Paradigma Pendidikan Memerdekakan:
Mentansformasi Arena Mengajar Menjadi Ruang Belajar
Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof. Concilianus Laos Mbato, M.A., Ed.D (Dosen PBI, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta)
(Saya mencoba meringkas pidato yang dilakukan Pak Cons pada hari Jumat, 26 Juli 2024 di Ruang Drost, Gedung Utama Lantai 4 Kampus III Universitas Sanata Darma (selama hampir 45 menit) ke dalam tujuh seri).
Profesor Cons mengawali pidatonya dengan memperlihatkan sekaligus menjelaskan makna cover buku pidatonya. Pada gambar bagian atas tampak ada interaksi antara guru dan murid. Auranya positif. Guru ceria murid bahagia begitu kalau mau saya simpulkan kata-kata pembukanya. Sedangkan gambar bawah suasananya muram, ruangannya kurang cahaya, gurunya yang sibuk dengan papan tulis dan buku serta mengabaikan (membelakangi) muridnya. Situasinya membosankan bagi siswa juga bagi gurunya. Anaknya stress.
Topik pidato yang dipilih adalah Paradigma yang memerdakan. Prof Cons percaya bahwa pendidikan itu harus memerdakan. Dan caranya adalah para pendidik harus mentransformasi arena mengajar menjadi ruang belajar. Ruangan kelas itu bukanlah ruangan untuk bicara sebanyak-banyaknya, mengajar sebanyak-banyaknya. Atau keluarga bukanlah tempat bagi orang tua untuk memberikan kuliah sebanyak-banyaknya. Tetapi ruangan bagi kita, bagi orang tua, bagi guru untuk belajar sebanyak-banyaknya (termasuk dari anak-anak).
Pada pengantar buku di halaman v dan vi, Pak Cons sudah menohok dengan pernyataan demikian, "Setiap orang yang ingin mengubah hidupnya, yang ingin melihat perubahan dalam dirinya, orang lain dan lingkungannya, termasuk lingkungan pendidikan, haruslah berani mengkonfrontasikan paradigma hidup yang dianut, yang dia pegang, yang dia terapkan dan mempertanyakan dengan kritis apakah paradigma yang dimilikinya membawa perubahan positif dan konstruktif?"
Secara lebih filosofis, Pak Cons menulis, "Pendidikan yang baik dan benar adalah fondasi terbaik untuk pembangunan karakter individu dan karakter bangsa yang bahagia, adil dan sejahtera. Keberhasilan sebuah bangsa tidaklah terlepas dari system dan penyelenggaraan pendidikan yang berkuantitas, berkualitas dan berkeadilan. Untuk mencapainya diperlukan sebuah paradigma pendidikan yang memerdekakan yang ditandai dengan transformasi dari dalam diri sendiri. Pendidikan hanya akan berjalan optimal manakala arena mengajar dan mendidik dimaknai sebagai ruang belajar bersama. Transformasi kelas sebagai ruang belajar bersama ditandai dengan cara berpikir pasca positivistic-bihavioristik dengan menekankan siswa sebagai pusat dan pelaku utama pembelajaran dan pendidik sebagai fasilitator konstruktif, aktif, kreatif dan kritis."
Buku pidato setebal 137 halaman itu disampaikan secara ringkas dan gambalang dalam waktu 30 menit (sebagaimana yang diberikan panitia). Pak Cons, demikian dia biasa dipanggil membagi pidatonya dalam tujuan bagian besar, yakni antara lain:
1. Paradigma, Rantai Pendidikan Tradisional Dan Transformasi Pembelajaran
2. Revolusi Pendidikan: Sebuah Ajakan Bertindak
3. Membuka Potensi: Prinsip Pendidikan Memerdekakan
4. Mematahkan Rantai Pendidikan Tradisional: Menerapkan Teori ke Praktek
5. Kekuatan Pendidikan Memerdekakan: Ruang Berpikir dan Berkreasi
6. Tanggung Jawab Pendidikan Memerdekakan: Pembelajaran Berbasis Data
7. Kesimpulan: Janji, Relevansi, dan Urgensi Pendidikan Memerdekakan.
Bagian Pertama: Paradigma, Rantai Pendidikan Tradisional dan Transformasi Pembelajaran
Tentu kita semua sudah tahu apa itu paradigma. Paradigma adalah seperangkat keyakinan dan asumsi dasar yang memengaruhi cara pandang dan bertindak seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Paradigma seseorang menjadi kerangka yang digunakan dalam memandang dunia sosial. Menurut Cons, dalam dunia pendidikan, paradigma pendidik akan memengaruhi pemikiran, konsep, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Paradigma amat menentukan termasuk dalam hal pendekatan pendidikan yang diambil. Ada dua paradigma besar yang dipakai yakni paradigma positivistik, yang melihat dunia ini sebagai realitas tunggal objektif. Kebenaran itu tunggal.
Dan kedua ada paradigma pasca positifistik, paradigma yang lebih terbuka, ada ruang untuk bekerjasama, mereka melihat dunia ini lebih subjektif. Ada banyak kebenaran. Ada kebenaran anak, kebenaran orang tua, kebenaran guru, ada kebenaran siswa. Maka pendidikan merupakan ruangan diskusi dan ruangan berinteraksi.