Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tiga Jalan kepada Tuhan dan Sesama

21 Mei 2024   11:28 Diperbarui: 21 Mei 2024   12:35 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.jagokomsos.org/santa-elizabeth/

Tiga Jalan Kepada Tuhan dan Sesama

Refleksi Bulan Maria

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Per Mariam: Jalan Pintas

Setiap kali mau menulis tentang Bunda Maria, pengalaman masa kecil ketika mempersiapkan diri untuk menerima Komuni Pertama ini selalu hidup kembali. Sekali waktu dalam sebuah perayaan ekaristi, seorang nenek ditanya mengapa ia begitu khusyuk doa kontas/rosario. Dengan penuh percaya diri dia menjawab bahwa kalau melalui seorang ibu lebih cepat, mengapa harus lewat seorang anak? Bukankah Ibu Maria lebih paham apa yang dibutuhkan anaknya?

Cara berpikir nenek yang sederhana namun penuh iman ini bukan karena dia tidak percaya atau tidak tahu tentang Tuhan Yesus. Sang nenek dengan pengalaman keibuannya mencoba "melewati jalan pintas" untuk menuju Yesus. Jadi baginya segala sesuatu yang akan dimohonkan (tentu saja syukur dan pujian juga) cukup melalui Sang Ibu. Dan itu akan sampai juga kepada Sang Anak. Praktek seperti nenek ini masih umum terjadi hampir di seluruh dunia, orang-orang tua lebih khusyuk berdoa rosario selama perayaan ekaristi.

Jalan pintas ini hanyalah sebuah gambaran bahwa betapa pentingnya peran Ibu Maria dalam hidup umat Katolik. Beruntunglah orang katolik yang memiliki "jalan pintas" untuk menuju Allah. Tetapi jalan pintas ini bukanlah jalan konspirasi atau kolusi dan nepotisme. Ini sebuah jalan iman yang dipahami secara sederhana, namun mendalam maknanya.

 

https://www.facebook.com/1463466120646477/photos/a.1504037039922718/1504036966589392/?type=3
https://www.facebook.com/1463466120646477/photos/a.1504037039922718/1504036966589392/?type=3

Per Mariam: Jalan Kepekaan 

Setelah jalan pintas, kita mencoba menemukan jalan lain yang mengantar kita kepada Tuhan Yesus. Dalam pernikahan di Kana, Bunda Maria yang sangat peduli dengan keadaan dapur, begitu tanggap akan kegelisahan keluarga yang berpesta. Mereka kekurangan anggur. Wah gawat, mau taruh di mana muka mereka jika anggur pesta habis? Mereka tentu akan jadi sasaran ejekan dan hinaan para undangan.

Kepekaan seorang ibu teruji. Bunda Maria mendekati Putranya dan melaporkan situasi. Mereka kehabisan anggur. Tetapi apa jawab Yesus? "Mau apakah engkau dari pada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba" (Yoh 2:4). Bunda tidak peduli dengan penolakan Yesus, tetapi malah berkata kepada para pelayan."Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" (Yoh 2:5)

Sebagai ibu, Bunda Maria lebih peka lahir dan batin atas kemampuan Putranya. Ia begitu yakin, Putranya bisa melakukan apa yang ia rasakan. Dan rupanya, jika kita menalar secara logis, benarlah bahwa kepercayaan sang ibu pada Sang Anak justru menumbuhkan rasa percaya diri-Nya untuk segera melakukan kehendak Allah yang menjadi tujuan hidup-Nya.

Peran Maria dalam pesta di Kana bukan semata-mata soal anggur secara fisik, tetapi terutama soal iman dan keyakinannya sebagai hamba Allah yang dipercayai untuk menyiapkan diri Sang Anak. Ibu Maria tanggap bahwa inilah saatnya Kerajaan Allah mulai menjadi prioritas Sang Anak. Apa yang dapat kita pelajari dari sikap Bunda Maria ini? Kehadiran fisikal dan terutama sentuhan spiritual (batin) sang Ibu pada Anak membangkitkan rasa percaya diri dan kesanggupan sang Anak.

Begitu juga dalam kehidupan kita. Cinta dan dukungan spiritual seorang ibu dalam keluarga sangatlah penting untuk selalu hadir dan memberi peneguhan kepada seluruh anggota keluarga. Kekuatan doa seorang akan menguatkan cinta anak-anaknya kepada Bunda Maria.

https://www.jagokomsos.org/santa-elizabeth/
https://www.jagokomsos.org/santa-elizabeth/

Per Mariam: Jalan Perjumpaan 

"Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya." (Yoh 19:25-27)

Betapa tergoncangnya hati seorang ibu menyaksikan penderitaan anaknya. Hatinya tercabik-cabik dan tersayat mengiringi penderitaan sang anak. Demikian juga pada tragedi penyaliban Tuhan Yesus, kita menyaksikan sebuah adegan mengharukan, Yesus berjumpa dengan ibu-Nya.

Perjumpaan Yesus dengan ibu-Nya sungguh suatu perjumpaan dukacita yang menggetarkan jiwa. Ya suatu dukacita yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata selain tatapan mata tanpa suara, tanpa kata, namun penuh makna dalam tatapan mata yang beradu pandang. Tatapan mata bunda Maria mengandung semangat yang semakin menguatkan Yesus untuk menyelesaikan perjalanan salib-Nya. Hati Maria hancur. Jiwa keibuannya remuk. Hati keibuannya sobek terluka oleh sebilah pedang kepedihan, saat memandang Puteranya diperlakukan sebagai penjahat. Namun... betapa pun menderita dan terlukanya Maria, tragedi Salib harus tetap diselesaikan oleh Puteranya.

Air mata Maria pada jalan salib ini bukan simbol kelemahan seorang wanita. Tapi lebih dari itu, air mata Maria adalah tanda keprihatinan dan solidaritasnya bagi kita anak-anaknya. Maria menangisi keluarga-keluarga yang pecah dinding bahteranya. Maria menangisi kelakuan para suami atau bapak keluarga yang menelantarkan anak dan isterinya. Maria menangisi para ibu yang melahirkan lalu membuang anaknya di tempat sampah. Maria menangisi para ibu yang menyiksa darah dagingnya sendiri sampai mati, mereka yang membunuh atau mengaborsi anak kandungnya sendiri. Maria menangisi anak-anak yang kehilangan orangtuanya. Maria menangisi para wanita yang menjadi korban pemerkosaan, penjualan/perdagangan dan perbudakan seks komersial. Maria menangisi mereka yang tak pernah ditangisi oleh siapapun di dunia ini. Inilah air mata Bunda Maria untuk kita setiap kali kita memanggul salib hidup kita.

Maria adalah ibu kita, maka janganlah kita ragu untuk meneladani dan memohon bantuannya. "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau" (Yes 49:15).

Akhirnya, per Mariam ad Jesum mengantar kita pada tiga pilihan jalan yang ketiganya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketika kita memilih salah satunya, kedua jalan yang lain akan kita lalui juga dalam kehidupan beriman kita.

Semoga setiap kali kita menyambut bulan Oktober atau bulan Rosario kita semakin sering untuk mendekati dan bersimpuh di bawah kaki Bunda Maria yang seakan tiada habisnya mengalirkan roh dan semangat untuk mencintai Kristus dan gereja-Nya. Bagi yang masih memiliki ibu, hormatilah, rawatlah mereka dengan sepenuh cinta. Karena dari mereka selalu mengalir rahmat dan berkat Allah yang mereka pohonkan bagi kita. Bagi yang sudah meninggal, mari tak jemu-jemunya kita membawa mereka dalam doa kita, mohonkan kedamaian abadi sekaligus mohon doanya bagi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun