Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

TAPERA: Tabungan Perumahan atau Penderitaan Rakyat?

29 Mei 2024   12:12 Diperbarui: 29 Mei 2024   12:28 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TAPERA: Tabungan Perumahan atau Penderitaan Rakyat?

Membaca Secara Kritis Negatif Kebijakan Ini

Habis UKT muncul Tapera. Habis kontroversi muncullah solusi atau hanya peredam gejolak penolakan? UKT tidak jadi dilaksanakan, TAPERA menanti di emperan kecemasan. Entah apalagi yang akan muncul demi menghiasi laman gerundelan massa? Apa sesungguhnya yang dikehendaki pemerintah dengan aneka peraturan semacam ini? Patah tumbuh hilang berganti, tak peduli penuh kontriversi. Apalagi sih yang mau disasar oleh pemerintah? Mengapa tidak membuat program perumahan rakyat yang semuanya dibiayai oleh negara karena ini terkenal lemah ripah loh jinawi, bangsa yang penuh kolam susu seperti kata Koes Ploes? Atau urus saja para ASN yang gajinya jelas sehingga mereka boleh mengikuti program semacam ini? Apa hubungannya karyawan swasta yang ngos-ngosan bekerja dengan gaji yang pas-pasan masih urusi tabungan perumahan? Untuk kebutuhan pokok lainnya saja kembang kempis kok mau buat aturan tentang perumahan rakyat? Lebih baik negara menyediakan perumahan untuk rakyat tanpa embel-embel tabungan.

Sejumlah litani tanya ini hanyalah bermaksud agar kita kritis bahkan melihat sisi negatif (kelemahan) dari sebuah kebijakan. Jangan sampai seperti kasus-kasus tabungan lainnya yang ujungnya menjadi tidak jelas. Saya bukannya pesimis terhadap program dan janji manis semacam ini, tetapi kita mestinya makin kritis melihat setiap geliat kebijakan public yang seringkali berakhir tidak jelas, bahkan hanya berjangka lima tahunan seiring dengan pergantian elit kekuasaan.

Kebijakan yang terkesan asal ada, setelah ditentang secara massal lalu dibatalkan, kemudian ganti kebijakan baru sepertinya makin akrab di negeri ini. Apakah model kerja yang menghabiskan dana rakyat segitu banyak hanya menghasilkan kebijakan yang tambal sulam, buat dulu baru dibatalkan, diramaikan dulu baru diredam? Kita kok semakin sering diperlihatkan hal-hal konyol macam ini. Keputusan untuk hajat hidup orang banyak seperti dibuat main-main saja. TERLALU.

Kompas.com pada tanggal 03/06/2020 telah menulis sebuah artikel tentang perumahan rakyat. https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/03/190000865/sejarah-program-perumahan-rakyat-dari-zaman-sukarno-hingga-jokowi

(sumber: Kompas.com)
(sumber: Kompas.com)

Programnya Baik Sih, Tapi...

Pemerintah menghadirkan berbagai program seperti UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) dengan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan dan prioritas pemerintah pada waktu tertentu. Di bawah ini adalah beberapa tujuan yang mungkin menjadi motivasi di balik peraturan semacam ini:

Pertama, Aksesibilitas dan Kesetaraan. Program seperti UKT mungkin bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan tinggi dengan mengurangi beban biaya pendidikan bagi mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Meski sesungguhnya membebani rakyat sehingga ditolak. Sebaliknya, program Tapera mungkin ditujukan untuk memberikan akses lebih mudah ke perumahan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah atau menengah.

Kedua, Peningkatan Kesejahteraan Sosial. Program-program tersebut juga dapat dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan memberikan akses pendidikan yang lebih baik atau akses lebih mudah ke perumahan, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Ketiga, Pengentasan Kemiskinan. Salah satu target utama dari program-program ini mungkin adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial. Dengan memberikan akses lebih baik ke pendidikan dan perumahan, diharapkan dapat membantu masyarakat keluar dari lingkaran kemiskinan.

Keempat, Penggerak Pertumbuhan Ekonomi. Investasi dalam pendidikan dan perumahan juga dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang dalam pertumbuhan ekonomi. Mahasiswa yang mendapat pendidikan yang baik diharapkan dapat menjadi tenaga kerja yang lebih produktif, sementara kepemilikan rumah dapat menjadi modal untuk pembangunan ekonomi lokal.

Kelima, Penguatan Sumber Daya Manusia. Program-program seperti UKT dan Tapera juga bertujuan untuk memperkuat sumber daya manusia suatu negara. Dengan memberikan akses pendidikan yang lebih baik dan memfasilitasi kepemilikan rumah, diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang lebih terdidik dan mandiri.

Pemerintah merancang berbagai peraturan dan program dengan tujuan-tujuan sebagai bagian dari upaya mereka untuk mencapai pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun ada berbagai program yang diluncurkan, fokus utama pemerintah dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tantangan dan prioritas yang dihadapi oleh masyarakat dan negara secara keseluruhan. Seringkali kebijakannya bagus tapi lemah eksuksinya.

(sumber: greenibs.com)
(sumber: greenibs.com)

Beban atau Solusi bagi Karyawan?

Satu pertanyaan menggelitik yang patut diajukan adalah, "Apakah program TAPERA ini sungguh solusi atau cuma cara mengikat karyawan agar terus bekerja hingga lunas?" Apakah pemotongan gaji karyawan tidak menjadi sebuah "bom" yang akan meledak sewaktu-waktu karena karyawan merasa terbebani oleh gaji sudah kecil masih dipotong untung tapera? Apakah karyawan akan terus bertahan di perusahaan hanya karena tersandera oleh potongan tapera? Apakah pemilik perusahaan akan menyediakan sumber lain tanpa mengurangi beban gaji karyawan yang memang sudah kecil?

Meski program Tapera memiliki tujuan utama untuk memberikan akses lebih mudah ke perumahan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah atau menengah, pemerintah perlu mencari terobosan lain dari potong gaji karyawan. Apakah perusahaan dan karyawan akan setuju? Jangan sampai ketika terjadi banyak penolakan, program atau kebijakan ini akan dianulasi seperti UKT?  

Tentu kita tidak menafikan bahwa Tapera bertujuan untuk pertama, Meningkatkan Akses Perumahan. Bagi sebagian masyarakat dengan pendapatan rendah atau menengah, sulit untuk memenuhi persyaratan kredit perumahan dari bank. Program Tapera dapat menjadi solusi dengan menyediakan alternatif untuk mengumpulkan dana secara berkala melalui iuran bulanan, sehingga memungkinkan mereka untuk membeli atau membangun rumah tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pinjaman bank.

Dan kedua, Investasi Jangka Panjang. Program Tapera juga dapat dilihat sebagai solusi karena memberikan kesempatan kepada peserta untuk menabung secara berkala dalam jangka panjang. Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membeli atau membangun rumah di masa depan, atau sebagai investasi untuk keperluan pensiun atau perlindungan sosial.

Kedua, Perlindungan Sosial. Selain untuk keperluan perumahan, dana yang terkumpul di Tapera juga dapat digunakan untuk perlindungan sosial, seperti dalam situasi kehilangan pekerjaan atau kebutuhan mendesak lainnya. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk lebih siap menghadapi risiko ekonomi yang tidak terduga.

Sedangkan bagi karyawan selain sebagai solusi bisa juga sebagai cara untuk mengikat karyawan. Ada dua beban yang mungkin akan mereka pikul. Pertama, Kewajiban Iuran Bulanan. Bagi sebagian pihak, program Tapera mungkin dianggap sebagai cara untuk mengikat karyawan agar terus bekerja hingga lunas. Karena iuran Tapera biasanya merupakan potongan langsung dari gaji bulanan, hal ini dapat dianggap selain sebagai komitmen jangka panjang yang memotivasi karyawan untuk tetap bekerja di tempat yang sama, bisa juga sebagai beban bulanan yang menguras pemikiran.

Kedua, Keterbatasan Akses Dana. Dalam beberapa kasus, karyawan yang berpartisipasi dalam program Tapera mungkin merasa terikat untuk terus bekerja agar dapat mengakses dana yang telah mereka setorkan. Meskipun dana tersebut dapat digunakan untuk keperluan perumahan di masa depan, keterbatasan akses dan pembayaran yang hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu dapat dianggap sebagai kendala yang memberatkan. Ibarat maju kena mundur kena. Maju terus akses dana terbatas, mau mundur sudah ada sebagian dana yang terpotong, sementara perumahan yang dijanjikan belum juga dimilikinya.

Tabungan perumahan rakyat seharusnya dirancang untuk membantu masyarakat Indonesia memiliki akses yang lebih mudah untuk memiliki rumah. Namun, bagi karyawan swasta, terkadang ini dapat menjadi beban tambahan karena berarti adanya potongan gaji bulanan untuk pembayaran tabungan tersebut.

Beberapa karyawan mungkin merasa terikat untuk bekerja lebih lama di perusahaan karena tabungan perumahan rakyat dapat menjadi salah satu insentif yang ditawarkan oleh perusahaan. Mereka mungkin merasa perlu untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut agar tidak kehilangan manfaat dari tabungan tersebut.

Namun, penting untuk diingat bahwa memiliki rumah adalah investasi jangka panjang yang penting untuk stabilitas finansial di masa depan. Oleh karena itu, meskipun tabungan perumahan mungkin memerlukan pengorbanan finansial saat ini, memiliki rumah dapat memberikan keamanan dan kestabilan finansial di masa depan.

Pemerintah dan perusahaan sebaiknya mempertimbangkan bagaimana menyusun program tabungan perumahan rakyat agar tidak memberikan beban yang terlalu besar bagi karyawan, sambil tetap memberikan insentif yang cukup untuk mendorong mereka untuk berinvestasi dalam kepemilikan rumah. Ini bisa melibatkan opsi seperti tingkat kontribusi yang fleksibel, atau insentif tambahan untuk karyawan yang memilih untuk meninggalkan perusahaan sebelum jangka waktu tertentu tetapi tetap mempertahankan tabungan mereka untuk rumah.

Kita berharap bahwa TAPERA sungguh hadir sebagai Tabungan Perumahan Rakyat dan bukan Tabungan Penderitaan Rakyat. Sebuah tabungan yang memberi solusi bagi rakyat untuk memiliki rumah dan tabungan hari tua (tabungan pensiun). Semoga Tapera tidak menggantikan polemic baru seperti UKT, yang tiba-tiba dihentikan setelah menterinya dipanggil presiden, sehingga memberi kesan itu menjadi program menteri bukan program presiden (kan tidak ada visi dan misi menteri, adanya cuma visi dan misi presiden). Tulisan yang terkesan negatif ini hanyalah sebuah sisi lain dari cara membaca dan mengantisipasi rasa kecewa kita sebagai rakyat terhadap berbagai kebijakan negara yang terkesan asal-asalan: asal ada lalu asal dihentikan.

Tidak ada urgensinya karyawan punya rumah. Orang bisa menyewa dan mengontrak saja sesuai kebutuhan dan kesediaan saku alias kemampuan finansialnya. Pemerintah jangan latah berlindung di balik undang-undang dengan "gelontorkan" program tabungan penderitaan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun