Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dika yang Unik

24 Juli 2024   20:11 Diperbarui: 24 Juli 2024   20:34 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: jabar.tribunnews.com)

Dika akhirnya tersenyum di tengah-tengah teman-temannya. Untuk pertama kalinya, ia merasa diterima sepenuhnya. Beban yang ia rasakan terasa sedikit lebih ringan karena dukungan tulus dari sahabat-sahabatnya.

Setelah pelajaran selesai, Dika duduk bersama Rafi di bangku taman sekolah. Angin sepoi-sepoi menyapa wajah mereka, memberikan kesejukan di tengah teriknya matahari siang. "Terima kasih, Fi," kata Dika dengan suara yang lebih tenang. "Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kalian."

Rafi tersenyum. "Nggak usah dipikirin. Kita teman, kan? Kapan pun kamu butuh, aku pasti ada."

Percakapan mereka mengalir hangat, menandai awal dari sebuah persahabatan yang lebih erat. Dika merasa lebih percaya diri untuk menghadapi apapun yang akan datang, karena ia tahu ia tidak sendirian.

Hari-hari berikutnya, Dika menjadi lebih terbuka dan percaya diri. Ia mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelas dan menemukan minat baru yang selama ini terpendam. Dukungan teman-temannya telah membantunya melihat sisi positif dari keunikan yang ia miliki, meskipun berasal dari pengalaman yang menyakitkan.

Pada suatu hari, Ibu Maya mengumumkan bahwa sekolah akan mengadakan pameran seni dan kreativitas. Setiap kelas diminta untuk berpartisipasi dengan menampilkan karya yang mencerminkan tema "Keunikan Diri." Kelas X sepakat untuk mengangkat cerita Dika sebagai inspirasi proyek mereka. Mereka merancang sebuah mural yang menggambarkan perjalanan Dika menuju penerimaan dan kebahagiaan.

(sumber: i.pinimg.com)
(sumber: i.pinimg.com)

Dika yang semula ragu, akhirnya setuju untuk terlibat. Ia membantu melukis mural itu, menuangkan perasaannya dalam setiap guratan warna. Mural itu menjadi simbol kekuatan, kebersamaan, dan keberanian untuk menerima diri sendiri. Ketika pameran berlangsung, banyak pengunjung yang terharu melihat kisah di balik mural tersebut. Cerita Dika dan dukungan teman-temannya berhasil menyentuh hati banyak orang, termasuk orang tua dan guru-guru lain.

Melalui pengalaman itu, Dika menyadari bahwa setiap orang memiliki cerita uniknya masing-masing. Apa yang ia anggap sebagai beban ternyata bisa menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi orang lain. Keberanian Dika untuk berbagi keunikan dirinya mengajarkan seluruh sekolah tentang arti sejati dari saling mendukung dan memahami.

Kelas X tidak hanya belajar tentang keunikan diri, tetapi juga tentang nilai persahabatan dan empati yang mendalam. Mereka menjadi lebih kompak dan saling menghargai satu sama lain. Kejadian itu menjadi pelajaran berharga yang akan selalu mereka kenang kala mereka sudah tidak bersama lagi selepas dari sekolah Sinar Pelita.

Dalam perjalanan hidupnya, Dika akan menghadapi berbagai tantangan dan pengalaman baru. Namun, ia tidak lagi merasa takut atau bingung. Dengan keyakinan dan dukungan dari teman-temannya, ia siap melangkah maju dan meraih masa depan yang cerah. Sebuah pelajaran berharga yang tak hanya dipelajari di kelas, tetapi dalam kehidupan yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun