(Sebuah Postingan yang Terlambat)
Kemarin, Minggu 16 Juni 2024, kami keluarga besar orang NTT Yogyakarta yang tergabung dalam Paguyuban Flobamora (PAMOR) Yogyarkta mengadakan arisan di rumah salah satu anggota di daerah Panjengrejo, Bantul. Kami kurang lebih ada 30an KK, yang hadir kurang lebih 22 KK. Ya acara bulan yang selalu meriah karena ada undian lotre berupa barang kebutuhan dapur. Lotre seharga 2000 membuat anggota arisan riang gembira karena aka nada saling ejek dari yang dapat lotre kepada yang jarang dapat. "Ah, itu pasti kurang berdoa, itu karena tidak tulus membeli kupon, dll." Suasana semacam ini selalu mengakrabkan dan menggembirakan. Selepas arisan ada 4 keluarga yang melanjutkan piknik tipis-tipis di Pantai Parangtritis dan Pantai Depok. Ya, jarak dari rumah arisan ke pantai hanya 3 tiga kilometer, jadi sekalian saja menyenangkan anak-anak ke pantai. Hari menjelang magrib ketika kami mulai meninggalkan pantai dan mampir di Candi Hati Kudus Yesus Ganjuran seraya menyampaikan syukur serta mengambil air berkat di dekat kaki candi.
Ketika mendekati pasar Klitikan Niten (di jalan Bantul) anak-anak meminta untuk makan bakso dulu karena sudah lapar. Di dekat pertigaan sebelum pasar memang ada kuliner dan kami memilih mampir di warung bakso, mie ayam dan soto. Ketika sedang makan, ada pawai sekaligus takbiran keliling warga sekitar. Ada enam kelompok besar yang ikut pawai dengan mempertontonkan kreativitas dan seni serta olah suara yang indah. Malam menjelang Idul Adha menjadi sangat indah. Inilah Indonesia. Meriah dan menarik.
Semalam saya hendak menulis di Kompasiana tetapi sudah terlalu lelah, karena tiba di rumah sudah pukul 21.45. Bahkan sebelum tiba kami masih mengalami kemacetan di perempatan Gejayan karena dari dan ke Utara Terminal Condongcatur juga ada pawai takbiran keliling. Tak ada gerutu atau bunyi klakson dari para pengguna jalan. Mereka tahu inilah malam menjelang penyerahan diri sebagai umat beriman.
Saya mencoba menuliskan puisi berikut sebagai rasa kagum dan senang atas pawai dan takbir keliling itu.
Malam Takbiran Menjelang Idul Adha
Malam berhias cahaya lampion,
Langit malam diselimuti semarak syahdu,
Takbir menggema, membelah kesunyian,
Mengalun lirih di hati yang khusyuk.
Kaki-kaki melangkah, menyusuri jalan,
Gema takbir disambut senyum dan doa,
Antusiasme menyatu dalam kebersamaan,
Sukacita melintas dipandang yang terpesona.
Bukan sekadar seremoni, namun jiwa yang berzikir,
Peserta meresap dalam makna kurban yang suci,
Mengikuti jejak Nabi, menebar cinta dan harap,
Malam takbiran jadi saksi iman yang tak terganti.
Para pengguna jalan baik dari Utara (Yogyakarta -- Bantul) maupun dari Selatan (Bantul -- Yogyakarta) dengan penuh kesabaran mengantre sembari membiarkan rombongan pawai yang lewat setiap 10 menitan. Mata yang memandang keindahan mengirimkan sinyal kegembiraan ke dalam hati, sehingga malam takbiran menjadi cinta yang mengikat bagi siapapun yang menyaksikan pawai itu.