Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Beri Ulama dan Tokoh Agama Kesempatan

26 Juni 2024   22:53 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:53 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

(sumber: kpk.go.id)
(sumber: kpk.go.id)

Evaluasi Kinerja KPK Periode Sekarang

Melihat kembali kinerja KPK dalam periode sekarang adalah langkah penting. Kita bisa menilai keberhasilan dan kegagalan melalui beberapa indikator antara lain. Pertama. Apakah ada peningkatan atau penurunan dalam jumlah kasus korupsi yang berhasil diungkap dan dibawa ke pengadilan? Ada penurunan dalam jumlah kasus korupsi besar yang diungkap oleh KPK. Beberapa pengamat mencatat bahwa KPK tampak lebih fokus pada kasus-kasus kecil atau menengah dibandingkan kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi. Proses hukum beberapa kasus besar tampak lebih lambat, mungkin disebabkan oleh perubahan prosedural atau penurunan independensi. Laporan ICW menunjukkan bahwa jumlah kasus korupsi yang ditangani oleh KPK menurun, dan kualitas penanganan kasus besar dianggap kurang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa KPK kesulitan untuk memaksimalkan penegakan hukum (Indonesia Corruption Watch).

Kedua, Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kinerja KPK? Survei dan studi bisa digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan publik. Berbagai survei menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap KPK telah menurun selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah revisi UU KPK. Beberapa keputusan dan tindakan dari pimpinan KPK saat ini telah menimbulkan kontroversi dan kritik dari masyarakat, yang berdampak negatif pada persepsi publik.

Ketiga, Bagaimana Dewan Pengawas telah berfungsi dan apakah mereka benar-benar memperkuat atau justru menghambat kinerja KPK? Ada kritik bahwa Dewan Pengawas lebih banyak berfungsi sebagai penghambat daripada pendukung kerja KPK. Beberapa keputusan yang diambil oleh Dewan Pengawas (Dewas) dianggap mengurangi kecepatan dan efektivitas investigasi. Kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan oleh Dewas telah menjadi sorotan.

Sebuah lembaga hukum yang dibuat seperti "rumah tumbuh" artinya dibangun pelan-pelan sesuai dengan ketersediaan dana akan melemahkan lembaga itu sendiri. Karena nampak timbul dari hasil "kongkalingkong atau bargaining" dengan alasan yang menguntungkan para pihak. Kritik inilah yang selama ini dialamatkan ke KPK terutama sejak keberadaan Dewas. Kritik konstruktif dapat membantu memperbaiki kepemimpinan dan fungsi Dewan Pengawas antara lain, 1) Mendesak agar proses seleksi pimpinan dan Dewan Pengawas lebih transparan dan akuntabel. Proses ini harus melibatkan partisipasi publik yang lebih luas dan penilaian independen. 2) Memastikan bahwa pimpinan dan anggota Dewan Pengawas memiliki rekam jejak yang bersih dan kompetensi yang sesuai. Ini bisa dilakukan dengan memperketat kriteria seleksi.3) Mengurangi pengaruh politik dalam pemilihan pimpinan dan Dewan Pengawas. Ini bisa dilakukan dengan reformasi prosedur seleksi yang lebih independen dari tekanan politik.

 
(sumber: kpk.go.id)
(sumber: kpk.go.id)
Siapa Yang Lyak Jadi Capim dan Dewas KPK?

Untuk memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan efektif, latar belakang calon pimpinan sangat penting. Ada beberapa latar belakang yang biasanya dianggap ideal dan sudah biasa dilaksanakan selama ini: Pertama, Pengacara atau Jaksa dan Hakim. Pengacara atau Jaksa dianggap memiliki pemahaman mendalam tentang hukum pidana dan prosedur hukum. Pengalaman sebagai jaksa atau pengacara yang terlibat dalam kasus korupsi sangat berharga. Sedangkan Hakim yang memiliki reputasi baik dalam penanganan kasus-kasus korupsi dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang sistem peradilan. Kedua, Polisi dan Penyidik berintegritas. Polisi biasa terdiri dari Penyidik dengan pengalaman dalam menangani kasus korupsi bisa membawa keahlian investigatif yang diperlukan untuk memimpin KPK. Dan polisi dengan rekam jejak bersih dan berintegritas tinggi, serta yang memiliki pengalaman dalam satuan anti-korupsi atau unit kejahatan khusus. Ketiga, Akademisi atau Aktivis. Profesor atau peneliti hukum yang memiliki keahlian dalam bidang hukum pidana, tata kelola pemerintahan, atau studi korupsi. Aktivis yang memiliki rekam jejak panjang dalam advokasi anti-korupsi dan pemahaman mendalam tentang sistem pemerintahan dan hukum. Keempat, Ekonom atau Akuntan serta Teknologi Informasi.  Mereka yang memiliki keahlian dalam forensik keuangan dan audit, karena korupsi sering kali melibatkan skema keuangan yang kompleks. Sedangkan Spesialis IT yang dapat membantu dalam aspek teknologi informasi dan sistem keamanan KPK.

Selain latar belakang sebagai syarat yang penting, kualitas pribadi calon juga krusial, antara lain:  Jujur saja tidak cukup; calon harus memiliki integritas yang tidak diragukan dan rekam jejak yang bersih dari segala bentuk penyimpangan. Memiliki keahlian dan pengetahuan yang mendalam di bidang pemberantasan korupsi. Mampu bekerja tanpa tekanan politik atau ekonomi dari pihak mana pun.Memiliki lemampuan untuk memimpin organisasi besar, membuat keputusan sulit, dan menginspirasi tim untuk mencapai tujuan yang tinggi.


Sekali lagi, KPK membutuhkan pimpinan yang tidak hanya memiliki latar belakang hukum atau kepolisian tetapi juga memiliki kombinasi integritas, kompetensi profesional, dan kemampuan kepemimpinan yang kuat. Proses seleksi yang transparan dan melibatkan partisipasi publik akan memastikan bahwa hanya kandidat terbaik yang dipilih, mampu memulihkan kepercayaan publik dan memperkuat KPK dalam menjalankan tugasnya.

 

(struktur organisasi, sumber: kpk.go.id)
(struktur organisasi, sumber: kpk.go.id)

Bisakah Ulama dan Tokoh Agama Diajukan?

Setelah sekian kali kepemimpinan dari unsur hakim, jaksa, akademisi dan politisi mungkin kali ini kita bisa mencobanya dengan para ulama dan tokoh agama. Bila perlu setiap agama mengirimkan satu wakil sehingga menjadi tujuh orang (enam agama dan satu aliran kepercayaan). Tentu ada pertimbangan yang perlu diperhatikan mengenai potensi para ulama dan tokoh agama dalam mengisi jabatan sebagai pimpinan KPK terutama menyangkut keunggulan dan keterbatasannya.

Keunggulan bila ulama dan tokoh agama yang dicalonkan antara lain. Pertama, Integritas dan Moralitas Tinggi. Mereka mendapat kepercayaan publik. Ulama dan tokoh agama sering kali memiliki integritas dan moralitas yang tinggi serta mendapat kepercayaan yang besar dari masyarakat. Hal ini bisa menjadi modal penting dalam memimpin KPK. Mereka juga dapat menjadi teladan dalam perilaku anti-korupsi dan memperkuat nilai-nilai moral dalam pemberantasan korupsi. Kedua, Pengaruh Positif. Para ulama dapat memberikan pendidikan moral dan etika yang kuat kepada staf KPK dan masyarakat luas, membantu membangun budaya anti-korupsi. Selain itu mereka dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberantasan korupsi dari perspektif moral dan agama.

Tak dapat dipungkiri bahwa dibalik keunggulan ada juga keterbasan antara lain keterbatasan teknis berupa pengalaman penegakan hukum. Ulama dan tokoh agama mungkin kurang memiliki pengalaman teknis dan operasional dalam penegakan hukum, investigasi korupsi, dan prosedur peradilan. Keterbatasan yang berkaitan dengan kompetensi profesional. Tanpa latar belakang hukum atau pengalaman dalam bidang terkait, mereka mungkin kesulitan dalam menangani aspek-aspek teknis dari investigasi dan penuntutan kasus korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun