Memang setia dalam waktu yang lama, setia secara teratur dari hari ke hari membutuhkan perjuangan yang konsisten. Kesetiaan perlu proses sebab ia tidak langsung jadi.Â
Orang tidak langsung bisa setia, tetapi perlu latihan terus menerus, konsisten dan konsekuen serta tanggung jawab. Ketika berada di pedalaman Madagascar, Afrika, seorang sahabat saya dari Chile selalu mengirimkan saya surat sekali seminggu (karena tidak ada sarana komunikasi lain, internet apalagi handphone supaya bisa sms-an).Â
Kadang tidak banyak hal yang diperbincangkan dalam surat itu. Tetapi bagi saya kehadiran surat itu sudah lebih dari cukup. Itulah bentuk perhatiannya. Itulah bentuk dukungan yang paling konkret.Â
Ya...meski hanya surat tapi sudah sangat menghibur seolah-olah dirinya sendiri. Sayapun berbuat yang sama padanya...tetapi sayang setelah kami kembali ke negara masing-masing, kami kehilangan kontak, apalagi setelah saya berhenti menjadi seorang calon pastor.Â
Tetapi saya yakin kami tetap saling mendoakan dan mendukung perjalanan hidup masing-masing.
Saudara, kehendak dan kerinduan kita untuk selalu hadir di hadapan sahabat meski sekadar untuk mengatakan "salam" bukan sebagai sesuatu yang terjadi begitu saja.Â
Kerinduan itu terdorong oleh hasrat kita untuk selalu menempatkan sahabat kita sebagai orang yang layak untuk mendapatkan perhatian dan cinta kita.
Bukankah perhatian dan kehadiran kita dapat menghapus air mata duka yang sedang ditanggungnya? Bukankah kehadiran kita membukakan pintu hati sahabat kita untuk berbagi beban hati yang tertekan selama ini? Jadi, jangan pernah sepelekan arti salammu pada sahabatmu. Sebab salammu bisa menjadi pencair semangat hidupnya. (abje).
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H