Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menulis Tanpa Rasa Takut

24 Mei 2024   10:18 Diperbarui: 24 Mei 2024   10:55 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENULIS TANPA RASA TAKUT 

Semalam saya menjadi moderator sebuah pelatihan menulis untuk Paguyuban Brayat Minulya Nusantara (PBMN), sebuah paguyuban bagi para mantan calon imam yang pernah tergabung dalam sebuah Kongregasi yang sama, pernah tinggal dan mengalami formasio dalam spiritualitas yang sama. Meski beda generasi (ada generasi yang sudah kakek-kakek ada juga generasi Z yang baru saja memutuskan berhenti) kami membangun sebuah kebersamaan dengan semangat yang sama: menjadi Sedulur meski sudah terpencar dalam aneka panggilan hidup yang dijalani. Pelatihan dengan tema "Menulis Tanpa Rasa Takut" dibawakan oleh seorang guru yang sangat aktif dalam dunia literasi. St. Kartono, begitu namanya. Nama yang tidak asing di kalangan pembaca Kompas karena namanya sering muncul dengan tulisan bertemakan pendidikan. 

Saya mengawali pengantar dengan mengutip dua penulis terkenal, James Pennenbaker dan Fatima Mernisi. Dr. James Pennenbaker, seorang psikolog yang meneliti tentang upaya membuka diri terhadap kesehatan fisik menulis sebuah buku "Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions" menyatakan bahwa "Orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh temeh." Pada kesempatan lain dia juga menulis, "Menulis tentang hal-hal yang negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega."

Fatima Mernisi, perempuan asal Maroco, penulis buku: "Woman's Rebellion and Islamic Memory"/yang diterjemahkan dan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh penerbit Mizan dengan judul Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita dalam Sejarah Muslim pernah menulis demikian, "Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaaftnya yang luar biasa. Dari saat Anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata Anda akan segera lenyap dan kulit Anda akan terasa segar kembali."

(sumber: jobsinfopedia.blogspot.com)
(sumber: jobsinfopedia.blogspot.com)

Apa Sih Untungnya Menulis

Pertama, Mengatasi Ketidaktahuan: Jika Anda tidak meminta, Anda tidak mendapatkan, tidak mencari maka tidak menemukan. Anda tidak mencari tahu, maka tetap tidak tahu. Seorang penulis adalah seorang pembaca, maka dia akan membaca banyak untuk mengatasi ketidaktahuannya. Setelah tahu dia akan menuliskan dan membaginya kepada orang lain.

Kedua, Mengelola Kepercayaan yang Mengekang dan Tidak Tepat: Menulis menjadi alat penyaring sehingga apa saja yang kita terima kita peras dan kita pilih yang terbaik untuk diri kita. Menulis menjadi semacam filter bagi kita untuk menyaring mana yang pantas dan tidak untuk dibagikan, dengan pilihan diksi yang tidak menyinggung orang lain. Menulis itu butuh toleransi sikap dan mengendalikan diri (mengekang) atas hal-hal yang tidak perlu.

Ketiga, Mengendalikan Rasa Takut: Seringkali orang mengira bawah menulis itu hanya untuk orang terpelajar, para akademisi, takut karena menulis perlu modal besar dan pengetahuan luas. Pak St. Kartono akan membantu kita memperdalam apa dan bagaimana menulis tanpa rasa takut. Takut terhadap diri sendiri: merasa tidak mampu, takut ditolak, tulisan jelek. Takut terhadap orang lain: takut disanggah (terus aku harus jawab apa?), takut jadi kontroversi, dll.

Keempat, Memperbaiki Perasaan Kurang Menghargai Diri Sendiri: dengan menulis kita akan melihat betapa berpotensinya diri kita, banyak gagasan yang tersimpan dalam diri kita, ternyata kita ini berharga. Setiap orang memiliki kekayaan intelektual dan nurani yang layak dibagikan kepada orang lain.

Kelima, Mengusir Rasa Gengsi: Menulis membantu kita mengatasi "sok" tahu kita. Menulis membuat kita lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu dan membuat kita lebih bijakana. Kalau bicara secara lisan kita bisa merasa tahu segala hal, tetapi dengan menulis kita semakin bisa mengukur sejauh mana pengetahuan saya terhadap sesuatu. Kita lalu terdorong untuk banyak membaca. Sebab membaca adalah sahabat paling intim dari menulis.

(pinterest.com)
(pinterest.com)

Menulis Tanpa Rasa Takut = Berani

Kutipan dari Pennenbaker dan Mernisi dan lima keuntungan menulis (dari Pennenbaker juga dan dari pengalaman penulis selama ini) dipakai sebagai pemantik atas tema yang akan dibawakan oleh Mas St. Kartono. Melalui berbagai pengalaman menulis dengan berbagai tema yang tidak jauh dari dunia pendidikan (karena dia seorang guru) setidaknya ada tujuh point yang diungkapkan, antara lain:

Pertama, Menulis Tanpa Takut: Menulis dengan Berani: ditolak, disanggah, kontroversi (karena benar), tidak takut jelek.

Kedua, Berani Sederhana: menulis dengan tema-tema sederhana. Melalui tulisan dengan judul "Menjadi Guru yang Gembira" pada Hari Guru, hendak menegaskan tema yang sederhana namun actual hari tertentu yang dirayakan akan menggugah pembaca untuk ikut menikmatinya.  

Ketiga, Berani Menempuh Arus: Ketika sebuah persoalan sedang ramai dibicarakan secara public, kita bisa hadir dengan tulisan-tulisan yang solutif, meski kadang kontroversi bagi pihak-pihak yang tersinggung. Demi sebuah kebaikan bersama, menulis kadang perlu untuk menyentil dan jalan keluar. Tulisan di Kompas berjudul "Sertifikasi Guru (Memang) Bukan Jaminan Kinerja" malah membuat tunjangan sertifikasi guru langsung cair. 

Keempat, Berani Jernih: Menghadapi sebuah masalah yang sedang viral, seorang penulis perlu berani jernih, artinya tidak ikutan merajam jika tidak tahu persoalan. Penulis perlu mengetahui duduk perkaranya. Tulisan berjudul "Mudahnya Mengoknumkan dan Mendaku" memperlihatkan betapa masyarakat sering menghakimi jika seseorang berbuat salah (dan kesalahan pribadi itu bisa merembet ke keluarganya, sekolah masa kecilnya, agamanya, dll). Tetapi jika seseorang berbuat baik, lalu orang dengan mudah mengklaim itu bagian dari kita (karena kesalehan, kebaikan, agamanya, sekolahnya, dll). Penulis perlu hadirkan sesuatu yang TAK DIPIKIRKAN orang sebagai sebuah solusi.

Kelima, Berani menghadirkan kekayaan (sebagai umat katolik): Ada banyak kekayaan dalam diri gereja, dalam diri para pakar katolik (Rm van Lith, Rm Dyiarkara, Rm Dick Hartoko, Rm Mangun, Rm Haryatmoko, Frans Seda, IJ Kasimo, Mgr. Sugyopranata, Rm Wim van der Weiden, Rm Veuger, Rm Aturo Sosa SJ, Pater Berthier, dll) yang bisa tonjolkan pemikiran mereka kepada public. Public perlu tahu ada orang-orang katolik hebat yang berbicara tentang pendidikan, ekonomi, politik, dll, tanpa harus kita mengagung-agungkan kekatolikan mereka. 

Keenam, Berani berbeda dari arus besar masyarakat: Ketika orang tidak bisa membedakan dua hal yang memang berbeda seperti Kritis dan Ceriwis, seorang penulis perlu hadir dan memberikan pencerahan. Itulah panggilan profetis seorang penulis. Seorang penulis perlu melihat APA masalah yang sedang dihadapi masyarakat sebagai TOLAKAN IDE, lalu meng-EVALUASI: membandingkan, kasus serupa, data lain, konkretnya apa, dan terakhir memberikan SOLUSI: berpihak pada persoalan, menginspirasi pembaca untuk keluar dari persoalan atau memberikan PENEGASAN kepada pembaca bahwa persoalan itu layak atau tidak menjadi milik public. Ini sudah merupakan sebuah kerangka menulis Opini atau Esai.

Ketujuh, Berani menyemai cara berpikir: belajar dari orang lain: Seorang penulis perlu juga bersikap rendah hati untuk belajar dari orang lain, dari komunitas atau bahkan dari orang yang tidak sepemahaman.

Diselingi beberapa pertanyaan dari peserta seputar dampak dari menulis (baik ekonomis berupa honor dan psikologis berupa rasa puasa, rasa senang, banyak teman ada juga rasa takut karena membuat pihak-pihak tertentu merasa tersinggung (setelah membaca tulisan) biasanya karena isi tulisan itu benar dan berhasil "menelanjangi" pihak-pihak tertentu yang memang tidak melakukan tugasnya dengan semestinya (sehingga layak dikritik). Para peserta bersepakat untuk menulis satu tulisann tema wajib dan 2 tulisan tema pilihan sehingga bisa menerbitkan dua buku sekaligus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun