Di depan rumahku, ada tanah seluas 12 x 15 meter persegi. Sejak memiliki tahan seluas ini, hampir setahun, sudah banyak tanaman yang kutanam. Bahkan sudah sering panen berkali-kali.Â
Ada pisang, ubi, jagung, dan beberapa tanaman umur panjang. Di bawah tanaman umur panjang itu, kubangun pondok kecil. Kupelihara 25 ekor ayam. Ayam jantang ada 5 dan ayam betina ada 20 ekor.Â
Kini dari 20 ekor ayam itu, setiap hari kupanen telur ayam sebanyak belasan butir. Awal panen anakku berbagi dengan teman-teman sepermainan. Ada anak yang dapat 5 butir, ada yang dapat 6 butir dan seterusnya. Bahkan karena sudah banyak isteri mengambil keputusan untuk menjual kepada teman-temannya. Sehari terjual 5-20-an butir. Iya... lumayan sekali. Hasil dari kebun dan usaha keluarga sendiri.Â
Makanan ayam tidak susah. Hasil ubi, bisa diberikan kepada ayam. Daun-daun pisang pun bisa menjadi makanan ayam. Bahkan rumput-rumput disekitar pun dipotong untuk menjadi pakan ayam. Ayam benar-benar makan secara alamiah. Rasanya cukup menyenangkan.Â
Mungkin tidak hanya itu, stok telur ayam kampung yang selama ini beli di pasar, tidak lagi beli. Telur ayam hasil sendiri dari sebuah pondok sederhana. Beratapkan terpal bekas. Berdindingkan spanduk-spanduk bekas dari acara-acara kantoran.
Pengalaman mengolah kebun selaras luas tanah, menjadi hal yang menarik dan membanggakan. Menarik karena menjadi ajang olahraga fisik ketika menyangkul, membersihkan kandang, dan menyiapkan pakan ayam. Membanggakan karena hasilnya pun bagus.Â
Bisa dinikmati sendiri bahkan saling berbagi dengan tetangga dan teman-teman kantor. Lebih dari itu menjadi tempat pemasukan pendapat yang tidak besar tetapi lumayan untuk dapat membeli bumbu-bumbu masak yang lain.Â
Berkebun di tanah dengan kadar asam yang cukup tinggi, tidak mudah. Karena harus membutuhkan kapur yang banyak dan pupuk kandang yang juga banyak. Menghidupkan sebatang cabe dan kunyit serta bahan masakan dapur yang lain, agak susah.Â
Kini saya mencoba menanam sebatang pala, tetapi aduh kasihan, pala yang ditanam sudah beberapa bulan ini belum juga menambah daun. Malahan daunnya bertambah kuning. Sepuluh batang advikat malahan jauh lebih subur daripada pohon pala. Jambu dan coklat pun lumayan subur seperti pohon advokat.Â
Dilahan yang sama ini, saya mencoba menanam 100 pohon porang, lewat setahun ini ketika digali, umbinya sebesar satu siung bawang. Memang tanah tidak cocok.Â
Tanah begitu keras ketika disiram atau ketika hujan berhenti. Itulah kondisi tanah Bangka. Terkadang pasir tetapi ditempat yang sama terkadang keras penuh bebatuan.Â