Tetapi ia belum berani untuk mendekat dan menanyakan mengapa Ainsi menangis. Suatu ketika saat mereka sama-sama menuju kamar mandi, Chintia menegurnya dan berkata, "Ainsi, nanti pulang sekolah aku ingin numpang motormu. Motorku rusak, dan kebetulan kita sejalan. Bolehkah?" Ainsi dengan sedikit kaget menjawab, "Boleh...tentu saja boleh", aku senang kamu mau ikut sama aku."Â
Sejak saat itu mereka berdua bersahabat dan Ainsi sedikit demi sedikit mulai membuka diri pada teman-teman sekelas lainnya. Kehadiran Chintia sebagai sahabat telah menyadarkannya, bahwa tidak hanya dia yang memiliki persoalan. Tapi persoalan tidak harus membuatnya tertutup dan menghindar dari teman-temannya.Â
Ketika seseorang sedang menghadapi persoalan, kehadiran seorang sahabat sangatlah membantu. Meski tanpa kata-kata, tapi bahwa dia tahu kita ada bersamanya, kita bersimpati dan berempati dengan persoalan, sudah menjadi kekuatan tersendiri.Â
Dia merasa mendapatkan dukungan bahwa dia tidak seorang diri menanggung bebannya. Dia tidak berjalan seorang diri. "Tenang, sobatku, aku bersamamu. Apapun yang kamu alami, aku akan selalu bersamamu." Itulah arti dukungan seorang sahabat. Bukankah kata bijak menyatakan bahwa "Pertolongan (kehadiran, sapaan, sentuhan, senyuman bahkan tangis bersama), meski kecil sekalipun, sangat bermanfaat bagi yang membutuhkan." (abje)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H