Sudah dua pekan Kakek berusaha 85 tahun itu tekun membongkar akar rumpun bamboo di samping rumahnya.Â
Setiap pagi mulai pukul 06.30 hingga 08.30 dan setiap sore pukul 16.00-17.30 ia tekun mencangkul, memotong, mengetuk, mencongkel rumpun dan dijemurnya dengan rapi, untuk kemudian dia berikan kepada seorang ibu tukang gudeg.Â
Betapa ia telaten dan setia melewati hari-hari tuanya, sembari menemani istrinya yang hanya bisa menonton apa yang dilakukan sang suami dari kursi roda. Anak-anak dan cucunya hanya sekali-sekali datang jenguk kedua lansia ini.
"Aku tidak bisa duduk diam. Badanku akan terasa sakit semua jika tidak bergerak, tidak ke sawah (dengan sepeda) atau tidak membuat aktivitas seperti menggali akar-akar bamboo ini," ujarnya ketika ditanya mengapa tidak duduk manis saja menikmati masa tua, menerima pensiunan setiap bulan, atau menunggu dikunjungi dan dibawakan makanan oleh anak dan cucu. Itu sudah sekian tahun silam.
Pendengarannya boleh saja bermasalah, tetapi tidak dengan tenaganya. Setiap hari ikat pinggang besar seperti punya hansip melilit erat di perutnya. Begitulah keseharian kakek yang kini sudah berusia 94 tahun, yang berencana akan meninggal saat usia 100 tahun.
Saya punya teman sesama driver ojol. Usianya sudah lebih dari 70 tahun. Ia masih sangat rajin melayani ojol mulai pagi hingga malam menjelang pukul 21.00 bahkan lebih.Â
Kala kami sedang menunggu pesanan masuk ke aplikasi yang ada di tangan, saya bertanya, "Mbah ngapain capai-capai cari uang dengan pekerjaan yang penuh risiko ini."Â
Dengan santai ia menjawab, "Ini hanya untuk isi waktu saja Mas. Di rumah cuma berdua sama istri. Anak dan cucu di luar kota. Kalau diam saja di rumah ya badan cepat sakit Mas.Â
Hitung-hitung ini buat rekreasi yang dibayar. Kalau dapat umpatan dari pelanggan, itu bonus melatih kesabaran. Kalau dipuji dan disenangi pelanggan, itu seperti vitamin A yang menyegarkan."Â