Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PSBB Transisi, Berlibur atau Harus Bekerja Keras?

18 Juni 2020   15:17 Diperbarui: 18 Juni 2020   15:23 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi banyak orang, PSBB transisi, mungkin dipandang sebagai pembebasan dari kungkungan situasi rumah akibat tiga bulan ini, terasa dipenjara. Hal ini mungkin juga berbeda dengan orang-orang yang selama ini bekerja serabutan.

Dalam beberapa hari ini, saya mencoba mengunjungi beberapa keluarga tetangga saya. Saya berkunjung dalam rangka mengantar sumbangan dari kelompok Pro Bono Publico, sebuah kelompok karitas milik Keuskupan Pangkalpinang. Sumbangan itu berupa: beras 10 kg, masker, ikan sarden kaleng, vitamin, dan beberapa bungkus indo mie. Sumbangan ini telah dimulai tiga bulan ini. Sumbangan untuk siapa saja yang benar-benar membutuhkan, akibat Covid-19. Tanpa syarat, tinggal kita antar dan tanya situasi, lalu beri atau tidak.

Dalam kunjungan untuk mengantar sumbangan ini, bukan hanya sekedar memberi sumbangan. Namun, saya mencoba mendengarkan jeritan hati mereka akibat Covid-19 yang sudah menjadi pandemi beberapa bulan ini. Rata-rata, cerita mereka dengan ekspresi lara.

"Sudah tiga bulan ini kutak begawe lagi. Anak empat pula. Kukerja ikut tukang bangunan. Stop begawe karena Covid-19, jadi ku dirumah sajalah pak. Tiap hari pergi mancing di sungai. Jika dapat, syukurlah. Jika, tidak mau apa? Lauk tidak dapat, mau jual dan beli beras pun susah. Hanya indo mie yang kami sekeluarga makan", ungkap pak Yanto (37).

Beda dengan Yanto, tetangganya, isteri pak Asnadi (30) pun menceritakan yang sama. 

"Mau pak, dapat sumbangan beras! Suamiku sudah tiga bulan tidak kemana-manalah. Kerja serabutan ikut teman. Jarang pulang bawa uang atau makanan. Indo mie lah makanan kami beberapa bulan ini. Anak dua. Tinggal numpang ke orang. Harap BLT tak keluar-keluar. Pusing pak pikirin hidup ini".

Setelah mengantar sumbangan kedua rumah ini, saya pulang ke rumah. Dalam perjalanan, saya mencoba berpikir lebih jauh lagi. Bagaimana jika saya ini tidak bekerja seperti mereka? Mengharap bantuan umum dari BLT, harapan itu pupus.

Mau cari kerja di tengah badai Covid-19, boro-boro dapat, malahan menghabiskan tenaga karena kemana-mana tanya orang dan berakhir dengan tidak dapat pekerjaan serta pikir terus dengan keadaan di rumah. Dalam hati saya, pantasan pulang kerja jarang melihat keluarga-keluarga ini duduk di teras rumah.

Karena stock sumbangan masih satu bungkus, saya pun mencoba mengantar ke pak Amir. Tetangga dekat yang memiliki mobil pick up, yang sehari-hari nongkrong di pasar menawarkan jasa mobilnya antar jemput barang ke tempat tujuan yang dipesan. Sumbangan yang saya bawa, saya tinggalkan di motor. Saya mencoba mampir ke rumahnya dan ngobrol seputar dampak Covid-19.

Rentatan cerita piluh dan sedih pun keluar. 

"Pak, benar-benar lagi sepih. Sudah antar jauh ke kabupaten lain selama ini, lumayan besar bayarannya. Sejak dua bulan lalu, saya tidak berani lagi antar jauh. Saya antar dekat-dekat saja. Sekali antar biasanya 100 ribu pick up saya ini, sekarang hanya 50 ribu saja. Habis hanya untuk biayai bahan bakar. Beberapa minggu ini saya di rumah saja".

"Pak, lalu biaya hidup keluarga bagaimana?", sambung saya. Pak Amir lalu bekisah bahwa untuk hari ini, kami tidak punya uang untuk belanja. Tadi jam 08.00 isteri saya petik cabe dua tiga batang di belakang rumah dan pergi jual. Pulang, katanya dapat 40 ribu. Uang itu untuk beli beras 2 kilo dan yang lain beli sayur dan lauk sedikit." "Kami di rumah ini 3 orang dewasa dan satu anak. Besok makan apa?, belum tepikir pak, tambah isterinya.

Saya pun kembali ke motor dan mengambil sumbangan. Saya antar ke keluarga Pak Amir. Bukan main ekpresi kebahagiaan keluar ini. Pak, terima kasih pak! Alhamdulilah pak, besok sudah ada makan. Ekpresi pak Amir dan isterinya begitu senang, sampai-sampai ucapan terima kasih begitu kencang. Anak laki-lakinya dalam rumah berlari keluar rumah, sambil bertanya, ada apa ma?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun