Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Atlet, Susah-Susah Berjuang, Tapi Rawan Hidup

4 Agustus 2021   15:31 Diperbarui: 4 Agustus 2021   15:33 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: bersama teman main tenis meja (27/10/2017)

Atlet itu olahragawan. Dia siap bertanding. Siap fisik dan mental. Fisik dilatih supaya kuat, tangkas dan ulet. Mental diasah agar menjadi bernyali ksatria. Membangkitkan naluri untuk bersaing. Mungkin tidak hanya itu. Kecepatan pun harus digenjot dengan perpaduan fisik dan mental. 

Atlet kita banyak sekali. Kenapa banyak? Bayangkan, sejak Indonesia berdiri sebagai satu bangsa dan negara, ada perlombaan baik nasional maupun internasional, selalu saja ada atlet. Berapa banyak jumlahnya? Tentu tak terhitungkan. Belum lagi atlet yang hanya mengukir dalam perlombaan antar kelurahan, kecamatan, dan propinsi, plus atlet antar antar sekolah atau lembaga tertentu yang menyelenggarakan perlombaan. 

Atlet itu berjuang untuk memenangkan suatu perlombaan. Tidak pernah membayangkan untuk kalah. Jiwa bersaing dalam dirinya inilah memendorong seorang atlet, mengorbankan banyak hal untuk merebut kemenangan. 

Apa yang dia perjuangkan? Nama baik dirinya sendiri? Nama lembaga yang mengutusnya? Atau nama cabang olahraga yang diikutinya? Dari beberapa pertanyaan yang dikemukakan ini, hemat saya, ada tiga hal pokok yang menjadi perjuangan seorang atlet.

Pertama, mengharumkan nama bangsa atau negara.

Hal ini boleh kita sandingkan dengan atlet buluhtangkis dalam Olympiade Tokyo, Jepang. Begitu meraih emas, begitu harumnya nama Indonesia. Bahkan lambang negara Merah Putih dicium dan dipeluk para atlet. Harumkan nama bangsa atau negara, itulah jiwa patriot anak bangsa. Jiwa ini melahirkan sikap menjunjung tinggi akan negerinya sendiri. Bangsanya berjaya karena perjuangan, usahanya, dukungan warga, dan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, mengolah bakat dan talenta yang dimiliki.

Olahragawan, tidak hanya sekedar bakat atau talenta. Olahragawan itu kemampuan mengasah bakat atau talenta yang dimilikinya hingga mencapai sesuatu yang dicita-citakan. 

Misalnya, olahrawan itu bakatnya bermain buluhtangkis, maka permainan ini pun harus diasah. Jika hanya sekedar bakat saja, iya....paling-paling perlombaan sekitar kelurahan saja. Kalau olahragawan itu talentanya bermain bolakaki, belum tentu dapat bermain pedang sehingga untuk dilatih dan mengikuti pertandingkan anggar. Rasanya sangat sulit seseorang olahragawan memiliki kemampuan yang sama pada dua atau tiga cabang olahraga. Jika ada pun, mungkin minim.

Ketiga, berani merugi dalam waktu, tenaga, dan living cost dalam pelatihan.

Atlet, jarang ditemukan alamiah langsung berhasil meraih emas. Atlet membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya dalam mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, tenaga pelatih yang mumpungi pun harus tersedia. Juga dibutuhkan tempat pelatihan yang nyaman dan aman. Bahkan membutuhkan suatu lembaga khusus semacam sekolah, untuk rutin melakukan pelatihan siang dan malam. Apalagi, pelatihan terakhir untuk siap bertanding.

Atlet mengorbankan segala keinginan dan kedekatan keluarganya demi impiannya dan bakat yang dimilikinya. Bahkan terkadang sulit untuk ditemui, seperti berada dalam suatu penjara.

Pernah menjadi atlet?

Iya, sebatas atlet dalam kelurahan, sekolah dan antar kampus. Itupun sulit diekspos seperti sekarang ini. Menjadi atlet secara nasional atau internasional itu tidak gampang. Kalau gampang menjadi altet, iya antar kelurahan dan kebetulan pada 17 Agustusan. Iya, atlet dadakan. 

Dalam dunia ke-atlet-an, rupanya ada tiga hal yang digembleng. Ketiga hal itu ialah kekuatan, kecepatan, dan ketangkasan. Kecepatan dan ketangkasan membutuhkan kekuatan. Kecepatan tetapi tidak tangkas, itu membuat kekuatan. Karena nihil hasilnya. Kekuatan dimiliki tetapi tidak mampu mengolah akhirnya tidak tangkas dan tidak cepat. Kekuatan tanpa arah. 

Karena itu, dalam menggembleng seseorang untuk menjadi atlet, dibutuhkan juga daya nalar yang kreatif. Artinya kekuatan, kecepatan, dan ketangkasan dikontrol melalui nalar. Nalar harus kreatif sehingga mampu membaca peluang emas untuk mengalahkan lawan. Hanya menghandalkan kekuatan, agaknya sulit. 

Poin penting lain yang mendukung seorang atlet untuk memenangkan perlombaan ialah gaya hidup yang disiplin. Disiplin latihan, disiplin makan dan minum. Disiplin pemanasan, dan lain sebagainya. Gaya hidup ini harus didukung dengan ketaatan dan kepatuhan pada aturan latihan dan perlombaan. Jika semuanya dijalankan dengan baik, maka paling kurang akan mengharumkan ketiga pokok tadi. Kemangan memang cita-cita para atlet, tetapi harus juga diterima bahwa kemenangkan bisa saja tertunda untuk mendorong perjuangan pribadi lebih ketat lagi.

Terkadang atlet itu rawan hidup

Kok bisa? Iya bisa. Karena tidak semua atlet itu hidupnya sejahtera. Memang hidup sejahtera itu subyektif. Hidup sejahtera, itu hidup layak, maka tidak semua atlet akan mengalami ini. Dalam hal inilah, terkadang keharuman nama dan bangsa hanya dirasakan sesaat. Dalam perjalanan waktu, terkadang rawan hidup, susah hidup. 

Kekuatan tidak ada lagi. Kecepatan dan ketangkasan bekerja, sudah mulai berkurang. Hanya cerita yang mengharumkan nama dan bangsa dulu yang hidup. 

Karena itu, atlet yang sekarang berjuang diharapkan untuk hidup disiplin dan gaya hidup sederhana dengan mengingat masa depan hidup selanjutnya. Sehingga perjuangan yang diraih, sukses juga pada masa-masa senja. 

Selamat untuk para pejuang yang mengharumkan nama bangsa, Indonesia.

Pangkalpinang, 4 Agustus 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun