Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kopi di Hari Minggu

23 Juni 2024   10:19 Diperbarui: 23 Juni 2024   10:26 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi gunungan dalam prosesi agung di Ganjuran. sumber foto: jogjaaja.com)

Kopi di Hari Minggu

#PutibatentangToleransi

Di teras depan, kopi menyatu dalam cangkir,
Menyaksikan damai hari Minggu perlahan bangkit,
Tapi masih ada oknum yang bertindak lancang,
Menggugah ketenangan yang seharusnya hening.

Toleransi, katamu, adalah harmonisasi keberagaman,
Bukan cuma meredam bising di hari suci,
Tapi, menghormati ruang dan waktu setiap insan,
Agar kita merasakan ketenangan sejati.

Di Indonesia, toleransi adalah benang halus nan kuat,
Menganyam perbedaan menjadi satu harmoni indah,
Tapi sering, bisikan ego merusak keheningan,
Mari tegaskan, saling mengerti adalah kunci.

 

Catatan Kritis

Toleransi di Indonesia ada keniscayaan yang tak bisa ditolak. Toleransi adalah konsep yang mengedepankan penghargaan dan penerimaan terhadap perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu dalam agama, budaya, suku, maupun pandangan politik. Toleransi di Indonesia bukan hanya teori, tetapi sudah merupakan praktik hidup. Maka dari itu, toleransi di Indonesia sudah seharusnya mencakup beberapa elemen kunci berikut ini: 

1) Penghargaan terhadap Keberagaman. Mengakui dan menghargai perbedaan yang ada, termasuk adat istiadat, kepercayaan, dan praktik ibadah setiap kelompok. Kita tercipta dari perbedaan (dua orang tua yang berbeda latar belakang, bahkan beda budaya dan bangsa). Tapi karena cinta jadi pengikatnya, perbedaan pun melebur seperti kopi dalam cangkir (ada air, ada tepung kopi, bahkan ada yang tambahkan gula).

2) Kebebasan Beribadah. Negara dan kontitusi telah memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya tanpa gangguan atau paksaan. Dengan demikian, jika ada oknum yang tidak menghormati kebebasan ini, semestinya negara hadir lebih dekat dan tegas memberikan perlindungan dan menegakkan aturan secara tanpa pandang bulu.

3) Hidup Berdampingan dengan Damai. Menciptakan lingkungan sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai, tanpa ada diskriminasi atau konflik yang didasari perbedaan. Di kampung tempat saya tinggal (daerah Sleman Timur) ada kebiasaan kenduri (dalam tradisi Jawa) yang dilakukan oleh siapapun yang memiliki hajatan. Semua warga dari agama apapun mengikutinya dengan khidmat. Meski dilakukan dengan ritual agama tertentu, warga membaur dengan penuh persaudaraan dan perdamaian. Hidup bermasyarakat jadi lebih adem, ayem dan tentrem.

4) Dialog dan Komunikasi. Ada kebiasaan untuk membangun dialog dan komunikasi yang baik antara berbagai kelompok untuk memahami dan menghormati perbedaan yang ada. Dalam masyarakat akar rumput yang memiliki kebiasaan untuk membangun dialog kehidupan dan komunikasi manusiawi tidak akan ada kasus pelanggaran toleransi.

5) Penegakan Hukum dan Keadilan. Negara perlu menjamin bahwa hak-hak semua warga negara dilindungi secara adil oleh hukum, serta menindak tegas segala bentuk intoleransi dan diskriminasi. Tidak boleh membiarkan biang-biang perusak keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama, antarwarga menancapkan kuku-kukunya di bumi pertiwi ini.

Namun perlu pula kita paparkan bahwa dalam praktiknya, tantangan terhadap toleransi masih sering muncul, seperti insiden gangguan terhadap kegiatan ibadah (entah di rumah atau di gereja) atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Perbedaan adalah keniscayaan yang tak bisa ditolak, selain kita sambut dan jalani dengan penuh syukur. Karena dengan menerima perbedaan kita mengakui ke-Indonesia-an kita. Marilah kita (siapapun) terus-menerus memupuk toleransi dengan pendidikan, dialog, dan penegakan hukum yang adil agar bisa mencapai masyarakat yang benar-benar harmonis dan toleran.

Hari ini (seperti di tahun-tahun yang telah lewat) di Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul, Yogyakarta ada prosesi agung menjelang perayaan 100 tahun Gereja Katolik Ganjuran bulan Agustus nanti. Dalam video Anne Avantie yang beredar di WAG kemarin sore, diperlihatkan sejumlah tokoh agama dari berbagai agama dan tokoh masyarakat serta warga membaur dan terlibat menyiapkan acara prosesi hari ini. 

Masyarakat bahu membahu menyiapkan gunungan (hasil panen aneka rupa) yang akan dipersembahkan dan diberkati dalam perayaan ekaristia lalu dibagikan (biasanya direbut oleh) kepada umat. Ada suatu keyakinan bahwa mengambil aneka rupa persembahan dari gunungan akan membawa berkah lahir batin. Siapapun boleh menikmati berkat itu. Itulah toleransi dalam arti yang paling hidup (karena dihidupi secara jujur tanpa sekat apapun).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun