Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak awal bulan ini, Desember dihebohkan dengan video, rapat dan diskusi antara gubernur dan pejabat lain di NTT dengan masyarakat Sumba Timur khusus tokoh adat, pemilik lahan ulayat. Video rapat pejabat publik dan masyarakat itu, sampai juga di group WA saya bersama teman-teman seangkatan SMA tahun 1994.
Rata-rata setelah menonton video tersebut, teman-teman berkomentar cukup pedas. Disini saya tidak menyebut nama-nama teman tetapi beberapa isi komentar dari teman-teman. Komentar itu antara lain: pejabat publik kok, punya gaya komenikasi sangat buruk, pejabat publik kok tak tahu diri, dan semacam tidak tahu lagi, siapa yang memilihnya dulu, dan seterusnya. Dua komentar awal tadi, saya ambil menjadi judul tulisan ini.
Isi Dialog Gubernur NTT
Dalam video itu, yang berdialog dengan gubernur NTT adalah masyarakat adat, pemiliki tanah ulayat. Tampil duduk di kursi merah dengan pakaian adat Sumba Timur. Tokoh adat, yang disebut sebagai pemilik tanah ulayat duduk  berhadapan dengan orang nomor 1 di NTT. Tokoh adat duduk mendengarkan apa yang dibicarakan gubernur NTT, berbicara begitu panjang lebar serta dengan gaya komunikasi yang kasar.
Isi pembicaraan gubernur NTT, pertama, tanah yang sekarang menjadi tempat perencanaan peternakan sapi dengan daging premium milik pemerintah Propinsi NTT. Karena itu, layak jika pemerintah daerah memanfaatkan untuk kepentingan bersama.
Kedua, tanah yang akan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk peternakan sapi dengan kualitas tinggi, daging premium. Tanah itu luas, dan tidak dimanfaatkan selama ini. Bahkan pimpinan tertinggi NTT itu membandingkan dengan lahan-lahan di daerah lain di NTT, yang masih luas dan tidak digunakan. Kosong begitu saja. Maksud gubernur ialah hasil dari peternakan itu akan diperuntukan bagi masyarakat Sumba Timur khususnya dan masyarakat NTT umumnya.
Ketiga, pemerintah memanfaatkan lahan tanah itu dengan maksud yang mulia. Selain kesejahteraan masyarakat dengan hasil daging sapi premium tadi, juga akan menyerap banyak tenaga kerja.Â
Tenaga kerja akan diambil dari masyarakat Sumba Timur dan khususnya keluarga pemilik lahan. Juga akan ada sapi-sapi yang diberikan kepada masyarakat untuk memelihara, sebagai bentuk dukungan usaha pemerintah yang akan dijalankan. Iya, semacam project multi-years pemerintah NTT.
Isi Dialog Pemilik Tanah Ulayat Sumba Timur
Dari dialog yang disampaikan oleh gubernur NTT itu, respons ahli waris tanah ulayat hanya meminta supaya pertama, pemerintah menghormati, menghargai tanah ulayat. Dalil yang dikemukakan pemilik tanah, sederhana saja. Bahwa soal tanah ulayat pun sudah ada aturannya. Juga, lahan-lahan lain telah diberikan dan itu tidak sedikit. Mana mungkin, sekarang mau mengambil lahan ini lagi? Darimana pemilik ulayat akan hidup ke masa depan?
Kedua, responsnya ini tidak berarti ia melawan pemerintah atau negara. Ia menghormat dan mendukung pemerintah dan negara. Kata-kata ini diulang terus oleh pemilik lahan.
Ketiga, jika pemerintah daerah tidak menggubris maksud yang sudah disampaikan itu, pemilik lahan bersikap cukup patriotis, ia akan rela ditembak atau mati dan dikuburkan di atas lahan itu. Respons pemilik tanah ini ditanggapi gubernur dengan kata-kata yang cukup keras, saya akan tangkap dan masukan kalian dalam penjara. Tegas pemilih tanah ulayat lagi, gara-gara lahan itu, keluarga berkelahi dan saling marah satu sama lain.
Pendirian yang tegas disampaikan ini, tanda bahwa ia benar-benar berjuang untuk mempertahankan haknya, hak yang diterimanya secara turun temurun dari nenek moyangnya. Â
Gaya Komunikasi Yang Berbudi
Â
Komunikasi, kata yang penuh arti, walaupun kata Indonesia ini dalam KBBI online menyebut sebagai pengiriman atau penerima informasi atau berita supaya informasi atau berita itu dapat diterima dan dimengerti. Bahkan hanya menyebut perhubungan. Komunikasi menurut asal kata dari bahasa Latin, kata "co-cum" artinya bersama, kata munire artinya melindungi.
Merujuk pada kata "co-cum, dan munire", arti yang jauh dari yang dimaksudkan dengan KBBI online diatas adalah pertama, antara komunikator dan komunikan, sama-sama saling melindungi baik melalui verbal maupun nonverbal. Kata-kata yang diucapkan (verbal) dan gerak-gerik yang ditunjukkan (nonverbal) baik komunikator maupun komunikan, keduanya saling menjaga privasi agar keduanya pula merasa nyaman, terlindung satu sama lain.
Kedua, antara komunikator dan komunikan, ketika berhadapan yang namanya dialog harus mengedepankan fungsi komunikasi yaitu mendidik, mempengaruhi, menginformasikan, dan melindungi.
Komunikasi yang mendidik ialah kamunikasi yang menampilkan wajah-wajah yang beretika. Moral etis dalam berkata-kata dan gerak-gerik disesuaikan dengan irama bahasa yang terucapkan. Komunikasi yang mempengaruhi ialah isi komunikator dan komunikan mengedepankan argumentatif, daya nalar yang tajam dan elegan. Maksudnya ialah membawa dampak pengaruh baik untuk komunikator dan komunikan maupun untuk siapa saja yang melihat atau menonton.
Komunikasi yang menginformasikan adalah antara komunikator dan komunikan memberikan atau saling tukar informasi sehingga yang mendengarkan atau yang melihat ataupun yang mendengarkan, mereka menerima informasi yang utuh satu sama lain. Dan yang dimaksudkan dengan komunikasi yang terlindungi ialah isi komunikasi antar pihak yang ada didalam dialog, harus saling melindungi baik privasi maupun kelompok tertentu.
Dari makna kata komunikasi ini, khalayak dapat meninjau sejauh mana komunikasi yang diabangun antar komunikator dan komunikan itu mencerminkan wajah "demokrasi". Dialog yang tidak memberikan ruang bagi pihak yang hadir, akan tercipta wajah otoriter, jauh dari demokrasi yang diimpikan oleh seseorang.
Komunikasi bermakna dalam apa yang disebut dialog tetapi tanpa melibatkan orang lain yang hadir, itulah "classroom", wajah seorang ahli, tanpa memperhitungkan kehadiran pihak lain. Pihak lain, dirasa tidak cukup selaras dengannya.
Gaya Komunikasi Sangat Buruk, Pejabat Publik Tak Tahu Diri
Â
Video dialog orang nomor one NTT dengan penatua adat Sumba Timur yang sedang viral saat ini mempertontonkan wajah seorang pemimpin yang sangat buruk. Mengapa?
Pertama, disebut dialog tetapi dalam dialog itu, lebih dimonopoli sang pejabat publik. Padahal, yang diharapkan ialah sang pemimpin harus lebih banyak mendengarkan. Dari mendengarkan, ia mempertimbangkan, mengolah diri kemudian membuat suatu keputusan. Harapan ini, tidak tercapai dalam dialog yang dipertontonkan masyarakat sejagad dalam video viral tersebut.
Kedua, disebut dialog tetapi yang banyak omong tidak mau mendengarkan orang-orang sederhana, masyarakat di kampung-kampung seperti ketua adat, pemilik lahan ulayat Sumba Timur. Kalau mau elegan dan lebih mengedepankan komunikasi yang mendidik, dialoglah dalam ruang privasi.Â
Panggil pemilik lahan lalu duduk bersama. Bentangkan bukti serah terima lahan dari nenek moyang pemilik lahan, sampaikan tujuan pemanfaatan lahan, dan lain-lain. Ada penyelarasan pendekatan dan dialog dari hati ke hati, diwujudkan. Dialoglah sampai menemukan konsensus bersama.Â
Hargailah komunikasi kedua belah pihak. Kuburkan sikap yang berwajah arogansi dan tampilkan wajah seorang pemimpin yang bijaksana.
Ketiga, komunikasi dalam dialog yang viral di media sosial, telah mempertontonkan wajah bengis seorang penguasa. Komunikasi yang mendidik, nihil. Komunikasi yang mempengaruhi, tidak ditemukan. Yang ada hanya menampilkan kata-kata yang tidak etis. Semua publik dibikin heboh karena kata-kata sang pemimpin tidak mencerminkan keadaban.
Kerinduan kata-kata dan pendekatan humanis, nol besar. Komunikasi yang menginformasikan justru yang muncul adalah omelan dan perlawanan dari orang-orang yang hadir dan yang menonton video yang viral itu. Nilai dialog dengan komunikasi yang terlindungi itu tidak tercapai. Yang tercapai ialah ancaman kepada masyarakat pemilik tanah ulayat dengan menangkap dan memenjarakan.
Benar, bahwa sang pemimpin tidak tahu diri? Yes! Sang pemimpin seperti "kacang lupa kulitnya". Dia menjadi pemimpin, orang nomor one di NTT karena rakyat yang memilihnya. Sikap arogansi kepada rakyat seperti ini, tidak mencermin seseorang yang berpendidikan. Tetapi apa yang mau dibilang, itulah wajah asli. Keadapan dan kebeningan hati untuk membangun masyarakat, mengayomi rakyat, jauh di atas awan.
Ayo... mari kita bangun NTT dengan wajah keadaban dan ketulusan hati dengan dialog dan berkomunikasi dengan masyarakat dengan wajah ke-bapa-an dan atau ke-ibu-an. Salam sehat saudaraku di NTT.
Pangkalpinang, 3 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H