Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Litani Tanya Tentang Strategi atau Bagi Kue Kemenangan?

9 Mei 2024   18:17 Diperbarui: 9 Mei 2024   18:26 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi susunan Kabinet Dwikora (sumber: kompas.com)

LITANI TANYA TENTANG STRATEGI ATAU BAGI KUE KEMENANGAN?

Catatan atas Isu Penambahan Jumlah Menteri

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Dalam sejarah pemerintahan RI, jumlah menteri terbanyak ada pada pertama, masa demokrasi terpimpin Soekarno antara tahun 1964-1966 dalam Kabinet Dwikora 1 (27 Agustus 1954 -- 22 Februari 1966 sebanyak 110 orang, Kabinet Dwikora 2 (24 Februari 1966 -- 28 Maret 1966) sebanyak 132 orang. Kabinet ini bahkan belum seumur jagung dan Kabinet Dwikora 3 (28 Maret 1966 -- 25 Juli 1966) sebanyak 79 orang. Jadi total menteri yang pernah menjabat (termasuk mungkin orangnya sama dalam ketiga Kabinet itu sebanyak 321 orang. Kedua, pada masa pemerintahan Jokowi periode 2014-2019. Jumlah menteri ada 35 orang, pejabat setingkat menteri 8 dan wakil menteri 17 orang. Jadi total ada 60 orang. Belum lagi para direksi dan komisaris di sejumlah BUMN dan stat kantor kepresidenan, para menteri yang dirotasi dan diganti. Bila ditotal mungkin bisa sampai ratusan orang. (bdk. Wikipedia.org).

Apakah ini semua demi efisiensi kerja atau demi bagi-bagi kue kemenangan? Entahlah! Semuanya resmi tercatat dalam aneka nomenklatur yang sah bahkan nanti akan ada undang-undang dan perpres yang mengaturnya. Kalau zaman Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya masih bisa dimaklumi. Tentu Soekarno mencari orang yang memang bisa mendukung dia. Tetapi dalam masa setelah reformasi, apakah pemilihan menteri juga semata-mata sebagai orang yang bekerja untuk bangsa dan negara atau ada kepentingan lain? 

Era Pasca Jokowi II

Rencana penambahan jumlah menteri dalam kabinet baru bentukan Prabowo dan Gibran semakin ramai terdengar. Apakah tujuannya untuk efisiensi kerja bagi kesejahteraan rakyat atau untuk bagi-bagi kue kemenangan dengan partai pendukung?

Seperti banyak keputusan politik, tujuan penambahan jumlah menteri dalam kabinet bisa menjadi campuran dari beberapa faktor. Ada kemungkinan bahwa tujuan di balik rencana tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi kerja pemerintahan dan memperluas cakupan layanan bagi masyarakat. Dalam hal ini, penambahan menteri mungkin dimaksudkan untuk mengatasi beban kerja yang berat di beberapa departemen, memperkuat fokus pada masalah-masalah tertentu, atau membawa keahlian tambahan ke dalam kabinet.

Bukankah ini tujuannya amat mulia? Mulia dari sisi mana? Dari sisi rakyat yang harus dilayani atau dari sisi mereka yang melayani? Semakin banyak yang terlibat dalam pemerintahan semakin baik? Bukankah itu sejalan dengan semangat gotong royong dan bukan hanya gotong-gotong orang sendiri?

Namun, tidak bisa diabaikan bahwa dalam politik, ada juga motif politis dan strategis. Penambahan menteri bisa menjadi cara untuk memperkuat dukungan politik dari partai-partai pendukung atau untuk membayar utang politik. Hal ini dapat terjadi dengan memberikan jabatan menteri kepada perwakilan dari partai-partai yang berkoalisi atau mendukung pemerintahan. Penambahan menteri juga bisa menjadi cara untuk memperluas jaringan politik dan memperkuat posisi politik pemerintahan.

Rencana penambahan jumlah menteri dalam kabinet baru bentukan Prabowo dan Gibran, tujuannya bisa saja dibaca sebagai kombinasi dari upaya untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan memperkuat dukungan politik. Penting untuk melihat lebih lanjut detail rencana dan keputusan yang diambil untuk memahami motif yang lebih tepat di baliknya. Dan penilaian ini akan menemukan validasinya nanti ketika kabinetnya terbentuk.

Untung dan Rugi Kabinet Gemuk

Mungkin diperlukan presiden dan wakil presiden berkonsultasi dengan pakar-pakar manajemen berapa sih idealnya para menteri sebagai pembantu presiden. Apakah perlu evaluasi mana saja menteri yang kerjanya sungguh tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat, tetapi hanya cerminan kebutuhan politis semata.

Penambahan jumlah menteri dalam kabinet tentu memiliki potensi keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan antara lain melalui sejumlah litani pertanyaan reflektif berikut ini:

Pertama, dari sisi keuntungan. 1. Apakah penambahan jumlah menteri demi untuk peningkatan representasi? Maksudhnya dengan menambah jumlah menteri, ada kesempatan untuk meningkatkan representasi dari berbagai sektor masyarakat atau daerah. Ini dapat membantu memperluas cakupan kebijakan pemerintah dan memastikan bahwa berbagai kepentingan didengar dan dipertimbangkan secara cermat dan berkeadilan. 2. Apakah penambahan itu semata-mata demi diversifikasi keahlian? Artinya setiap menteri biasanya memiliki bidang keahlian atau kepentingan tertentu. Dengan menambah jumlah menteri, pemerintah dapat memperkaya keahlian dan pengalaman yang ada dalam kabinet, memungkinkan untuk pendekatan yang lebih holistik dalam menghadapi berbagai isu. 3. Apakah penambahan jumlah menteri bertujuan untuk pemerataan distribusi beban kerja? Penambahan menteri dapat membantu dalam mendistribusikan beban kerja yang lebih merata di antara anggota kabinet, sehingga memungkinkan fokus yang lebih baik pada bidang-bidang spesifik dan mencegah kelebihan kerja. Atau 4. Apakah penambahan itu hanya untuk memperkuat dukungan politik? Penambahan menteri juga bisa menjadi cara untuk memperkuat dukungan politik dari partai-partai atau kelompok-kelompok tertentu, yang pada gilirannya dapat mempermudah proses legislasi dan implementasi kebijakan.

Kedua, dari sisi kerugian. 1. Bukankah penambahan jumlah menteri akan memengaruhi adanya biaya tambahan? Setiap tambahan menteri akan membawa biaya tambahan bagi pemerintah. Ini termasuk gaji, tunjangan, fasilitas, dan biaya administrasi lainnya yang terkait dengan jabatan menteri dan kantor mereka. 2. Tidakkah penambahan jumlah menteri juga akan berimbas pada adanya potensi Konflik? Dengan lebih banyak menteri, ada potensi untuk terjadi konflik kepentingan atau perbedaan pendapat dalam kabinet. Hal ini dapat memperlambat proses pengambilan keputusan atau menyebabkan ketidaksepakatan yang merugikan efektivitas pemerintahan. Akan terjadi tarik ulur kepentingan apakah sungguh demi rakyat atau demi partai (jika lebih banyak yang rangkap jabatan). 3. Apakah menambah menteri berarti menambah risiko birokrasi yang lebih besar? Semakin besar kabinet, semakin kompleks birokrasinya. Hal ini dapat mengarah pada birokrasi yang lambat, sulit untuk berkoordinasi, dan rentan terhadap kebocoran atau penyimpangan. Belum lagi bukan rahasia bagi masyarakat jika berlaku adagium, "jika bisa diperlambat, dipermahal, untuk apa dipercepat dan dipermurah? 4. Tidakkah penambahan jumlah menteri justru akan meningkatkan persepsi negatif? Beberapa orang mungkin melihat penambahan jumlah menteri sebagai tindakan yang boros atau sebagai tindakan politik yang dilakukan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu daripada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun