menghadapi ini, tapi setiap kali senja datang, aku tidak bisa mengendalikannya."
Anya meraih tangan Denis dan menggenggamnya erat. "Kita bisa mencoba sesuatu yang berbeda. Bagaimana kalau kita menghadapi senja bersama? Kita bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan setiap kali senja datang. Mungkin dengan begitu, kamu bisa mengubah persepsimu tentang senja."
Denis terdiam sejenak. Ide itu terdengar masuk akal. Mungkin dengan menciptakan kenangan baru yang menyenangkan, ia bisa perlahan-lahan menghapus trauma masa lalu.
Keesokan harinya, mereka memutuskan untuk pergi ke taman kota saat senja tiba. Mereka membawa makanan ringan dan selimut untuk piknik kecil. Di sana, Denis dan Anya menikmati suasana sore sambil mendengarkan musik dari ponsel Anya. Mereka tertawa, bercerita, dan menghabiskan waktu bersama hingga langit berubah menjadi gelap.
Meski ada momen-momen Denis merasa cemas, Anya selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan dan meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja. Setiap hari, mereka mencoba hal-hal baru saat senja tiba. Terkadang mereka menonton film, bermain board game, atau sekadar berjalan-jalan di sekitar lingkungan Anya.
Perlahan namun pasti, Denis mulai merasakan perubahan. Senja tidak lagi terasa menakutkan baginya. Meski bayangan masa lalu tidak sepenuhnya hilang, Denis mulai belajar untuk menerima bahwa kehilangan adalah bagian dari hidup. Ia menyadari bahwa ibunya tidak benar-benar pergi, tetapi selalu ada dalam kenangan dan hati yang ia bawa setiap hari.
Suatu malam, saat mereka duduk di teras rumah Anya, Denis berbicara pelan, "Aku merasa lebih baik sekarang. Mungkin senja tidak akan pernah menjadi waktu yang sepenuhnya nyaman untukku, tapi aku belajar untuk tidak takut menghadapinya."
Anya tersenyum dan memeluk Denis. "Aku bangga padamu, Denis. Kau sudah melangkah jauh. Ingatlah, tidak apa-apa merasa takut. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya."
Dengan dukungan Anya dan usahanya yang tak kenal lelah, Denis akhirnya mampu mengatasi ketakutannya. Setiap senja, ia mengingat ibunya bukan dengan kesedihan, tetapi dengan cinta yang tulus. Denis tahu bahwa hidup adalah tentang menerima kehilangan dan merangkul kenangan yang ada.
Kini, Denis bisa menatap langit senja dengan perasaan damai, menyadari bahwa ia tidak sendiri, dan bahwa ia selalu punya kekuatan untuk mengatasi ketakutannya. Senja yang dulu terasa menakutkan, kini menjadi pengingat akan cinta dan kekuatan yang ia miliki di dalam dirinya. Ia bisa mengingat ibunya dengan tenang dalam rindu dan doa, tanpa merasa cemas lagi. Ia sudah berdamai dengan kehilangan dan kegelapan.
*NB: Nyctophobia berasal dari kata Yunani "nyx" yang berarti malam, dan "phobos" yang berarti ketakutan. Nyctophobia artinya: ketakutan akan malam (kegelapan)
