APA BENAR ADA GURU BESAR "ABAL-ABAL"?
Skandal guru besar yang menimpa Universitas Lambung Mangkurat sebagaimana yang diberitakan, salah satunya oleh bbc.com (https://www.bbc.com/indonesia/articles/crgr7perzywo) sungguh mencoreng dunia pendidikan. Apalagi itu dilakukan di lembaga pendidikan tinggi, fakultas hukum lagi. Sehingga memberi kesan mereka yang paham hukum akan mudah mengangkangi hukum itu sendiri.
Tenyata, selain kurikulum yang terus berubah, perilaku pelaku pendidikan juga turut berubah. Jika dulu orang berjuang keras menjadi guru besar melalui karya-karya yang monumental bagi bangsa, kini cukup dengan mengakali prosesnya maka dapatlah itu barang. Belum habis masalah perjokian PPDB kini muncul lagi guru besar abal-abal. Abal-abalnya memang tidak kecil-kecilan, tetapi tingkat guru besar. "Abal-abal" (dalam tanda petik maksudnya tindakan oknum, tidak semua guru besar demikian)
Apa Urgensi Guru Besar?
Gelar guru besar memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan suatu bangsa. Gelar ini sering dianggap sebagai puncak karir akademik dan menjadi simbol pengakuan atas kontribusi signifikan dalam bidang ilmu tertentu. Seorang guru besar tidak hanya diharapkan memiliki pengetahuan mendalam dalam bidangnya, tetapi juga kemampuan untuk melakukan penelitian yang inovatif dan relevan serta mengajar dan membimbing mahasiswa dan rekan sejawat dengan efektif. Dengan demikian, guru besar berperan sebagai pemimpin dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Catatan Selingan:
Nah kalau ada tokoh atau pemimpin yang kemudian digelari guru besar tanpa kontribusi apapun terhadap dunia pendidikan yang berkaitan dengan penelitian yang inovatif dan relevan serta mengajar mahasiswa, maka patutlah dipertanyakan. Mengapa itu diberikan kepada orang yang tidak ada kompetensi dengan dunia penelitian dan pendidikan? Jadi guru besarnya lebih sebagai komoditas politis karena ketokohannya, bukan karena gebrakan inovatifnya.Â
Selain itu, guru besar juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Mereka bertanggung jawab untuk merancang kurikulum yang berkualitas, menyusun materi pengajaran yang up-to-date, dan memastikan bahwa metode pengajaran yang digunakan sesuai dengan perkembangan terkini dalam ilmu pengetahuan. Dengan memiliki guru besar yang kompeten dan berdedikasi, institusi pendidikan dapat memastikan bahwa lulusannya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja global. Hal ini sangat penting dalam era globalisasi, di mana kompetisi tidak hanya terjadi di tingkat nasional tetapi juga internasional.
Urgensi gelar guru besar juga terletak pada peran (jabatan akademis) mereka sebagai mentor dan panutan bagi mahasiswa dan dosen muda. Seorang guru besar yang berpengalaman dapat memberikan bimbingan dan nasihat yang berharga, membantu mengarahkan penelitian, dan menginspirasi generasi berikutnya untuk mengejar karir akademik. Dengan demikian, guru besar berkontribusi pada regenerasi ilmuwan dan akademisi yang berkualitas, yang merupakan aset penting bagi pembangunan bangsa dalam jangka panjang.
Gelar guru besar memberikan pengakuan resmi dan legitimasi bagi individu yang telah memberikan kontribusi besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini tidak hanya meningkatkan reputasi pribadi mereka tetapi juga reputasi institusi pendidikan tempat mereka bekerja. Pengakuan ini juga dapat membuka peluang untuk mendapatkan dana penelitian, kolaborasi internasional, dan partisipasi dalam berbagai forum ilmiah, yang semuanya berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju. Dengan demikian, gelar guru besar memiliki dampak yang luas dan mendalam bagi pendidikan dan pembangunan sebuah bangsa.
Urgensi gelar guru besar yang tinggi menyebabkan adanya kompetisi ketat untuk mencapainya, yang sayangnya dalam beberapa kasus mendorong individu untuk menggunakan cara-cara tidak etis. Hal ini menekankan perlunya integritas dan etika dalam dunia akademik serta pengawasan yang lebih ketat untuk menjaga kualitas dan kredibilitas pendidikan tinggi.
Skandal dan Motivasi di Balik Guru Besar Abal-Abal
Majalah Tempo edisi 8-14 Juli 2014 membahas tema skandal guru besar abal-abal yang menyoroti masalah serius dalam dunia akademik di Indonesia. Skandal ini mengungkap adanya sejumlah individu yang memperoleh gelar profesor atau guru besar tanpa melalui prosedur yang sah dan sesuai standar akademik. Beberapa gelar diperoleh melalui cara-cara yang tidak etis, seperti membeli gelar, memalsukan dokumen akademik, atau menggunakan jalur pintas lainnya.
Gelar guru besar seharusnya diperoleh melalui proses akademik yang ketat, termasuk penelitian yang diakui, publikasi di jurnal ilmiah bereputasi, dan pengajaran yang memenuhi standar tertentu. Maka dari itu, penggunaan jalur curang merusak integritas sistem pendidikan dan menurunkan kualitas akademik.
Tidak bisa dinafikan bahwa motivasi di balik gelar palsu itu terdorong oleh keyakinan bahwa gelar guru besar membawa prestise dan status sosial yang tinggi di masyarakat. Gelar ini sering kali dikaitkan dengan kenaikan gaji, tunjangan, dan peluang karir yang lebih baik. Bahkan untuk beberapa kasus, gelar akademik yang tinggi digunakan untuk mendapatkan posisi penting dalam pemerintahan atau organisasi lainnya.
Dengan adanya skandal ini, justru merugikan lembaga pendidikan karena telah menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan dan sistem akademik di Indonesia; merusak reputasi individu yang benar-benar berprestasi dan memperoleh gelar secara sah.
Skandal semacam ini hendaknya mendorong pemerintah dan institusi pendidikan untuk meningkatkan pengawasan dan regulasi dalam proses pemberian gelar akademik.
Berita terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H