Di jalanan, prioritas antara pasien dalam ambulans dan pejabat yang lewat seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Nyawa seseorang, terutama yang berada dalam kondisi darurat, harus selalu menjadi prioritas utama.Â
Konvoi pejabat yang menghambat laju ambulans adalah bentuk ketidakadilan yang mencerminkan ketidakpedulian terhadap hak asasi manusia. Kejadian seperti ini seharusnya menjadi introspeksi dan perubahan dalam sistem yang lebih mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan warga.
Ironisnya, kejadian semacam ini terjadi di negeri yang mengaku paling agamis, karena ajaran agama seharusnya menempatkan nilai kemanusiaan di atas segalanya. Puisi ini menyoroti bahwa ada ketidaksesuaian antara klaim religiositas dan praktik nyata di lapangan.Â
Kesucian ajaran agama seharusnya tercermin dalam tindakan sehari-hari, terutama dalam keputusan yang memengaruhi nyawa orang lain.Â
Mengabaikan ambulans demi konvoi pejabat adalah cermin buram yang menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dalam moral dan etika pejabat negara kita (termasuk para pengguna jalan yang lain, manakala mendengar sirene ambulance, maka dengan segera memberikan jalan tanpa harus merasa kenyamanannya terganggu.Â
Bagaimana kalau dalam ambulance itu si pejabat itu sendiri?)
Berita terkait: https://mediaindonesia.com/humaniora/680939/viral-ambulans-disuruh-mengalah-pada-rombongan-jokowi-istana-minta-maaf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H