Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia: Negara yang sedang Kehilangan Jati Dirinya

4 Juli 2014   22:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:28 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejahatan yang paling sadis dalam proses menjelang pilpres 9 Juli 2014 ini, terjadi di jejaring sosial dan media massa lainnya. Karena hampir dipastikan bahwa hanya mengungkapkan kelemahan capres-wacapres. Mengungkapkan kelemahan seseorang dengan masuk supaya banyak orang tahu dan lebih dari itu mampu menentukan pilihan yang tepat. Hal ini masih bisa diterima secara rational.

Namun kalau hanya hal kelemahan saja yang diungkap, tentu memiliki sebuah ‘muatan tertentu’. Muatan itu ialah mau merusak kepribadian seseorang. Merusak citra kemanusiaan manusia seseorang, lebih dekat pada merusak citra kemanusiaan manusia, bangsa dan negara sendiri. Rasanya bahwa harga diri begitu buruk. Jelek rupa, rusak kepribadian capres-wacapres. Padahal, kedua pasangan calon presiden ini, asli warga negara Indonesia, Indoesia yang memiliki perabadan yang khas sebagai sebuah bangsa yang besar.

Hemat saya, inilah kelemahan paling sadis. Boleh dibilang brutal. Kenyataan ini, tentu memberikan pendidikan politik kepada warga negara sendiri, yang tidak tepat, tidak santun, dan akan terjadi nihilisme yang berkepanjangan. Negara bagai hutan rimba. Sangat sulit dipahami, ribet mengerti dengan akal sehat. Hati yang merupakan ‘bejana’ terungkapnya perasaan yang berperikemanusiaan, berkeadilan sosial, bahkan mampu berelasi dengan ke-Tuhan-an, terpekap dalam kubangan emosional dan tindakan pragmatisme.

Sadis memang...Untung bahwa modal nekat dan kemauan tegas dari capres-wacapres kedua pasangan ini, sehingga bisa bertahan untuk tetap maju dalam pilpres. Terlihat ke publik, sangat dangkal sikap dan cara parpol pendukung, yang memilih pro dan kontra dalam bertindak. Sikap netral ternyata tidak bertahan dalam badai emosional, lalu lebih memilih pro, sehingga menambah sumber petaka. Memilih netral, rupanya berujung pada keterbukaan kepada publik, hebatnya publik memiliki kemampuan membaca arah peta setiap parpol, sehingga endingnya jelas, ketidakdewasaan dalam berpolitik.

Seandainya saya dipilih atau dicalonkan parpol (sikap alienasi diri saja), lalu dipropagandakan seperti itu, walau dibayar mahal sekalipun, saya pasti tidak mau. Karena saya lebih berharga memilih keutuhan citra diri daripada citra diri dicungkirbalikan oleh orang lain atau pihak lain. Disinilah, terberet ‘budaya malu’. Anehnya, hal ini yaitu budaya malu, kini telah lenyap, sehingga efeknya memiliki efiensi untuk berbuat kejahatan. Dalam hal ini, saya puji sosok capres dan wacapres kedua pasangan kali ini. Mereka lebih memiliki kemampuan untuk tetap mau maju dan mau bersaingan dengan cara yang paling sadis. Saya yakin, bukan dari mereka tetapi dari pihak lain, yang memilihi pro dan kontra terhadap kedua pasangan ini. Negara yang besar, ‘seolah-olah’ kehilangan ‘macan’nya. Lebih memilih sebagai penonton yang pasip.

Saya hanya mau membayangkan, jika salah satu calon menjadi presiden, apakah orang-orang yang hanya mempropagandakan kelemahan dan kejelekan orang lain ini, masih mau tinggal di Indonesia? Jika masih mau tinggal di Republik ini, bagaimana harga dirinya. Malu rasanya. Tapi jika masih mau menetap di Indonesia, harus diakui bahwa orang ini tidak mempunyai rasa malu lagi. Rasa malunya sudah menyusut dan hanya sikap kekerdilan diri sajalah yang ada. Hidupnya kelak bagai ‘topeng’ dalam sandiwara hidupnya. Atau bisa saja, mengambil sikap dengan cara membentuk ‘mafia tersembunyi' dibalik pembangunan bangsa ini nanti.

Saya sungguh prihatin. Kejujuran hati nurani, terpangkas habis oleh karena kebodohan mengambil sikap terang-terangan membela salah satu calon. Padahal pilihan adalah RAHASIA yang harus dijaga hingga puncak pilpres. Atas nama demokrasi tetapi malahan, merusak demokrasi. Demokrasi, telah kehilangan RAHASIA. Demokrasi: LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan RAHASI, telah membelenggu RAHASIA dan memunculkan fasisme dan barbarisme dalam berpolitik. Makna politik kehilangan arti dasar. Politik lalu menjadi akar ekstrimisme, baik untuk orang perorangan maupun untuk sebuah kelompok atau communal tertentu.

Sayang seribu sayang. Rational kehilangan jatidirinya, karena ekspresi emosional untuk memenangkan salah satu kandidat sehingga masuk dalam hutan rimba menjadi barbarisme. Harga diri sebagai makhluk beradab, terhempas bagai bom Hirosima dan Nagasaki, kala itu. Patriotisme menjadi individualisme yang kering kerontang, bagai padang Gurun Sahara. Inilah mentalitas yang terekspresip. Mengungkapkan kehebatan diri pasangan dalam bentuk bernegasi, namun merusak suasana proses pendidikan berpolitik.

Hati bukan lagi menjadi pendingin bagai es di gunung Evarest tetapi bagai tanur api yang menyala membakar hutan rimba Indonesia. Mau kemana bangsa ini? Gak jelas arah lagi negeri ini. Pendidikan kepada warga oleh MPR di setiap layar perak tv tentang Empat Pilar Bangsa ini, rupanya masih juga tidak mendewasakan jiwa seseorang menjadi nasionalis dan patriotis Nusantara ini. Kasihan, jiwa Gajah Mada yang berjanji untuk tidak makan buah maja sebelum bersatu Nusantara dan jiwa pendiri bangsa ini yang melahirkan Pancasila dan UU 1945. Saya hanya bisa membayangkan bagaiman jiwa-jiwa mereka ini marah kepada generasi Republik ini, yang menerus pembangun bangsa ini, hanya dengan cara ‘menelanjangi citra diri bangsa. Sehingga wajah Republik ini bagai cermin terpecah karena jatuh dari langit. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun