Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku, Menulis Kembali yang Sudah Ada

24 April 2022   11:22 Diperbarui: 24 April 2022   11:31 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa pendidikan, buku menjadi penting. Penting karena buku pemegang peran sebagai referensi setelah dijelaskan oleh para pendidik. Saking begitu penting, tanpa pendidik pun, buku dapat mengambil peran demikian.

Pengalaman saya menunjukkan demikian. Bahkan hingga saat ini, saya hampir sebulan sekali membeli satu atau dua judul buku. Buku apa saja yang penting memiliki informasi ilmiah dan mengandung daya nalar yang luas dan produktif. Buku filsafat, menjadi pilihan utama saya.

Buku adalah referensi tertulis. Sebagai referensi tertulis, ia menjadi jejak untuk menjadi referensi tulisan selanjutnya. Maka, tidak salah ketika pengalaman dr. Terawan dengan pengobatan "cuci otak"nya ditolak oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena salah satu alasannya adalah referensi pembanding belum ada. 

Dikatakan referensi pembanding belum ada, karena informasi tentang fungsi heparin sebagai pemecah darah yang beku, belum ada tulisan yang memuat tentang penelitian fungsi heparin demikian. Karena itu, banyak orang mulai didorong untuk menulis khususnya menulis buku.

Buku dalam dunia ilmu pengetahuan ialah jejak. Dimana jejak-jejak itu, akan ditambah atau disambung atau dihapus oleh jejak-jejak lain dari penulis-penulis buku baru. 

Disinilah, seorang penulis mampu mewariskan penemuan baru, sebagai pebanding atau mendalami ilmu pengetahuan yang sudah ada. Jejak-jejak yang ditinggalkan penulis entah semakin memperjelas atau semakin kabur atau mengulangi lagi dengan perspektif yang berbeda, semua ini tergantung dari latarbelakang berpikir dan kejernihan cara berpikir dan mengola tulisan.

Buku sebagai referensi tertulis, biasa meninggalkan berbagai jejak ilmu baik itu ilmu sains, ilmu bahasa dan sastra, filsafat kritis, etnologi, antropologi, geografis, humanisme, maupun ilmu-ilmu sosial hasil penelitian. Berbagai penelaahan ilmu dalam buku, menjadi sumber primer atau sekunder untuk menulis kembali suatu ilmu yang sudah ada.

Dalam konteks ini, ilmu akan semakin berkembang secara dinamis dan didalamnya, orang lain akan dapat mengukur rasionalitas serta ketajaman seorang penulis dalam melihat suatu persoalan keilmuan. Maka suatu hal yang wajar bahwa peradaban manusia semakin berkembang dalam suatu dekade tertentu, adalah mungkin!

Kita sebut saja sebagai sebuah contoh dalam buku Timaeus dan Critias yang ditulis pada 360 SM oleh filsuf Plato asal Yunani tentang Atlantis. Ketika orang membaca buku Plato ini, seakan pembaca dihantar ke dalam dunia peradaban super modern yang belum pernah terjadi. Orang lalu mengambil keputusan bahwa dunia yang dilukiskan Plato pernah ada ataukah sebagai ilusinya Plato. Atlantis menjadi objek penelitian dan serentak menjadi objek berpikir tentang suatu peradaban manusia di zaman Plato.

Dengan begitu, buku Timeus dan Critias jejak goresan Plato, menjadi referensi tertulis yang mampu mendorong sekaligus mengajak banyak orang dari berbagai disiplin ilmu untuk mencari dan menemukan serta menulis kembali Atlantis, hasil rekaan Plato.

Tidak hanya buku Timeus dan Critias Plato yang masih menjadi sebuah tanda tanya besar itu, buku pesawat Bumi ini, merupakan referensi tertulis, sebagai jejak tangan sang Pencipta yang tak pernah selesai untuk didalami dan ditulis oleh para penulis masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jadi, buku adalah menulis kembali yang sudah ada, dengan tujuan membantu pembaca untuk mencari dan menemukan pebanding, biar tidak disalahkan lagi seperti pengalaman dr. Terawan.

Yang menjadi persoalan ialah beranikah kita selalu mencari dan membaca buku-buku yang sudah dituliskan oleh para penulis, ditengah dunia yang super sibuk dan instan ini? Sudah sibuk, instan, gagal paham lalu mempersalahkan orang lain apalagi penulis yang telah menulis dengan susah payah itu.

Ingat, hasil karya baik itu seniman, penulis, peneliti, ataupun pelaku karya lain, hanya di Indonesialah yang paling murah dan jarang dihormati. Yang ada hanya murah, jempol terbalik, mengolok, dan plagiat. Sulit untuk maju dan berkembang. Maju dan berkembang selangkah, mundur lebih dari dua langkah, hanya karena sikap tidak menghargai dan menghormati karya orang lain.

Pangkalpinang, 24 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun