Mendidik dan mendewasakan karakter, tentu adalah pesan seluruh agen pendidikan di manapun serta apapun karyanya. Citra yang demikian menuntut suatu kekayaan yang sangat utuh, di mana berasal dari tiap-tiap kesungguhan dan penuh tanggung jawab. Maka pendidikan itu dinamika yang tak senantiasa bukan perkara benar serta salah, ia tetap akan berpotensi menjadi kaya saat punya proses di dalamnya.
Artinya, di mana selalu ada tatap relasi dan penerimaan baik dari kepekaan setiap individu, pastinya mau tak mau dimensi plural akan hadir di dalamnya, baik itu budaya, keanekaragaman sifat dan karakter, serta minat yang ditiap siswanya berbeda, juga kompetensi tiap gurunya yang bersedia untuk melayani, itu semata serta semuanya tak akan pernah ada jika penerimaan terhadap sifat plural tak hadir di dalamnya. Sehingga untuk itulah di dalam pendidikan, tak menafikkan bahwa ada kekerasan yang mungkin tak terhidarkan akibat kesalahpahaman, tetapi itulah proses bertumbuh, karena jika tak demikian apapun terpaannya sekolah bisa jadi akan sampai akan terus menunggu tanpa pernah mau berbenah.
Â
Daftar Pustaka
[1]Paus Fransiskus, Persaudaraan, Dasar dan Jalan menuju Perdamaian, Pesan untuk HariPerdamaian Sedunia (2014), no.8
[2]Meskipun konteks kebudayaan dan faktor yang mempengaruhi pendidikan beragam, ada sejumlah keunggulan kualitas yang harus dijamin oleh sekolah-sekolah dan universitas-universitas Katolik: hormat akan martabat dan keunikan pribadi. (bdk. Â F.X. Adisusanto, SJ & Bernadeta Harini Tri Prasasti (penerj.) Instrumentum Laboris: Mendidik Masa Kini dan Masa Depan: Semangat yang Dibarui. (Dokpen KWI: 2016) hlm. 15
[3]bdk. Â F.X. Adisusanto, SJ & Bernadeta Harini Tri Prasasti (penerj.) Instrumentum Laboris: Mendidik Masa Kini dan Masa Depan: Semangat yang Dibarui. (Dokpen KWI: 2016) hlm. 18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H