JALAN KE PUNCAK SYUKUR
Sebuah Pengalaman Pribadi sebagai Editor
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Bagi yang setia pada proses: keindahan dan syukur yang berlimpah hanya bisa diperoleh setelah berjibaku melalui berbagi rintangan, terutama rintangan untuk menahan diri tidak terjebak pada hasil yang instant, yang siap saji dan langsung jadi, yang tidak perlu terengah-engah mengupayakannya. Perlu banyak cucuran keringat dan air mata. Perlu matiraga terhadap berbagai keinginan diri, termasuk keinginan untuk menyerah di tengah jalan.
Bekerja untuk ikut mencerdaskan bangsa - melalui penulisan dan penerbitan buku - memang tidak boleh setengah-setengah, termasuk mendampingi para calon penulis haruslah dengan sepenuh hati dan kesabaran. Dan buah dari pendampingan adalah kemandirian dari yang didampingi/dibimbing itu sendiri. Sebab apalah artinya kerja keras kalau membiarkan mereka tidak berkembang sementara mereka sudah menginvestasikan banyak baik tenaga dan uangnya.
Bekerja sebagai seorang editor itu bekerja di jalan sunyi, bekerja di balik layar, bekerja di balik nama penulis. Kesunyian kerja itu bukanlah kesia-sian, bukanlah keterpaksaan. Membiarkan diri semakin kecil dalam kesunyian dan membesarkan penulisnya dalam keramaian di hadapan pembacanya adalah bagian dari upaya mencapai kepuasan batiniah yang tidak bisa diukur dengan nominal uang. Meski kita bekerja untuk uang, tetapi kebahagiaan dan kepuasaan seorang editor ataupun juga seorang penulis bukanlah pada uang itu sendiri. Kecuali orang yang menghambakan diri dan hidupnya bagi dan demi uang.Â
Karena jika demikian, seberapa pun uang yang dimiliki, dia tetaplah tidak akan terpuaskan secara batiniah. Seorang editor yang baik dia akan mengundurkan diri ketika penulis dampingannya dipuja puji, tetapi dia akan maju paling depan membela jika penulisnya jadi sasaran caci maki. Kecuali kalau penulis menipunya dalam hal originalitas karyanya. Jika demikian, sang penulis layak dibiarkan sendirian karena dia sendiri telah "membutungkan" jarinya sendiri dengan tindakan plagiat dan tidak jujur.
Selain itu, sejauh yang saya alami, kebahagiaan terbesar adalah bukan karena memuluskan seorang penulis yang sudah "BISA" (bisa menulis dan bisa menghadirkan dirinya) tetapi terutama ketika orang yang sejak awal merasa pesimis, orang yang terbelenggu kata TIDAK BISA lalu kemudian bermetamorfosis menjadi seorang yang SERBA BISA dalam menulis dengan style dirinya, dengan kedalaman refleksi yang mumpuni. Seorang yang tulisan-tulisannya selalu dinantikan karena menginspirasi dan mengedukasi sesamanya.
Mengakhiri catatan ini saya ingin menegaskan (paling kurang untuk diriku sendiri), bekerja, melayani, menulis, mengedit atau apapun itu, jika dikerjakan dengan penuh passion, hasrat dan niat, akan membawa kita menuju puncak syukur. Ya syukur bisa berguna bagi sesama, meski amat kecil berperan.
Para Kompoasianer sejauh ini sudah dan sedang menuju puncak syukur karena ikut menjadi agen perubahan, agen pendidikan yang ikut mencerdaskan sesamanya melalui karya-karya tulisnya yang bernas dan bermutu.