Puasa, menahan diri. Menahan diri ini diungkapkan dengan tidak melakukan keinginan fisik. Ungkapan untuk tidak melakukan keinginan fisik yang nampak bisa dalam berbagai cara. Cara yang umumnya dilakukan ialah tidak makan atau kurangi makan.
Praktek dalam Gereja Katolik, puasa, tidak melakukan keinginan fisik dengan kurangi makan. Misal, jika sehari tiga kali makan, bisa selama tiga kali makan, makananya dikurangi atau kalau makan tidak kali, pilih salah satu yang tidak, atau makan kenyang sekali. Â
Puasa juga menahan keinginan fisik, berupa tidak berkelahi, tidak ribut, dll. Semuanya ini dilakukan demi suatu niat yang suci, pengudusan diri dan menolong sesama yang lain.
Sementara pantang, tidak makan daging. Biasanya, Gereja Katolik menetapkan pada hari Rabu Abu dan hari Jumat (Agung). Puasa dan pantang, dalam Gereja Katolik dijalankan selama 40 hari.Â
Dasar lamanya puasa dan pantang ini, dari Kitab Suci khususnya dalam Kitab Keluaran 34: 28, Injil Matius 4: 2. Penetapan puasa dan pantang, tidak hanya secara institusi, yang biasanya melalui Gereja Lokal, Keuskupan masing-masing, namun yang utama ialah olah diri pribadi, mati raga, dan olah tapa pribadi. Sehingga tampak lahiriah, tidak menjadi seragam.Â
Karena orang Kristiani menyadari juga akan nasihat Sang Juruselamat ini, "Dan apabila kamu berpuasa janganlah muram mukamu, seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku (Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Mat. 6:16).
Buah Puasa dan Pantang
Menahan diri, merem diri, dan lebih bersikap sabar merupakan kemenangan dalam mengolah diri. Ini tuntutan bagi semua orang. Bukan soal umur yang sudah dewasa.Â
Menahan diri, merem diri, dan lebih bersikap sabar, adalah kebajikan. Kebajikan ini terinternal dalam diri. Sambil melihat situasi diri dan sesama. Bahwa sesama adalah manusia, juga memiliki kebajikan. Menahan diri, merem diri, dan bersikap sabar, menjadi bermakna sosial, jika pribadi yang mengolahnya itu, menyajikannya dalam situasi sosial secara bijak. Disinilah, makna puasa dan pantang, menjadi teladan, contoh bagi sesama.
Puasa dan pantang menjadi tak berdayaguna, ketika memaksa orang lain untuk mengikuti dirinya. Lebih tak berdayaguna lagi, ketika puasa dan pantang, diri pribadi menampilkan kekerasan, arogansi, dan kebrutalan. Lebih diperparah lagi, kalau sikap kekerasaan itu menjadi kekerasaan massal.