Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rasa yang Harus Diajarkan Orangtua dalam Pendidikan Seksual Anak

17 Desember 2021   21:36 Diperbarui: 17 Desember 2021   21:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak saya waktu itu masih berumur 4 tahun. Umur sebegitu, kami mengajarkan anak untuk bisa mengambil celana, baju, dan lain-lain untuk bisa memakai sendiri. Kami sepakat, biar anak kami kelak bisa mandiri.

Hari yang sama itu, ada pergantian pengasuh anakku. Ada pengasuh baru di rumah. Umurnya 25 tahun. Sudah berpengalaman mengasuh anak selama ini. Karena pengalamannya itu, pagi sebelum kami berangkat kerja, kami pun tidak memberikan informasi banyak tentang situasi rumah dan anak kami.

Pengalaman yang tak pernah terlupakan anakku sampai dengan saat ini, adalah pengasuh salah ambil celana dalam (maaf) untuk anakku. Bukan celana dalam anakku yang diambil, tetapi mengalami celana mamanya. Anakku marah dan menangis. Katanya kepada pengasuh, tante itu bukan sempakku, itu sempak mama. Pengasuh bersikap keras, tetap memakai sempak mamanya kepada anakku.  

Saya sampai di rumah, anakku langsung lari menjumpai saya. Dia melaporkan kejadian ini. Anakku sambil menangis. Sedang menangis, dia mengatakan, papa, aneh tante itu. Sambung saya, kenapa nak? Papa, tante itu ambil sempak mama. Sempak mama, tante pakaikan ke saya. Saya sendiri senyum-senyum mendengar pengaduannya. Iya, sudah, nanti papa yang omong sama tante, cetusku.

Karena kata-kata saya bahwa akan saya omong kepada tante, anakku menantikan ini. Beberapa menit saya tidak omong kepada pengasuh. Anakku kemudian mendesak, papa harus omong. Kemudian, saya dekat pengasuh dan omong. Anak laki-lakiku itu, mendengarnya. Cetus anakku, papa harus tunjuk dimana pakaian saya ditempatkan, mana pakaian mama, dll kepada tante. Saya pun mengikutinya.

Secuil Kisah, Rasa-lah yang selalu hadir

Kisah sederhana ini, tetapi rasanya lain. Saya sebut "rasanya" lain, karena pendidikan pun menyentuh rasa. Rasa yang saya maksudkan ialah apa yang dialami anakku. Rasa inilah yang dialami dan diingatnya terus sampai sekarang. Bahkan, dengan teman-temannya dalam bermain bersama, anakku sempat-sempatnya menceritakan kepada teman sepermainannya. Ini soal rasa.

Rasa pun salah satu bagian dari seksualitas. Rasa ini harus diolah oleh anak. Anak bisa mengolah rasa, tergantung juga dari orangtua. Rasa ada yang mengarah pada hal positip dan ada yang mengarah pada hal negatif.

Hal kecil ini pun perlu dijelaskan. Bahwa rasa dapat diungkapkan namun harus dengan cara yang benar dalam tindakkan. Tidak merugikan orang lain, tetapi harus membawa efek positp bagi lingkungan sekitar. Jika tidak dijelaskan, hemat saya sulit bagi tumbuhkembang anak. Dampak dari secuil kecil yang dibuat pengasuh, anakku mengingat sampai sekarang. Yang dilakukan pengasuh menyentuh rasanya.

"Onderdir" motorik halus memberi respons otak kecil dan direkam, hingga tak pernah dilupakannya. Rasa-lah yang melukiskan "tabula" dan mendorong kehendak untuk melakukan sesuatu. Disinilah tahap pendampingan terhadap anak selalu menjadi prioritas orangtua. Ruang hemanis dan demokratis, selalu dibangun, sehingga "bangunlah jiwanya dan bangunlah badannya", penggalan Lagu Indonesia Raya ini, memotivasi orangtua untuk memberikan pendidikan seksualitas atau pendidikan apapun terbaik untuk anak kita. Anak, generasi pewaris pendidikan nilai, dan karakter orangtua dan bangsa ini.***

Pangkalpinang, 17 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun