Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Toleransi Hidup Beragama Melalui FKUB

18 Oktober 2014   19:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:33 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_367298" align="alignnone" width="300" caption="Para Tokoh Agama FKUB Propinsi dan Kota/Kabupaten Propinsi Kep. Bangka Belitung"][/caption]

Membangun sebuah toleransi dalam diri setiap orang itu, tidak gampang. Pasalnya setiap orang merasa bahwa dirinya pun memiliki hak dan kewajibannya. Otonomi diri. Ketika hak dan kewajibannya itu terintegrasi dengan hak dan kewajiban orang lain disekitarnya, ada dua hal dasar yang muncul. Pertama, hak dan kewajiban yang ada didalam dirinya itu, sama dengan hak dan kewajiban orang lain yang ada disekitarnya. Kedua, hak dan kewajiban yang ada didalam dirinya itu, berbeda dengan hak dan kewajiban orang lain disekitarnya.

Personality of disintegration

Jika ada kesamaan hak dan kewajiban yang dimiliki maka orang-orang yang memiliki kesamaan dalam hak dan kewajiban itu, akan merasa aman. Dialognya nyambung satu sama lain. Rasa memiliki muncul, sapaan, dan teguran pun akan terjawab. Hidup rasanya tanpa ada dinding pemisah satu sama lain. Kegagalan yang dialami akan menjadi kegagalan bersama, karena itu akan muncul inisiatip dari salah satu pihak atau pun kedua belah pihak sepakat untuk membangun kembali kegagalan itu. Bahkan dalam banyak hal, ada banyak kepentingan dalam kegiatan pun dipermudah dan dipercepat. Berkat keterbukaan hati untuk berdialog dan menerima satu sama lain.

Jika ada perbedaan hak dan kewajiban antara seorang dengan orang lain, jelas akan muncul banyak gesekan. Kontrakdiksi yang agak sulit dikonfirmasi dan dikonfrontasi. Muncul banyak persoalan dan lebih dari itu, akan tidak ada rasa saling menghargai satu sama lain. Sedikit-sedikit, langsung pecah persoalan dan berujung pada bentrok satu sama lain. Dunia lingkungan hidup terkotak-kotak, terasa sempit dan sangat sulit untuk berdialog. Jika ada dialog pun, dialog itu hanya sebatas mempertahankan pendapat dan tidak ada ruang untuk menarik benang merah sebagai pemersatu. Makna sebenarnya toleransi, rasanya seperti perang antar blok, padahal masih dalam satu keluarga, RT/RW, kelurahan, kecamatan, dan sebagainya bahkan dalam satu wilayah resmi yaitu negara atau bangsa.

Hemat saya, dari keseluruhan persoalan itu, bukan masalah hak dan kewajiban yang sama atau berbeda, tetapi masalahnya ada pada keegoismean diri membangun jati diri setiap pribadi atau kelompok-kelompok tertentu. Keegoismean diri itu beralas pada pola pemahaman yang tidak holistik terhadap situasi hidup dan orang per orang atau kelompok tertentu. Merasa diri, lebih benar dan yang lain salah, dan lain-lain. Padahal, manusia adalah makhluk dinamis dan memiliki vision ke masa depan. Kharakter diri yang begitu sulit karena ada banyak rationalisasi yang dibuka dengan argumentatif semu untuk melindungi diri dan kelompok-kelompok tertentu tanpa memahami dengan baik esensi dari setiap individu atau kelompok, yaitu saling menghargai, saling memberi kepedulian, saling merasakan setiap persoalan yang dihadapi sebagai satu kesatuan organisme-hidup dalam satu bingkai besar yaitu Republik Indonesia Raya.

Jika sebagai satu kesatuan dalam Republik ini, yang dibaluti dengan konstitusi negara, tentu ada rasa kemanusiaan, rasa keadilan sosial, dan rasa persatuan. Sehingga yang muncul adalah sebuah bangsa besar. Maka jelas disini, jiwa toleransi yang melekat didalam nurani setiap orang, tidak bisa dihapuskan kalau ada perbedaan dalam hak dan kewajiban.

Action in FKUB

Berangkat dari persepsi sederhana di atas, ketika mendapat surat undangan dari ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung 2010, saya dengan niat baik untuk ikut pertemuan berdasarkan surat undangan itu. Dalam pertemuan itu, saya baru tahu bahwa akan diadakan pergantian ketua dan anggota FKUB, karena jangka waktu sudah lima tahun.

Jujur bahwa semua kami yang hadir saat itu, langsung dimasukan dalam daftar anggota FKUB. Dan karena itu mulailah diantara kami untuk memilih kepengurusan FKUB. Dengan penuh kesepakatan ketua dan wakil ketua dan sekretaris dipilih dari teman-teman Muslim. Sedangkan kami yang lainnya menjadi anggotanya. Seluruh proses ini berjalan begitu cepat. Yang muncul saat itu hanya satu komitmen bahwa semua anggota dan pengurus mau bekerja sama satu sama lain untuk menjaga kerukunan hidup beragama ditengah masyarakat.

Ada kegiatan menyangkut rencana pembangunan rumah ibadah salah satu agama, kami semua diundang untuk pertemuan. Kami membahas rencana tersebut. Informasi-informasi yang kami terima untuk perencanaan pembangunan rumah ibadah dianalisa dan kemudian bersama-sama tinjau ke lapangan. Tinjau ke lapangan disatu sisi kami mendapat informasi dan disisi lain kami melihat situasi di sekitarnya. Melalui hasil rapat dan kunjungan kami, atas nama FKUB kami memberikan rekomendasi kepada Departemen Agama Kabupaten dan Bupati, apakah layak jika rumah ibadah yang direkomendasikan itu dibangun atau tidak. Syukurlah, bahwa selama hampir lima tahun ini, kegiatan-kegiatan seperti ini berjalan dengan baik dan lancar. Begitu pun juga ketika kami bersama-sama dalam satu tim turun ke kecamatan-kecamatan untuk mensosialisasikan tentang SKB dan syarat-syarat membangun rumah ibadah.

Tanpa sadar atau tidak, kegiatan yang kami laksanakan dalam satu Tim FKUB Kabupaten Bangka, dinilai bagus dan mendapat perhatian serius dari Gubernur Kep. Bangka Belitung, saat ini. Kabupaten Bangka menjadi sebuah miniatur dalam hal kerukunan umat beragama untuk kelima kabupaten lain di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dan pada tanggal 22 September 2014 yang lalu, seluruh FKUB dari setiap kabupaten/kota dalam Propinsi Kepulauan Bangka Belitung berkunjung ke setiap rumah ibadah di Kabupaten Bangka yang dikoordinir oleh bagian Kesra Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kami berkunjung ke rumah-rumah ibadah seperti: Mesjid Al’Ittid, Gereja Katolik, Gereja Kristen, Klenteng, dan Vihara. Disetiap rumah ibadah, para pengurus dan tokoh agama bersiap untuk menerima kehadiran kami. Rasanya bangga dan gembira karena pengalaman kebersamaan ini telah menguatkan tali persaudaraan satu sama lain, saling share dan berbagi tawa dan canda. Inilah suatu ‘laboratorium pengharapan’ bagi masa depan republik ini jika pengharapan setiap individu, kelompok, agama dan suka untuk hidup dalam Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dibawah kepak Garuda dan Sang Saka Merah Putih. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun