Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Kecerdasan Artifisial dan Kebijaksanaan Hati

12 Mei 2024   09:26 Diperbarui: 12 Mei 2024   09:33 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: mirifica.net)

KECERDASAN ARTIFISIAL DAN KEBIJAKSANAAN HATI:
Menuju Komunikasai Yang Sungguh Manusiawi

(Memaknai Pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sedunia ke-58 pada 12 Mei 2024)

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Komunikasi Sedunia ke-58, yang dikeluarkan di Roma pada 24 Januari 2024 menyoroti tentang Kecerdasan Artifisial (AI) yang dimiliki teknologi ciptaan manusia dan Kebijaksanan Hati milik manusia yang meliputi kecerdasan inteligensia, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Paus Fransiskus menyoroti pentingnya kebijaksanaan hati dalam menghadapi perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan bagaimana kita dapat menuju komunikasi yang sungguh manusiawi dalam konteks ini. (secara lengkap pesan Paus dapat dibaca di link ini: https://www.mirifica.net/pesan-paus-fransiskus-pada-hari-komunikasi-sedunia-ke-58/).

Paus Fransiskus menekankan bahwa meskipun kecerdasan buatan dan teknologi membawa manfaat yang besar, namun kita harus tetap berhati-hati terhadap dampak sosial, moral, dan etisnya. Paus menyerukan agar kita tidak hanya memikirkan bagaimana teknologi dapat meningkatkan kenyamanan hidup, tetapi juga bagaimana kita dapat menggunakan teknologi dengan bijak untuk mempromosikan kesejahteraan bersama dan menghormati martabat manusia.

Paus Fransiskus juga menekankan bahwa dalam menghadapi perkembangan teknologi seperti AI, penting untuk tidak kehilangan kepekaan manusiawi dalam komunikasi kita. Meskipun teknologi dapat memfasilitasi komunikasi, kita tidak boleh kehilangan rasa empati, kejujuran, dan pengertian terhadap orang lain. Oleh karena itu, dia mungkin akan mendorong kita untuk terus memperkuat keterampilan komunikasi manusiawi seperti mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan kelembutan, dan menghargai keberagaman perspektif.

Tak bisa kita pungkiri, akhir-akhir ini di media sosial bertebaran aneka hoax dan berita-berita yang "melemahkan" rasa kemanusiaan kita. Bullying melalui medsos begitu ramai mewarnai kehidupan kita. Rasa hormat akan pribadi, kejujuran dan keadilan seakan terkikis di ujung jari-jari kita yang menari di aneka aplikasi medsos.

Dalam pesannya, Paus Fransiskus juga akan menegaskan pentingnya nilai-nilai seperti kasih sayang, hormat, dan keadilan dalam komunikasi kita, terlepas dari kemajuan teknologi. Paus mengajak kita untuk menjadikan hati sebagai panduan dalam berkomunikasi, sehingga kita dapat menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih manusiawi, inklusif, dan membangun.

(sumber: mirifica.net)
(sumber: mirifica.net)

Komunikasi Yang Manusiawi

Sejak saya mengalami kecelakaan dan proses pemulihan selama hampir kurang 65 hari, dua kali saya mengirimkan tugas refleksi kepada siswa-siswa saya. Tugas itu setara dengan dua kali ulangan harian. Dari 15 siswa yang mengerjakan dan mengirimkan hasilnya hanya 1 orang. Minggu berikutnya saya ulangi lagi. Hasilnya hanya 1 yang kirim. Saya tidak mengontak siswa-siswa itu secara pribadi lewat pesan di WAG ataupun pribadi. Namun saat saya mulai masuk ke kelas (7 Mei 2024 lalu), saya mulai bertanya secara pribadi dan memperhatikan jawaban mereka. Lalu saya meminta mereka untuk mengerjakan kembali tugas itu. Dan mereka selesaikan saat jam pelajaran. Nampaknya siswa tidak membutuhkan tugas, mereka hanya membutuhkan kehadiran saya sehingga bisa berkomunikasi secara langsung, dari hati ke hati antara guru dan murid, antara seorang ayah dengan seorang anak, seorang kakak dengan seorang adik. 

Menuju komunikasi yang sungguh manusiawi melibatkan kesadaran akan perasaan, kebutuhan, dan pengalaman orang lain. Ini berarti mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi, dan berusaha memahami perspektif orang lain dengan empati. Selain itu, komunikasi yang sungguh manusiawi juga memperhatikan bahasa tubuh, intonasi suara, dan ekspresi wajah, karena komunikasi tidak hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang bagaimana pesan disampaikan, bagaimana pilihan kata mewakili emosi dan perasaan yang disampaikan, bagaimana bahasa tubuh mengirimkan dan menerima pesan satu sama lain.

Sadar atau tidak, sejak pandemic covid-19, pola relasi kita yang awalnya face to face menjadi windows to windows, android to android. Jabatan tangan dan pelukan digantikan dengan salam ke udara tanpa rangkulan penuh empati. Bahasa dan kata yang tertulis dalam pesan singkat di WhatsApp dan messenger tak lagi mempedulikan reaksi penerima pesan, tak ada lagi sopan santun dan tata karma (yang menurut kita tidak beretika, padahal memang tuntutan zamannya sudah berbeda. Kita tidak bisa memperlakukan sama generasi sekarang dengan generasi 20 atau bahkan 40 tahun yang lalu.

Penting untuk menghindari konflik dan kebingungan dengan menyampaikan pikiran dan perasaan dengan jujur, tetapi dengan kelembutan dan penuh hormat. Menghargai perbedaan, membangun kepercayaan, dan menciptakan ruang untuk dialog yang terbuka juga merupakan bagian penting dari komunikasi yang manusiawi.

Selain itu, kesadaran akan kekuatan kata-kata dan dampaknya sangat penting. Kata-kata memiliki kekuatan untuk menyembuhkan atau melukai, oleh karena itu, penting untuk memilih kata dengan bijak dan mempertimbangkan efeknya pada orang lain. Menuju komunikasi yang sungguh manusiawi melibatkan upaya untuk terhubung dengan orang lain secara lebih dalam, menghormati perasaan dan perspektif mereka, serta berkomunikasi dengan kejujuran, kelembutan, dan penuh pengertian.

Keunggulan dan Kelemahan

Alangkahnya tidak adilnya jika kita hanya menyoroti sisi negatif dari kecerdasan AI atau keunggulan kebijaksanaan hati, atau hanya melihat keunggulan AI dan meremehkan kebijaksanaan hati. Baik AI maupun hati manusia memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri. Jika kita membaca aneka pertanyaan reflektif yang disodorkan Paus Fransiskus pada bagian-bagian akhir pesannya, kita bisa meringkas keunggulan dan kelemahan dua dunia (teknologi dan manusia).

Secara singkat kita dapat melihat keunggulan Kecerdasan Artifisial (AI). Pertama, AI dapat menganalisis data dalam skala besar dengan cepat dan secara objektif, membantu dalam pengambilan keputusan yang berbasis data. Kedua,AI dapat memberikan respons yang konsisten dan dapat diandalkan tanpa dipengaruhi oleh emosi atau perasaan. Ketiga, AI dapat mengotomatiskan banyak tugas rutin dan operasional, membebaskan waktu manusia untuk fokus pada tugas yang memerlukan kecerdasan emosional.

Di sisi lain, kita juga melihat kelemahan AI. Pertama, AI tidak memiliki kemampuan untuk merasakan emosi atau memahami konteks emosional dalam komunikasi manusiawi. Kedua, AI cenderung terbatas dalam kemampuan beradaptasi dengan situasi yang tidak terduga atau kompleks yang mungkin memerlukan pemahaman emosional. Ketiga, AI dapat mencerminkan bias yang ada dalam data pelatihan, menyebabkan hasil yang tidak adil atau diskriminatif.

Sekarang mari kita lihat keunggulan kebijaksanaan hati manusia. Pertama, kebijaksanaan hati memungkinkan manusia untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain, memfasilitasi komunikasi yang penuh empati dan pengertian. Kedua, kebijaksanaan hati memungkinkan manusia untuk beradaptasi dengan situasi dan individu secara lebih fleksibel, memungkinkan komunikasi yang lebih efektif. Dan ketiga, kebijaksanaan hati membantu dalam membuat keputusan yang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika, mempromosikan komunikasi yang bertanggung jawab dan berdasarkan nilai.

Sedangkan kelemahan kebijaksanaan hati manusia antara lain, Pertama, manusia cenderung dipengaruhi oleh emosi dan pengalaman pribadi dalam proses pengambilan keputusan, yang dapat mempengaruhi objektivitas. Kedua, manusia tidak selalu berhasil memahami secara akurat perasaan atau kebutuhan orang lain, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau konflik. Dan ketiga, kebijaksanaan hati memerlukan waktu dan energi untuk dikembangkan dan diterapkan, dan tidak semua orang memiliki keterampilan ini secara alami atau melalui pelatihan.

Akhirnya, semoga pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sedunia ini semakin menginspirasi kita untuk semakin bijak dan manusiawi memperlakukan sesame dalam komunikasi langsung maupun tidak langsung. Dalam menciptakan komunikasi yang sungguh manusiawi, penting untuk menggabungkan kecerdasan buatan dengan kebijaksanaan hati manusia. Kecerdasan buatan dapat memberikan analisis yang objektif dan efisien, sementara kebijaksanaan hati manusia membawa aspek empati, pengertian, dan nilai-nilai moral yang diperlukan untuk komunikasi yang berarti dan mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun