Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengelolaan MIGAS Indonesia: Mustahil Merugikan Negara

28 Februari 2015   20:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat Indonesia hanya tahu melalui pendidikan di sekolah-sekolah dan media sosial baik cetak maupun elektronik, bahwa negerinya sangat kaya. Sangat jarang, rakyat di pedesaan dan hidup terpencil mengetahui buminya dengan segala keadaannya melalui jalur ini. Kekayaan alamnya sungguh melimpah. Mengapa tidak, laut biru yang dalam, tidak hanya ada ikan, teripang, cumi-cumi, dan lain-lain, tetapi juga ada mutiara yang berkilau serta didasar, didalamnya terdapat kandungan barang tambang berupa emas, minyak, gas, timah dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, di daratan selain hutan yang luas dan perkebunan serta pertanian yang menggiurkan tetapi didasar daratan pulau-pulau pun terdapat barang tambang yang begitu banyak, kalau dicatat secara serius maka hampir ada di setiap pulau-pulau di Republik ini. Tidak hanya di laut dan di darat, bahkan di udara Nusantara ini pun memiliki jalur penerbangan yang strategis antar negara dan benua, juga ada burung-burung yang melayang tinggi menghiasi alam udara menjadi daya tarik tersendiri yang belum dikelola secara maksimal untuk menjadi ajang pariwisata udara.

Namun, apakah kekayaan yang ada di laut, darat, dan udara ini, sungguh menghidupi kebutuhannya rakyat Indonesia setiap hari? Apakah pengelolaan kekayaan alamnya sungguh-sungguh memakmurkan hidup rakyat? Rasanya, sangat sulit untuk menjawabi pertanyaan ini. Tetapi, kenyataannya bahwa rakyat Indonesia tetap mengeluh bahwa hidupnya belum semakmur yang dicita-citakan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yang dirumuskan oleh para pendiri (the founding fathers) Republik ini, sangat tepat sekali. Indonesia sudah merdeka hampir 70 tahun lalu. Kemerdekaan yang diraihnya ini, mau mengatakan kepada dirinya bahwa bebas mendapat hak dan kewajiban dalam menjalankan hidupnya pun, masih sangat jauh dari amanat UUD 1945. Namun, harapan untuk tetap berjuang hidup dan memenuhi kebutuhan dasar yang dilakukan warga adalah suatu kepastian walaupun terkadang jurang pemisah yang mampu dan yang tidak mampu masih begitu lebar.

Alam Indonesia: Kemakmuran bagi orang banyak

Sebelum membaca lebih lanjut tulisan mini ini, ada baiknya juga kita diajak untuk melihat dan mendengarkan sebuah lagu ini, karya Koes Plus tentang “Kolam Susu”. https://www.youtube.com/watch?v=2Z1nEnr3GME. Koes Plus membantu kita untuk mengakui bahwa negeri kita ini, sangat kaya raya. Koes Plus melukiskan Negeri Indonesia sebagai sebuah Negeri ‘Kolam Susu’. Tentu yang diharapkan Koes Plus dan juga warga Indonesia akan sebuah ‘Kolam Susu’ ini dimaksudkan untuk dinikmati oleh rakyatnya.

Rakyat Indonesia patut bangga bahwa alamnya (laut, darat, dan udara) memiliki banyak kekayaan. Seluruh kekayaan yang ada di bumi Indonesia ini telah diisyaratkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, poin ketiga bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pasal 33 sangat jelas mengatakan bahwa tujuan pengelolaan kekayaan alam oleh negara adalah untuk kemakmuran banyak orang Indonesia, bukan hanya segelintir orang saja. Maka, sikap mau ingin kaya sendiri ditolak oleh Undang-Undang Dasar 1945. Justru sikap yang direkomendasikan oleh UUD 1945 ialah sikap saling berbagi dengan rasa keadilan, kemampuan untuk memiliki selalu dibarengi dengan kemampuan untuk berbagi, sehingga yang kecil dan terlantar pun dapat merasakan kehidupan yang layak, ini disatu sisi.

Dan disisi yang lain, supaya kekayaan alam di Republik ini untuk kemakmuran rakyat Indonesia, negara dapat mengelolanya dengan sebuah sistem pengelolaan yang baik, tepat sasar, dan benar. Hal ini pun telah diamanatkan oleh UUD 1945 khususnya dalam Pasal 33 poin kedua. Disana dikatakan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan mengkuasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Itu artinya bahwa negara tidak bisa tidak, harus hadir dan mengatur sistem pengelolaan dan sistem pemakaiannya dengan sebuah sistem yang baik dan benar serta tepat sasar dalam sistem pengaturan bagi hasil dan penyaluran hasil yang diterima negara. Sehingga tidak terjadi nepotisme, kolusivisme dan korupsi baik pihak internal (pegawai dan staff) maupun pihak eksternal (investor) terhadap segala proses upstream-hulu (ekplorasi dan pengembangan serta produksi-eksport-mendatangkan devisa) dan down stream-hilir (refinery-eksport dan penggunaan dalam berbagai kebutuhan). Itu artinya bahwa segala penyimpangan dalam sistem pengelolaan ditolak dan diharapkan untuk tidak terjadi. Maka pertanyaan yang paling pokok disini, selanjutnya menjadi sebuah usulan bagi SKK MIGAS adalah sejauhmana sebuah sistem penjagaan yang tepat dan teratur sehingga tidak terjadi penggelapan secara diam-diam yang bermula dari proses hilir hingga proses hulu? Sistem kontrol secara heroik dan periodik serta dilandasi sikap jujur merupakan nilai-nilai humanis yang harus dihayati oleh para penjaga sistem pengelolaan ini.

Sistem Penjagaan Ekstra Aktif

Menelisik proses ekplorasi dan pengembangan menuju produksi lalu mengalir melalui pipa-pipa menuju pengapalan, adalah sebuah proses yang cukup panjang. Proses-proses itu diharapkan oleh negara supaya dijaga secara ketat, sehingga tidak terjadi ‘penyalahgunaan kekuasaan’ dan mendatangkan resiko dalam pengelolaan setiap proses tersebut. Yang dimaksudkan penjagaan yang ektra ketat ini, tidak hanya penjagaan seperti ‘satpam’ tetapi juga penjagaan dengan sebuah sistem pengelolaan yang benar-benar menjunjung tinggi tujuan dari pengelolaan kekayaan alam tersebut.

Karena jika kesadaran yang dimiliki oleh setiap pengelola bahwa tujuan pengelolaan yaitu kemakmuran orang banyak, maka mentalitas pengelola disini, perlu profesional. Itu artinya, mentalitas pengelola itu memiliki sebuah sistem imun baik didalam dirinya maupun didalam hatinya untuk tidak menyimpang dari amanat UUD 1945. Maka yang diharapkan disini ialah makna profesionalisme setiap pribadi pengelola. Nilai bisnis tetap dijunjung tinggi, namun pemegang pengelolaan perlu mempunyai sebuah sistem pengaturan yang paling kurang berending pada kemakmuran banyak orang.

Negara Rugi, Investor Diuntungkan, Rakyat tetap Melarat

Membaca presentasi Bapak Rudianto Rimbono dalam bagian ‘Cost Index – Sektor Hulu Migas’, halaman 17, saya mempunyai beberapa catatan kritis dan sekaligus usul-saran untuk SKK MIGAS Indonesia, demikian. Pertama, harga minyak dan gas di Indonesia sangat bergantung pada harga minyak dan gas dunia. Saya sangat bangga bahwa harga minyak dan gas Indonesia pun diperhitungkan oleh dunia. Dalam rasa bangga itu, muncul pertanyaan saya apakah Indonesia tidak mampu bersaing dengan harga minyak dan gas dunia?

Disinilah saya mengusulkan kepada SKK MIGAS bahwa kalau Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai lahan MIGAS yang besar, paling kurang cukup diperhitungkan oleh dunia. Dan memang negara-negara lain seperti Iran, Irak, Saudi Arabiah, dll masih jauh lebih banyak dan besar ketimbang Indonesia. Maka Indonesia pun harus berani untuk mengelola dan memproduksi sendiri berdasarkan kebutuhan domestik. Coba bayangkan, mengapa, Prancis yang tidak memiliki lahan tambang minyak dan gas tetapi mereka memiliki kemampuan untuk memakmurkan rakyatnya dan mengeksport ke negara lain?

Inikan hanya soal kemampuan dalam sistem pengolahan dan pengelolaan. Indonesia sudah bertahun-tahun merdeka dan sudah bertahun-tahun juga mempunyai strategi di masa depan soal pengelolaan dan pengolahan MIGAS. Semestinya, Indonesia pun harus lebih dari Prancis ini. Karena kelebihan Indonesia ialah mempunyai lahan minyak dan gas. SKK MIGAS Indonesia patut mencari terobosan dalam sistem pengelolahan. Bangunkan pengelolahan domestik yang mensejahterakan rakyat, jangan bergantung pada investor asing. Jika masih membutuhkan investor asing, maka sistem kontrakan bagi hasil harus menguntungkan Indonesia. Mengapa? Karena investor asing bisa jadi menjual lagi kepada investor lain dengan harga yang lebih tinggi dari sistem kontrak pertama. Saya sendiri yakin bahwa ada banyak orang Indonesia yang mampu untuk hal ini. Sekarang, tinggal bagaimana SKK MIGAS mempunyai nilai jual untuk anak bangsanya sendiri untuk mengolah dan mengatur sistem operasionalnya.

Kedua, sistem pengelohan hulu baik dilakukan oleh investor domestik maupun investor asing, terlihat biaya cost-indexnya sangat tinggi. Dan bahkan terjadi inflasi sejak dari tahun 2000 hingga tahun 2012. Biaya cost-index ini bahkan meningkat dua kali lipat. Biaya ini pun akan terjadi pada tahun-tahun berikutnya jika subsidi minyak dan gas domestik tetap diselenggarakan. Kelihatannya perubahan sejak terjadi subsidi minyak dan gas domestik mengabikatkan biaya cost indexnya meningkat. Hal ini lebih jauh saya melihat, bahwa sistem pengelolaan dan pengaturan yang terjadi sebelumnya, masih menguntungkan investor, walaupun ada pengaturan yang dibuat untuk menguntungkan negara. Ini artinya, masih terjadi jurang pemisahan antara sistem penjagaan dan sistem pengelaan.

Sementara pemerintah Indonesia merasakan bahwa rasanya sudah cukup dan harus ada perubahan-peralihan dari laba keuntunga untuk investor kepada negara. Sistem perubahan inilah sebenarnya mau mengenjot sistem penjagaan dan tata kelola yang dilakukan kontraktor dan investor. Tindakan pemerintah ini tentu didukung oleh rakyat karena memang menguntungkan rakyat sendiri. Namun, bahayanya ialah jika perubahan ini pun masih bisa kecolongan dalam pengatur.

Hemat saya, SKK MIGAS Indonesia, perlu melakukan sebuah terobosan dalam mengatur sistem pengelolaan dan pengolahan biaya pengoperasian di sistem hulu MIGAS. Mengingat sumber daya alam MIGAS semakin tahun semakin menipis dan proses kembali secara alamiah untuk mendapatkan MIGAS dibutuhkan waktu beribu-ribu tahun lagi. Maka, sikap yang tegas dan memiliki sistem pengatur dalam pengelolaan dan pengolahan, harus ditata kembali sehingga ladang minyak dan gas Indonesia masih bisa dinikmati oleh generasi-generasi muda berikutnya. Jika tidak, tentu amanat UUD 1945 pasal 33, poin 2 dan 3 akan hilang dari tekstual UUD 1945, karena kekayaan alam Indonesia khususnya MIGAS sudah habis akibat salah dalam pengelolaan dan pengolahannya.

Ketiga, terjadi inflasi dalam negara di masa depan jika biaya cost-index semakin meningkat. Ini sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Dan tahun-tahun selanjutnya inflasi semakin meningkat. Jika ini tidak ditanggapi dengan baik oleh SKK MIGAS, maka biaya cost SKK MIGAS dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Biaya Negara (RAPBN) pun ikut tersedot bahkan semakin tinggi. Jika biaya cost-index ini sudah diketahui bahwa semakin tahun semakin meningkat, mungkin lebih bagus secepatnya diambil langkah untuk pembuatan pengendalian biaya cost-index pada sistem pengolahan dan pengelolaan bagian hulu. Jika langkah ini ditempuh maka layaklah belajar dari negara-negara maju seperti Prancis.

Sistem pengendalian biaya cost-index dalam sistem pengelolaan dan pengolahan ini diambil demi untuk tidak terjadi penumpukkan utang yang ada di luar negeri. Tidak mungkin, generasi-generasi Indonesia berikutnya hanya mengetahui bahwa Indonesia ini negeri yang kaya raya, tapi juga banyak utang negara. Inikan suatu sikap dan beripalaku yang paradosal sekali.

Sebagai bagian akhir dari tulisan ini, saya berharap bahwa SKK MIGAS harus perlu berpikir banyak soal sistem pengelolaan dan pengolahan hulu MIGAS negeri ini. Lebih baik mengambil sikap yang tegas, jika ada kontraktor –investor yang berani mengolah tetapi menumpukkan utangnya di Indonesia. Apalagi investor memberikan beban yang besar kepada negara ini.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun