Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kopi Minggu Senja

28 Juli 2024   18:10 Diperbarui: 28 Juli 2024   18:22 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(dokumen pribadi: hasil olahan GemAIBOT)

KOPI MINGGU SENJA

#kepadaparalansia

Di meja kopi senja yang mulai pudar,
Para lansia duduk termenung, menatap waktu berlalu,
Anak dan cucu jauh, mereka dianggap beban, bukan berkah.

Cinta yang dahulu hangat kini terasa dingin,
Seperti cangkir kopi yang lama tak tersentuh,
Mereka bertanya dalam diam, "Apa salahku?"

Kesepian menyapa, teman yang setia,
Dalam sunyi mereka mengenang masa lalu,
Kala cinta tulus tak pernah menjadi beban.

(sumber: fimela.com)
(sumber: fimela.com)

Puisi di atas saya buat untuk menggambaran kehidupan para lansia yang merasa diabaikan oleh generasi penerusnya. Maklum sejak kecil penulis hampir tidak punya pengalaman kedekatan dengan kakek dan nenek karena harus tinggal berjauhan dengan mereka. Saya hanya bisa berjumpa mereka hanya ketika sedang liburan sekolah. Itupun paling lama hanya seminggu.

Dalam suasana senja, simbol waktu yang mulai memudar, para lansia merasakan sepi dan kehilangan perhatian dari anak dan cucu mereka. Momen berkumpul yang seharusnya penuh kehangatan kini berubah menjadi kehampaan. Betapa cinta yang seharusnya mengikat justru terasa sebagai beban. 

Kehadiran kakek nenek yang mulai lambat dan sakit-sakitan dirasa sebagai beban. Padahal ketika bayi atau kecil, mereka tidak pernah menganggap anak dan cucunya sebagai beban. Inilah realitas pahit yang dihadapi banyak lansia ketika peran dan keberadaan mereka tidak lagi dianggap penting, sekalipun mereka harus bertaruh nyawa demi menyelamatkan anak-anaknya.

Melalui puisi ini saya hendak mengajak kita untuk merenungkan siklus kehidupan yang tak terhindarkan: dari bayi, dewasa, hingga tua. Saat muda, kita sering terlena dengan kesibukan duniawi dan mengabaikan nilai-nilai yang lebih dalam, seperti penghormatan dan kasih sayang kepada orang tua. Namun, waktu berlalu dan semua akan menghadapi masa tua. Pada saat itulah, setiap individu akan merasakan kembali betapa pentingnya cinta dan perhatian dari keluarga. Kehidupan adalah sebuah siklus, dan puisi ini mengingatkan kita untuk lebih menghargai dan merawat hubungan keluarga sebelum terlambat.

Dalam nuansa kesepian dan refleksi di Minggu senja menjelang magrib, lewat puisi di atas, saya menyoroti pentingnya memperlakukan lansia dengan penuh kasih sayang dan pengertian. Momen sunyi dalam puisi ini menjadi cermin bagi kita semua untuk introspeksi diri. Cinta seharusnya tidak pernah menjadi beban, melainkan sumber kekuatan dan kebahagiaan. Pesan ini penting bagi semua generasi, untuk mengingat bahwa perhatian dan kasih sayang kepada para lansia adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai manusia yang saling terhubung dalam siklus kehidupan.

(dokumen pribadi: hasil olahan GemAIBOT)
(dokumen pribadi: hasil olahan GemAIBOT)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun