Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seni Melanggengkan Persahabatan

10 Juni 2024   13:21 Diperbarui: 10 Juni 2024   17:40 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni Melanggengkan Persahabatan

Jika sahabat dibangun dengan celaan,
       Ia belajar memaki.

Jika sahabat dibangun dengan permusuhan,
       Ia belajar berkelahi

Jika sahabat dibangun dengan cemoohan,
       Ia belajar menjadi minder.

Jika sahabat dibangun dengan penghinaan,
       Ia belajar menyesali diri.

Jika sahabat dibangun dengan toleransi,
       Ia belajar menahan diri.

Jika sahabat dibangun dengan dukungan,
       Ia belajar percaya diri.

Jika sahabat  dibangun dengan perlakuan sebaik-baiknya,
       Ia belajar keadilan.

Jika sahabat dibangun dengan kasih sayang,
       Ia belajar membawa dan berbagi kasih dalam kehidupan.

(Diadaptasi dari Dorothy Nolte oleh Alfred B. Jogo Ena)

 

Penting untuk direnungkan....

Sudah lima belas sosok sahabat yang saya tayangkan di Komposasiana ini (Accepts you as you are; Believes in you; Calls you just to say "hi"; Doesn't give up on you; Envisions the whole of you; Forgives your mistekes; Give unconditionally; Helps you; Invites you over; Just "be" with you; Keep you klose at heart; Loves you for who you are; Makes a diferrence in your life; Never judges; Offers support). Masih ada sepuluh sosok lagi yang belum saya tulis di sini. Jeda ini dimaksudkan agar kita kembali mengumpulkan dalam memori dan hati kita sosok-sosok pribadi atau sahabat yang amat berarti dalam hidup kita. Mungkin mereka amat berarti bagi kita. Karena dan bersama mereka, kita bisa berada pada posisi sekarang ini. Jika masih bersama Anda, pupuklah silaturahmi dengan mereka. Bila sudah tidak bersama lagi di dunia ini, doakanlah mereka.

Saya ingin menjeda perjalanan, petualangan dan pencarian kita akan sosok-sosok sahabat dalam hidup kita dengan mengutipkan kepada Anda, pembaca budiman dan para sahabat setiaku, dua buah puisi yang aku torehkan pada suatu malam di Singapura. Saat itu saya dan seorang teman sedang transit dari perjalanan pulang setelah dua tahun berusaha menyerahkan diri dalam pelayanan dengan para sahabat di Madagascar. Puisi-puisi tersebut menjadi titik balik perjalanan hidup saya. Ya, sebuah awal yang mengubah seluruh keputusan dan pilihan akan panggilan hidup saya (tidak meneruskan jalan panggilan sebagai calon imam bagi Gereja Katolik). Titik balik ini menjadi sebuah madah, nyanyian dan kerinduan akan sosok-sosok yang penting dalam hidup. Sosok yang mengerucutkan makna sebuah pencarian tak berujung, sebuah petualangan untuk menemukan makna hidup. Dan makna itu hanya bisa ditemukan dan dirajut dalam kebersamaan dengan sesama.

Mengapa ini penting saya angkat buat direnungkan? Saya meyakini bahwa perjalanan hidup selalu dan semestinya tentang relasi, karena kita adalah makhluk sosial yang selalu terhubung dengan yang lain. Keterhubungan inilah yang menjadi puncak pemaknaan akan arti hidup, arti relasi, arti kebersamaan, arti kerinduan, juga arti akan keberartian (baca makna) kita di hadapan dan bersama sesama. Hidup tak pernah menjadi sebuah kesendirian, sekalipun dijalani sendiri. Hidup tak pernah menjadi sebuah keterasingan sekalipun kita hidup di tengah-tengah yang asing baik dalam ruang dan waktu. 

Puisi "Menara Hati" lebih terutama lahir sebagai sebuah cetusan kerinduan akan eksistensi atau keberadaan diri yang sedang terombang-ambil dalam lautan kehidupan mahaluas. Terombang-ambing bukan melulu bermakna sedang putus asa, bukan melulu sedang dalam kebimbangan tanpa harapan, melainkan terutama kehadiran kita (saya) yang sudah semestinya mengikuti derap kehidupan. Maksudnya bahwa dalam kesendirian mengisi dan menjalani hidup, kita mesti dan harus tersambung dengan sesama. Ketersambungan ini membutuhkan tuntunan sekaligus tuntutan untuk dihadapi bersama (ataupun sendiri). Dalam kebersamaan, saya dan Anda akan selalu menjadi menara hati bagi sesama. Dan itu tak dapat ditolak.

Menara Hati

Hatiku berdebar saat
Endapan rindu kian membekas dalam
Rasa yang tak pernah menentu ingin
Sibakkan sebuah misteri
Ingin aku rengkuh diriMu
Nyatakan madah rindu bersama
Wahai Menara hatiku
Kau tegakkan gelora nurani
Yang selalu mendamba dekat
Bersatu di pinangan hati insani
O menara hati
Kau menjulang nyalakan obor
Menyuluh jalan padaNYA
Wahai menara hati.

Setelah kita berperan sebagai menara hati bagi diri sendiri dan sesama, akan ada suatu titik, suatu masa, suatu kesempatan ketika di atas menara (pertalian kehidupan dalam relasi persahabatan) didendangkan melodi kehidupan berjudul kasih.  Kasih menjadi melodi puncak yang mengiringi setiap langkah laku kita. Dalam dan bersama KASIH hidup kita menemukan momentum puncak, momentum penuh makna yang terus mengalir seiring hayat masih di kandung badan.

Melodi Kasih

Endapan melodi kasih
Runtuhkan ketertutupan jiwa
Saat aku berangan
Ingin menggapai diriMu
Sembari menyanyikan lagu merdu bersama-sama
betapa rindu hatiku
untuk menyampaikan melodi ini
padamu ibu pertiwi
padamu ibuku
padamu Sahabatku
padamu Kekasihku. Selalu.

             Singapura, 20 Juni 2000

Kelima belas sosok sahabat yang sudah kita baca bersama di Kompasiana ini mendorong kita untuk menyambut sebelas sosok sahabat yang belum dan akan datang ke dalam hidup kita. Kita nantikan bersama kesepuluh sosok yang lain itu dengan sabar di seri tulisan yang akan datang.

Terima kasih dan selamat membaca


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun