Menjangkau Keluarga di Era Digital
Â
Pater JB Berthier, pendiri Kongregasi Keluarga Kudus, memiliki visi yang luar biasa dalam memaknai misi ke luar. Keprihatinan mendasar Pater JB Berthier adalah terhadap mereka yang merasa terasing dan jauh dari cinta serta perhatian, baik secara fisik maupun emosional. Dalam pandangannya, banyak orang di dunia ini yang tidak mendapatkan dukungan emosional, cinta, dan perhatian yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan dengan penuh makna. Keprihatinan ini timbul dari keyakinan bahwa setiap individu berhak merasakan kasih sayang dan dukungan dari sesamanya, terutama dalam lingkungan terdekat seperti keluarga dan komunitas.
Pater JB Berthier menyadari bahwa meskipun seseorang bisa berada dekat secara fisik, mereka tetap bisa merasa terisolasi dan diabaikan jika tidak ada hubungan yang kuat dan penuh kasih. Ini membuatnya menekankan pentingnya misi untuk menjangkau mereka yang jauh secara psikologis, bukan hanya yang terisolasi secara geografis. Ia percaya bahwa misi ini penting untuk membawa harapan, cinta, dan perhatian kepada mereka yang merasa terpinggirkan dan dilupakan, serta membantu mereka menemukan tempat dan tujuan dalam komunitas mereka.
Dengan mendirikan Kongregasi Keluarga Kudus (MSF), Pater JB Berthier bertujuan untuk menginspirasi para anggotanya untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam menjangkau dan mendukung mereka yang membutuhkan, baik dalam konteks keluarga maupun masyarakat yang lebih luas.
Dia tidak hanya fokus pada mereka yang jauh secara geografis, tetapi juga mereka yang merasa terasing secara psikologis, yang seringkali justru berada di sekitar kita, termasuk dalam keluarga sendiri. Di era digital ini, "mereka yang jauh" bisa jadi adalah anggota keluarga yang secara fisik dekat, namun emosionalnya jauh karena kurangnya cinta dan perhatian.
Fenomena ini semakin terlihat dengan kehadiran teknologi, terutama smartphone dan perangkat android lainnya. Alat yang awalnya diciptakan untuk mempermudah komunikasi dan menjembatani jarak, justru sering kali menciptakan "dinding" tak terlihat di antara anggota keluarga. Saat setiap orang sibuk dengan dunianya di layar kecil, interaksi nyata menjadi semakin langka.
Tantangan Keluarga Modern
Perangkat android di tangan kita adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka memungkinkan kita untuk tetap terhubung dengan dunia luar dan memudahkan akses informasi. Namun, di sisi lain, mereka bisa mengalihkan perhatian dari hubungan nyata yang ada di depan mata. Betapa sering kita melihat satu meja makan dipenuhi anggota keluarga yang sibuk dengan gadget masing-masing, tanpa ada percakapan yang berarti?
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru: keluarga yang terpisah secara emosional meskipun tinggal di bawah satu atap. Ketika perhatian terpusat pada dunia maya, rasa cinta dan kepedulian sesama anggota keluarga bisa terabaikan. Anak-anak mungkin merasa diabaikan ketika orang tua lebih sering melihat layar daripada menatap mata mereka saat berbicara. Begitu pula sebaliknya, orang tua yang merasa terisolasi ketika anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain game atau bersosialisasi di media sosial.
Memanfaatkan Teknologi untuk Kebaikan
Meskipun teknologi bisa menjadi sumber keterasingan, ia juga dapat digunakan untuk memperkuat hubungan keluarga. Kuncinya terletak pada cara kita memanfaatkannya. Putra pertama kami hampir selama enam bulan tidak memakai handphone. Sejak handphone rusak, kami tidak membelikan gantinya secara langsung. Semacam shock terapy agar anak bertanggung jawab pada barang siap mereka pakai tanpa tahu makna perjuangan orang tua untuk mendapatkannya. Selama di rumah dia menggunakan laptop untuk mengakses atau menghubungi teman-teman sekolahnya. Namun seiring berjalannya waktu, ketika semakin banyak kegiatan di luar rumah, kebutuhan untuk selalu terhubung melalui android makin mendesak. Maka kami pun membelikan sebuah android baru baginya.
Berdasarkan pengalaman sederhana yang kami lakukan di dalam keluarga kecil kami, berikut beberapa langkah yang dapat diambil oleh keluarga modern untuk menjangkau "yang jauh" secara psikologis dengan bantuan teknologi:
Pertama, buat aturan waktu layar. Tentukan waktu tertentu yang memungkinkan semua anggota keluarga meletakkan gadget dan fokus pada interaksi langsung. Misalnya, selama makan malam atau saat berkumpul di akhir pekan.
Kedua, gunakan teknologi untuk aktivitas bersama. Alih-alih hanya membiarkan anak-anak bermain game sendiri, orang tua bisa ikut serta. Pilihlah permainan atau aplikasi edukatif yang bisa dinikmati bersama.
Ketiga, manfaatkan fitur video call untuk terhubung. Teknologi video call bisa menjadi cara untuk tetap terhubung dengan anggota keluarga yang jauh. Namun, jangan biarkan komunikasi virtual sepenuhnya menggantikan interaksi fisik.
Keempat, aplikasi yang menguatkan hubungan. Ada banyak aplikasi yang dirancang untuk mempererat hubungan, seperti aplikasi berbagi foto keluarga atau jurnal digital yang bisa diisi bersama. Ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk menciptakan kenangan.
Kelima, edukasi tentang bahaya ketergantungan. Diskusikan bersama anggota keluarga mengenai dampak negatif dari penggunaan gadget yang berlebihan. Edukasi ini penting untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi.
Membangun Koneksi yang Lebih Dalam
Pater JB Berthier mengingatkan kita bahwa misi sebenarnya adalah menjangkau hati, bukan hanya fisik. Dalam konteks keluarga, ini berarti membangun koneksi emosional yang kuat, memastikan setiap anggota merasa dicintai dan dihargai, diperhatikan dan disayangi.
Di era ketika teknologi mendominasi banyak aspek kehidupan kita, tugas ini menjadi lebih menantang namun juga lebih penting. Keluarga adalah fondasi dari masyarakat. Ketika keluarga kuat dan saling terhubung, dampaknya akan dirasakan secara luas.
Maka, mari kita gunakan teknologi sebagai alat, bukan pengganti. Dengan demikian, kita dapat menjangkau "yang jauh"---bukan dalam arti jarak, tetapi dalam arti emosional---dan membangun keluarga yang penuh cinta dan perhatian. Demikian beberapa point yang bisa kita catat bersama. Ini bukan satu-satunya, melainkan salah satu contoh dari keluarga saya. Mungkin Anda juga punya pengalaman lain yang lebih menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H