Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rosa yang Terus Mewangi

27 Juni 2024   21:10 Diperbarui: 28 Juni 2024   10:35 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sahabat yang selalu hadir, dokpri penyintas) 

ROSA YANG TERUS MEWANGI

(Berdasarkan Kisah Nyata)

 

Dalam keheningan ruang rumah sakit yang steril, terdapat sosok wanita yang selalu tersenyum, Rosa. Sudah delapan tahun lamanya, ia berjuang melawan kanker yang merasuki tubuhnya. Rumah sakit, dengan segala aroma obat dan bunyi peralatan medisnya, sudah seperti rumah kedua baginya. Saban minggu ia mesti bolak balik dari rumah ke rumah sakit atau sebaliknya. Ia jalani dengan tekun. Setia hanya demi memperpanjang hidup agar bisa menyaksikan putri semata wayangnya bertumbuh menjadi gadis dan perempuan mandiri.

Rosa tidak pernah menyerah. Ia percaya bahwa Tuhan Yesus yang begitu mencintainya, pasti akan memberinya kekuatan. Ia juga percaya cinta dan perhatian sesama menguatkannya. Ia tak pernah benar-benar sendirian, meski setiap kali menjalani kemo ia memang sendirian.

Setiap hari, apapun yang terjadi, Rosa selalu berusaha untuk tetap ceria. Ia selalu menghabiskan waktu sebelum dan sesudah kemoterapinya dengan berdoa dan membaca Alkitab. Ia menemukan sapaan-sapaan Tuhan dari sabda-sabda yang ia baca. Ia merasa Tuhan sungguh menyapa dan menyentuhnya secara pribadi. Tak sejenakpun ia ditinggalkan oleh Tuhan yang amat ia percayai itu.


Ia juga aktif dalam komunitas penderita kanker, komunitas rekan-rekan senasib dan sepenanggungan dan aktif dalam pelayanan gereja dengan menjadi pelayan firman atau pelayan pujian. Ia aktif berbagi pengalaman dan memberikan semangat kepada orang lain yang mengalami hal serupa. Semua dilakukan agar ia merasa berguna bagi sesama. Bisa jadi dalam sempit dan terbatas waktu hidup, ia merasa inilah kesempatan terbaik untuk melayani sesama dan Tuhan.

Ada kalanya, setelah menjalani kemoterapi, dunia terasa seperti runtuh bagi Rosa. Rasa sakit yang menusuk-nusuk membuatnya terkadang meragukan apakah ia akan mampu melalui ini semua. Bayangan akan suami dan putri semata wayang seakan menari-nari di antara nyeri yang mendera selepas kemo. Ini fase paling menegangkan. Puncak pergulatan iman di antara keinginan manusiawi untuk lepas dari derita dengan kenyataan yang tak bisa ditolak. Batas antara kepasrahan dalam iman dan keputusasaan manusiawi amat tipis. Siapa sih yang mau menanggung derita sekian lama? Namun, dalam pergulatan imannya, Rosa selalu kembali pada keyakinannya bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya. Ia yakin Tuhan memberikan beban sejauh yang bisa ia pikul meski harus tertatih berbarengan dengan rintihan yang menyertai lunglai fisiknya.

"Tuhan, aku tahu Engkau mencintaiku," bisik Rosa dalam doanya, "Aku yakin Engkau akan memberiku kekuatan untuk melewati ini semua." Doa-doa itu meneguhkan hatinya, menguatkan imannya, terlebih bila mengingat putri semata wayangnya, juga suaminya yang setia menemaninya dalam segala pergulatan.

(Penyintas bersama tim pelayanan, dokpri penyintas) 
(Penyintas bersama tim pelayanan, dokpri penyintas) 

Rosa menemukan kekuatan dalam imannya. Ia tahu bahwa sakitnya bukanlah hukuman, tetapi sebuah proses yang harus ia jalani. Sebuah proses pemurnian jiwa, proses pendalaman iman yang berat secara manusiawi. Tetapi Rosa percaya bahwa Tuhan memiliki rencana indah untuk hidupnya, dan bahwa semua ini akan berakhir baik. Biarkan waktu Tuhan indah sesuai dengan kehendak-Nya, bukan kehendak Rosa. Begitulah prinsip iman yang meneguhkan Rosa sekian tahun. Meski satu per satu teman senasib mendahuluinya memenuhi kehendak Ilahi, Rosa yakin Tuhan punya rencana atas peristiwa kejatuhan kedua ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun