Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tiga Dampak Utama dari "Fake Productivity"

7 Mei 2024   22:56 Diperbarui: 7 Mei 2024   23:07 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TIGA DAMPAK UTAMA DARI "FAKE PRODUCTIVITY"

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Sebelum menutup pintu malam, saya ingin berpatisipasi dalam tema pilihan ini. 

Kata orang proses tidak mengkhianati hasil. Ya benar, proses yang serampangan juga akan menghasilkan hasil yang serampangan. Proses yang bagus akan menghasilkan produk yang berkualitas, bukan yang palsu, yang nampaknya menggembirakan di awal, tetapi justru penuh air mata di akhirnya. Proses dan hasil ini sering disebut dengan produktivitas (productivity) yaitu sebuah gabungan produk dan aktivitas, Kegiatan untuk menghasilkan sesuatu, baik itu berupa Produk ataupun Jasa/Layanan (bdk. ilmumanajemenindustri.com).

Ada pula banyak pengertian mengenai produktivitas menurut para ahli. Antara lain, Daryanto (2012:41), Produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan atau jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya) untuk menghasilkan hasil tersebut (bdk. ilmumanajemenindustri.com). Jadi produktivitas itu berkaitan antara sumber dan hasil yang diperoleh.

Lalu bagaimana dengan Fake Productivity atau produktivitas palsu? Sudah banyak yang mengulas tentang apa itu Fake Productivity atau produktivias palsu, yang tampak seolah-olah berhasil namun sesungguhnya bohong, yang nampak dikerjakan penuh kesungguhan namun sesungguhnya hanya "gaya-gaya."

Kali ini saya mencoba melihat tiga dampak utama dari fake productivity yang secara signifikan memengaruhi kita, baik secara psikologis, ekonomis dan spiritual.

Dampak Psikologis

Ada dua dampak utama secara psikologis yang memengaruhi kita akibat Fake Productivity ini. Pertama, stres dan kecemasan. Saya pernah bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan. Rasio naskah yang masuk dan sumber daya yang tersedia tidak berimbang. Kadang sebulan bisa lebih dari 50 naskah buku. 

Semuanya harus segera dievaluasi apakah layak diterbitkan atau tidak baik dari segi isi maupun penjualan. Sementara itu ada penulis yang tidak sabaran. Setiap hari menelepon menanyakan naskahnya layak atau tidak. Karena tekanan itu, naskah-naskah itu dikembalikan tanpa evaluasi. 

Naskah yang banyak tidak menjamin isinya bagus dan layak diterbitkan. Tetapi owner menghendaki kalau bisa semakin banyak terbitan semakin bagus (seperti tak peduli isinya seperti apa). Kerja model ini sangatlah tidak efektif, membuang-buang waktu untuk membaca naskah sampah. 

Sebenarnya, berusaha mempertahankan citra produktivitas palsu atau terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif dapat menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi. Ya, stres dan kecemasan adalah dua dampak yang sering kali terkait erat dengan "Fake Productivity". Ada beberapa cara dam situasi yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan:

1).  Tekanan untuk menjaga citra. Ketika seseorang merasa terjebak dalam citra produktivitas palsu, dia mungkin merasa perlu untuk terus-menerus menampilkan diri sebagai orang yang sangat produktif di depan rekan kerja, atasan, atau masyarakat. Tekanan untuk menjaga citra yang sempurna ini dapat menyebabkan stres yang tinggi karena merasa perlu untuk selalu "berhasil" dalam mata orang lain. 

2). Kekhawatiran tentang penilaian. Orang-orang yang terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif mungkin khawatir tentang bagaimana mereka akan dinilai oleh orang lain terutama pimpinan jika mereka tidak mampu menunjukkan hasil yang signifikan dari pekerjaan mereka. Mereka mungkin merasa cemas tentang kemungkinan kritik atau penilaian negatif dari atasan atau rekan kerja. Orang lalu terjebak akan penilaian dari luar dirinya, bukan apa yang seharusnya dia buat untuk meningkatkan produktivitas kerja.

3). Rasa tidak aman dan ketidakpastian. "Fake Productivity" dapat menciptakan rasa tidak aman dan ketidakpastian tentang kemampuan seseorang untuk menghasilkan hasil yang memadai. Mereka mungkin merasa khawatir bahwa mereka tidak akan dapat memenuhi harapan atau tuntutan pekerjaan, yang dapat menyebabkan stres yang konstan.

4). Perasaan tidak berarti. Merasa terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif dapat menyebabkan perasaan tidak berarti atau tidak berharga. Jika seseorang merasa bahwa usahanya tidak menghasilkan hasil yang bermakna, hal ini dapat menyebabkan perasaan putus asa dan kecemasan tentang masa depan mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengenali pola-pola ini dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi Fake Productivity agar dapat mengurangi tingkat stres dan kecemasan yang terkait.

Dampak psikologis yang kedua, perasaan tidak puas. Ketika seseorang menyadari bahwa mereka tidak menghasilkan hasil yang memuaskan meskipun merasa sibuk, akan memunculkan perasaan tidak puas dengan diri sendiri dan pekerjaan mereka. Perasaan tidak puas timbul ketika seseorang menyadari bahwa hasil yang mereka capai tidak memuaskan sekalipun mereka tampak sibuk dan banyak kerjaan.

Ada beberapa alasan mengapa perasaan tidak puas dapat muncul dalam konteks "Fake Productivity" ini, antara lain:

1). Kesenjangan antara usaha dan hasil. Ketika seseorang merasa bahwa mereka telah berusaha keras namun hasil yang mereka capai tidak sebanding dengan usaha yang telah mereka lakukan, hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak puas. Kesenjangan antara usaha dan hasil yang diperoleh dapat menimbulkan rasa frustasi dan kekecewaan. Kekecewaan ini kita ibaratkan, pergi kerja pagi buta, pulang larut malam hasilnya pas-pasan. Terdengar seperti lelucon, tetapi sungguhnya begitu menohok.

2). Ketidakcocokan antara harapan dan kinerja. Jika seseorang memiliki harapan yang tinggi terhadap diri mereka sendiri atau pekerjaan yang mereka lakukan, namun kenyataannya tidak sesuai dengan harapan tersebut, hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak puas. Ketidakcocokan antara harapan dan kinerja aktual dapat menimbulkan perasaan kekecewaan dan ketidakpuasan.

3). Ketidakpastian tentang kemajuan karier. Perasaan tidak puas dapat muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka tidak mengalami perkembangan atau kemajuan yang memadai dalam karier mereka meskipun mereka telah bekerja keras. Ketidakpastian tentang masa depan karier dan ketidakmampuan untuk mencapai tujuan karier dapat menyebabkan perasaan tidak puas.

4). Perasaan kehilangan arti dan tujuan. Jika seseorang merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan tidak memberikan arti atau tujuan yang memuaskan bagi mereka, dapat menyebabkan perasaan tidak puas. Kehilangan akan makna dan tujuan dalam pekerjaan dapat membuat seseorang merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka.

Dalam mengatasi perasaan tidak puas, penting untuk melakukan refleksi yang mendalam tentang penyebabnya dan mencari solusi yang sesuai. Ini mungkin melibatkan menyesuaikan tujuan, mencari bantuan atau dukungan dari rekan kerja atau profesional, atau bahkan mempertimbangkan perubahan dalam lingkungan kerja atau jalur karier.

er71la4vcaane7d-663a4ec1c57afb35f01cba72.jpg
er71la4vcaane7d-663a4ec1c57afb35f01cba72.jpg

@elisabetguwanto

Dampak Ekonomis

Dampak ekonomis yang terjadi akibat fake productivity antara lain, Pertama, penurunan produktivitas atau berkaitan langsung dengan hasil yang diperoleh. "Fake Productivity" dapat mengakibatkan penurunan produktivitas secara keseluruhan karena waktu dan sumber daya dihabiskan untuk tindakan yang tidak efektif. Penurunan produktivitas adalah salah satu dampak yang signifikan dari "Fake Productivity". Berikut adalah beberapa hal yang  menyebabkan penurunan produktivitas secara keseluruhan:

1). Pemborosan waktu. Saat seseorang terjebak dalam siklus "Fake Productivity", mereka mungkin menghabiskan waktu untuk tindakan atau kegiatan yang tidak menghasilkan produk yang bermakna. Ini dapat berupa mengerjakan tugas-tugas yang tidak penting, memperhatikan detail yang tidak relevan, atau bahkan melakukan multitasking yang tidak efektif.

2). Kurangnya Fokus. "Fake Productivity" seringkali melibatkan kurangnya fokus dan ketidakkonsistenan dalam menyelesaikan tugas. Ketika seseorang terlalu terfokus pada citra atau penampilan produktivitas tanpa memperhatikan keefektifan pekerjaan yang sebenarnya, maka mereka akan cenderung melupakan prioritas yang sebenarnya dan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang penting.

3). Kesalahan yang lebih banyak. Saat seseorang terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif, mereka cenderung membuat lebih banyak kesalahan. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian pada detail, tekanan untuk menyelesaikan tugas dengan cepat tanpa memerhatikan kualitas, atau bahkan kelelahan karena multitasking yang berlebihan. Target hasil lebih diutamakan daripada kualitas, maka justru akan menghasilkan produk asal jadi, namun tidak berguna karena tidak bisa digunakan.

4). Peningkatan Stres. "Fake Productivity" dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres karena seseorang mungkin merasa tertekan untuk terus-menerus menunjukkan produktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan keefektifan atau keseimbangan dalam pekerjaan mereka. Tingkat stres yang tinggi dapat menghambat kemampuan seseorang untuk bekerja secara efisien dan produktif.

Patut dicatat bahwa dalam mengatasi penurunan produktivitas akibat "Fake Productivity", penting untuk mengubah pola perilaku dan pola pikir yang tidak efektif. Ini mungkin melibatkan mengidentifikasi prioritas yang sebenarnya, memperbaiki kebiasaan kerja yang tidak produktif, dan belajar untuk fokus pada tugas-tugas yang benar-benar penting dan bermakna. Dengan demikian, seseorang dapat meningkatkan produktivitas mereka secara keseluruhan dan mencapai hasil yang lebih baik dalam pekerjaan mereka.

Kedua, biaya yang tidak produktif. Jika seseorang menghabiskan waktu dan uang untuk kegiatan yang tidak menghasilkan produk yang bermakna, ini dapat menyebabkan pemborosan sumber daya ekonomi yang signifikan. Ada beberapa hal ketika "Fake Productivity" menyebabkan pemborosan sumber daya ekonomi:

1). Waktu yang Hilang. Kata orang, waktu adalah uang. Time is money. Waktu adalah salah satu sumber daya paling berharga dalam lingkungan kerja. Jika seseorang menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak produktif atau tidak relevan, itu berarti waktu yang berharga tersebut tidak dapat dialokasikan untuk tugas-tugas yang lebih penting atau menghasilkan. Kasarnya bisa disebut waktu menjadi mubazir dan tidak berguna.

2) Biaya operasional. Saat seseorang menggunakan sumber daya perusahaan seperti perangkat lunak, peralatan, atau fasilitas untuk kegiatan yang tidak produktif, hal ini dapat menyebabkan biaya operasional tambahan yang tidak perlu. Misalnya, menggunakan perangkat lunak yang mahal untuk tugas yang tidak relevan dapat menjadi pemborosan sumber daya ekonomi perusahaan. Memakai computer kantor untuk bermain game ketika pimpinan sedang tidak di tempat. Padahal beban pemakaian computer tetap ditanggung oleh perusahaan.

3). Pengeluaran yang tidak diperlukan. Kita kadang mungkin mengeluarkan uang untuk kursus, pelatihan, atau alat kerja yang tidak diperlukan atau tidak relevan dengan pekerjaan mereka. Ini merupakan contoh pemborosan sumber daya ekonomi karena menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak memberikan nilai tambah kepada pekerjaan atau karier seseorang. Keinginan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan.

4). Kerugian kesempatan atau kesempatan yang terbuang. Setiap kali seseorang menggunakan waktu atau uang untuk kegiatan yang tidak produktif, mereka kehilangan kesempatan untuk mengalokasikan sumber daya tersebut untuk hal-hal yang lebih bermanfaat atau menguntungkan. Ini dapat menyebabkan kerugian kesempatan dalam hal kemajuan karier, pengembangan pribadi, atau pencapaian tujuan.

Untuk menghindari pemborosan sumber daya ekonomi yang disebabkan oleh "Fake Productivity", penting bagi individu dan organisasi untuk mengidentifikasi kegiatan yang tidak produktif dan mengubah kebiasaan atau keputusan yang menyebabkan pemborosan tersebut. Dengan mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien dan efektif, mereka dapat mengurangi biaya yang tidak produktif dan meningkatkan hasil ekonomi secara menyeluruh.

Dampak Spiritual

Orang bekerja kadang bukan melulu untuk uang, tetapi untuk kepuasan batin. Kepuasaan ini selain berkaitan dengan aspek psikologis, juga berkaitan erat dengan spiritualitas kerja, mencari kepuasan batin dan memaknai kerja sebagai bagian dari ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Manusia pekerja menjadi ko-kreator bersama Allah. Jika terjadi sebaliknya maka akan terjadi dampak secara spiritual, antara lain:

Pertama, kehilangan makna dan tujuan. Jika seseorang terjebak dalam siklus "Fake Productivity", mereka mungkin kehilangan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka. Mereka mungkin merasa terputus dari nilai-nilai yang lebih dalam atau tujuan yang lebih besar dalam hidup mereka. Ketika seseorang terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif dan hanya berfokus pada penampilan produktivitas yang palsu, mereka cenderung kehilangan koneksi dengan nilai-nilai yang lebih dalam atau tujuan yang lebih besar dalam hidup mereka. 

Ada beberapa hal yang membuat "Fake Productivity" dapat menyebabkan kehilangan makna dan tujuan:

1). Kehilangan fokus pada nilai yang sebenarnya. Saat seseorang hanya fokus pada penampilan produktivitas dan tidak memperhatikan tujuan yang lebih besar atau nilai-nilai yang sebenarnya penting bagi mereka, mereka cenderung kehilangan arah dalam pekerjaan mereka. Mereka mungkin merasa terputus dari motivasi intrinsik mereka dan hanya berusaha memenuhi harapan eksternal.

2). Keterputusan dari visi pribadi. "Fake Productivity" dapat mengaburkan visi pribadi seseorang tentang apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka dan di mana mereka ingin menuju dalam karier atau kehidupan mereka secara keseluruhan. Tanpa visi yang jelas atau tujuan yang terdefinisi dengan baik, seseorang dapat merasa kehilangan arah dan tujuan dalam pekerjaan mereka. Ibarat kata, berjalan tanpa maps, sehingga seringkali nyasar di mana-mana, menemui jalan buntu atau bahkan semakin jauh dari tujuan awal: kehilangan konektivitas dengan diri.

3) Kehilangan kepuasan. Saat seseorang terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif, mereka mungkin tidak merasakan kepuasan yang sebenarnya dari pekerjaan mereka. Mereka tidak merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki makna atau memberikan kontribusi yang berarti, karena mungkin saja mereka telah merasa kehilangan motivasi dan semangat untuk melanjutkan.

4). Kehilangan keseimbangan hidup dan kerja. "Fake Productivity" seringkali dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi seseorang. Saat seseorang hanya fokus pada penampilan produktivitas di tempat kerja, mereka mungkin mengorbankan waktu dan energi yang seharusnya mereka alokasikan untuk hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan mereka, seperti hubungan sosial, kesehatan, atau kegiatan yang mereka nikmati. Mereka menjadi maniak kerja, segala tempat dipakai untuk kerja. Pekerjaan kantor dibawa pulang ke rumah, sehingga waktu bersama keluarga terampas. Dan hasilnya malah pekerjaan itu tetaplah tidak produktif.

Untuk mengatasi kehilangan makna dan tujuan akibat "Fake Productivity", maka penting bagi seseorang untuk melakukan refleksi yang mendalam tentang nilai-nilai mereka, tujuan mereka, dan apa yang benar-benar penting bagi mereka dalam hidup. Dengan mengidentifikasi dan mengarahkan energi mereka ke arah yang lebih sejalan dengan nilai dan tujuan yang sebenarnya, mereka dapat menemukan kembali makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka dan hidup mereka secara keseluruhan.

Kedua, ketidakpuasan spiritual. "Fake Productivity" dapat menghalangi perkembangan spiritual seseorang karena mereka mungkin tidak memberikan waktu atau perhatian yang cukup pada kegiatan atau praktik yang memberi kedamaian atau kepuasan spiritual. 

Ada beberapa hal yang membuat "Fake Productivity" menghalangi perkembangan spiritual seseorang:

1). Kurangnya waktu untuk refleksi dan meditasi. Saat seseorang sibuk dengan tugas-tugas dan target produktivitas yang palsu, mereka mungkin tidak memiliki waktu yang cukup untuk merenung atau bermeditasi. Kegiatan ini penting dalam pengembangan spiritual karena membantu seseorang untuk menyatukan pikiran mereka, menemukan kedamaian dalam diri mereka, dan menghubungkan dengan dimensi spiritual mereka.

2). Kurangnya keseimbangan dan harmoni. "Fake Productivity" acapkali mengarah pada ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi seseorang. Ketika seseorang terlalu fokus pada produktivitas di tempat kerja, mereka mungkin mengorbankan waktu yang seharusnya mereka alokasikan untuk kegiatan spiritual atau praktik yang memberi mereka rasa kedamaian dan harmoni bersama keluarga atau bahkan untuk diri mereka sendiri jika masih single alias jomblo. Ingat, keseimbangan antara yang jasmani dan rohani amatlah perlu, sehingga kita tidak memandang pekerjaan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan (meski sesungguhnya kita makan dari hasil pekerjaan itu)

3). Ketidakmampuan untuk menyadari kebutuhan spiritual. Saat seseorang terjebak dalam siklus kerja yang tidak efektif, mereka mungkin kehilangan kesadaran tentang kebutuhan spiritual mereka dan pentingnya merawat dimensi spiritual dalam kehidupan mereka. Mereka mungkin merasa puas dengan pencapaian material atau kesibukan sehari-hari dan mengabaikan kebutuhan batin mereka.

4). Ketidakpuasan emosional dan kehampaan. Jika seseorang tidak memberikan waktu atau perhatian yang cukup pada kebutuhan spiritual mereka, ini dapat menyebabkan ketidakpuasan emosional dan perasaan kehampaan. Kehilangan hubungan dengan dimensi spiritual mereka dapat membuat seseorang merasa terputus dari diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar mereka. Kita sering menemukan orang yang memiliki segalanya dari hasil kerjanya namun tidak menikmati hasilnya,ia merasa hampa dan tanpa nilai.

Untuk mengatasi ketidakpuasan spiritual akibat "Fake Productivity", perlulah bagi kita untuk menyadari pentingnya merawat dimensi spiritual dalam kehidupan. Dengan menyeimbangkan kehidupan kerja dengan perhatian terhadap kebutuhan spiritual, seseorang dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan spiritual mereka.

Akhirnya, kita bisa simpulkan dalam satu kalimat ini, bahwa "Fake Productivity" tidak hanya memengaruhi kinerja dan hasil kerja seseorang, tetapi dapat berdampak secara luas pada kesejahteraan psikologis, ekonomis, dan spiritual. Terima kasih, semoga menginspirasi kita semua.

Beberapa sumber bacaan:

https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-produktivitas-productivity-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-produktivitas/

https://media.neliti.com/media/publications/23435-ID-berbagai-pandangan-tentang-produktivitas.pdf

https://produktivitasdiri.co.id/fake-productivity-produktivitas-bohongan/

https://medium.com/@roosita_ahk/what-is-fake-productivity-how-to-prevent-it-46cd0636226e

https://www.idntimes.com/business/economy/kamila-sayara-avicena/6-definisi-produktivitas-kerja-menurut-para-ahli-yuk-cari-tahu

https://twitter.com/elisabetguwanto/status/1350787169841942528

https://kumparan.com/karjaid/mengenal-ciri-ciri-toxic-productivity-obsesi-untuk-terus-produktif-1twPJXMjJQ9/1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun