Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sang Perawan Itu adalah Bunda Gereja

18 Mei 2020   16:21 Diperbarui: 18 Mei 2020   16:17 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
discerninghearts.com

Allah memilih Bunda Maria untuk menjadi ibu Tuhan (Theotokos); karenanya, ia dipersiapkan secara khusus, sehingga sejak dari dalam kandungan ia tidak berbuat dosa. Ia tetap perawan (Dogma 1854). Oleh rahmat dan perlindungan Allah, ia terlindung dari segala noda dosa, ia hidup tanpa cela. 

Keterpilihannya menjadi Ibu Tuhan membuka kembali pintu surga yang telah ditutup karena dosa Hawa. Ia adalah Hawa baru, ibu dari semua yang hidup, sebagaimana Kristus adalah Adam baru. Kepasrahannya yang total kepada rencana dan kehendak Allah menjadikan dia sangat berkenan di hadapan Allah. 

Ia adalah makhluk yang paling sempurna dari semua ciptaan. Bunda Maria adalah model iman yang harus diteladani, iman penuh penyerahan, "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu." (Luk. 1:38) Maria adalah contoh dan teladan Geraja yang ulung (Lumen Gentium.53).

Keterpilihan Maria oleh Allah, untuk melahirkan Yesus sebagai Anak Allah menjadikan Maria sebagai Bunda Allah, Theotokos atau Maria Mater Dei, (Konsili Efesus 431). 

Gelar Maria sebagai Bunda Allah atau Theotokos didasarkan pada pribadi Yesus sebagai Anak Allah. Yesus lahir dari Maria bukan hanya sebagai manusia saja, tetapi sekaligus Allah.Yesus lahir seratus persen manusia dan seratus persen Allah. Pribadi Yesus sebagai Allah dan Manusia, yang lahir dari Maria tidak dapat di pisahkan. 

Sebagai manusia Yesus berumur 33 Tahun, sejak kelahirannya dari Maria sampai wafat-Nya di kayu salib. Namun, sebagai Allah, Yesus adalah Sang Sabda yang berasal dari Allah yang sudah ada sebelum ciptaan jagat raya, sampai kekal. 

Pristiwa inkarnasi merupakan peristiwa penjelmaan Sang Sabda menjadi manusia dalam pribadi yang bernama Yesus yang dilahirkan oleh Maria. 

Yesus sendiri mengakui, dalam Luk. 8:19-21, ketika Ia sedang mengajar dan orang mengatakan kepada-Nya, bahwa ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya ingin bertemu dengan Dia. 

Ia menjawab, Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengar firman Allah dan melakukannya. Orang menafsirkan ayat ini, bahwa Yesus meremehkan Maria. 

Namun, justru sebaliknya, secara tidak langsung Yesus mau mengatakan bahwa Maria adalah ibu-Nya, karena Maria telah mendengarkan firman Allah dan melakukannya secara sempurna. Jadi tidaklah salah Gereja memberi gelar kepada Maria sebagai Bunda Allah, karena ia telah melahirkan Yesus yang adalah Allah dan manusia.

Sehubungan dengan "status" dan "posisi" Maria dalam Vatikan II, ada tiga hal yang hendak dilakukan melalui tulisan ini. Pertama, memperlihatkan secara singkat mariologi pra-Konsili (menjelang Konsili) untuk sampai pada kesadaran bahwa elaborasi naskah marial Vatikan II merupakan reproduksi pergumulan mariologi pra-Konsili. Kedua, mengartikulasi corak mariologi Konsili sebagai fondasi bagi mariologi postKonsili. 

Ketiga, mengangkat hal-hal yang agak terabaikan oleh doktrin Maria dalam Konsili dan mengajukannya sebagai "pekerjaan rumah" bagi Mariologi post-Konsili. Untuk maksud tersebut, artikel-artikel tentang Maria Lumen Gentium bab VIII tidak akan dikupas satu demi satu, tetapi dipandang secara menyeluruh untuk mendapatkan suatu visi yang menyeluruh.

Maria dan menjelang Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II dibuka pada 11 Oktober 1962. Saat itu, Dogma "Maria Diangkat ke Surga" baru berusia dua belas tahun. Dan ketika dogma itu dimaklumkan oleh Paus Pius XII, Dogma "Maria Dikandung tanpa Noda" yang dimaklumkan oleh Paus Pius IX kurang enam tahun untuk genap seabad usianya. 

Dalam tenggang waktu di antara pemakluman kedua dogma tersebut, yaitu antara tahun 1854 dan 1950 refleksi teologis atas Maria dan devosi kepada Maria bertumbuh subur. Sebelum tahun 1854 dan sesudahnya, studi maria dan devosi maria mendapat perhatian besar, terutama ketika umat beriman mulai menghormati privilese-privilese Maria, seperti: pengandungannya tanpa noda, pengangkatannya ke Surga dan daya pengantaraannya. Homili maria, himne marial dan puisi maria dirangkai secara antusias.

Perspektif kristologis lebih menggarisbawahi kesatuan Maria dengan Yesus Kristus. Adanya perspektif ini menjadi sebuah kekhasan dari dogma terkait Maria tersebut terlebih khusus dalam periode menjelang konsili Vatikan II. 

Maka, peran yang analog dengan peran Kristus dikenakan juga pada Maria: kalau Yesus berperan sebagai redemptor, mediator dan rex, Maria pun berperan sebagai corredemptrix, mediatrix dan regina. Privilese-privilese Maria disimpulkan dari relasinya dengan Kristus.

Perspektif eklesiologis menggarisbawahi kesatuan Maria dengan umat manusia, terutama dengan kaum beriman (anggota Gereja). Karena itu, Maria berada di pihak manusia. 

Sebagai manusia, ia diselamatkan dan menerima penyelamatan dari Allah melalui Yesus Kristus dan ia merupakan hasil paling unggul dari penebusan itu. Ia dipandang sebagai figur orang beriman yang paling otentik, ikon dari Gereja dan model dari setiap murid Kristus. 

Sehubungan dengan dua perspektif tadi baik dari kristologis dan eklesiologis pun menjadi dua tema yang hangat diperbincangkan oleh para mariolog menjelang Konsili Vatikan II. 

Dilema yang terdapat dari dua tema tersebut adalah Maria sebagai rekan penebus dan juga problem peranan Maria dalam penebusan secara objektif[1]. 

Sebab di balik dilema tersebut muncul kenyataan di dalam pengajaran teologi tentang maria yang memunculkan dogma-dogma spekulatif sehingga berkembang muncul pelbagai dogma baru tentang Maria, di mana dilihat dari keistimewaan Maria sehingga mengakibatkan perspektif seperti ini bersifat seperti previlese yang di mana diakui dengan melihat keistimewaannya saja sehingga sedikit untuk mencari bukti dan fakta terkait kajian teologi diantara dua persepektif tadi baik maria sebagai rekan penebus dan juga peranan objektif penebusan dalam diri Maria. 

 Maria dalam konsili VatiKan II

Sebetulnya, Vatikan II tidak mengurangi atau menambah isi mariologi pra-Konsili. Yang baru adalah aksentuasi dan perspektif yang kemudian melahirkan apa yang kami istilahkan sebagai corak. Corak-corak itu pun sebetulnya merupakan sintesis dari pergumulan mariologis sebelumnya dan kemudian menjadi fondasi bagi mariologi sesudahnya. 

Pertama, bahwa Bunda Maria adalah Bunda Kristus Sang Kepala Gereja. Allah telah memilih Maria sebagai bunda-Nya; sebab Kristus yang dikandung dan dilahirkannya adalah Allah. 

Itulah sebabnya di dalam Kitab Suci, Maria disebut sebagai Bunda Allah[2]. Dengan melahirkan Kristus, Maria juga dapat disebut sebagai Bunda Gereja, karena Kristus sebagai Kepala selalu berada dalam kesatuan dengan Gereja yang adalah anggota-anggota Tubuh-Nya yang memperoleh hidup di dalam Dia. 

Kedua, bunda Maria adalah Hawa Baru yang melahirkan Kristus Sang Hidup yang memberi hidup kepada dunia. Dengan melahirkan Kristus Sang Hidup (Yoh 14:6) yang memberi hidup kepada dunia (Yoh 6:33), Bunda Maria juga secara tidak langsung berperan serta dalam memberikan Hidup kepada dunia. 

Maria adalah Sang Hawa yang baru, yang daripadanya lahir Kristus, sebagai Adam yang baru [3] sebagaimana melalui-Nya manusia dapat memperoleh hidup yang kekal. 

Maka para Bapa Gereja tak ragu untuk mengatakan bahwa Maria adalah "bunda mereka yang hidup" dan mengkontraskannya dengan Hawa, dengan menyatakan "maut melalui Hawa, hidup melalui Maria." (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 56) Ketiga, Bunda Maria tidak pernah terpisah dari Kristus dan Gereja. 

Oleh ketaatan Bunda Maria dan atas kuasa Roh Kudus, Kristus menjelma menjadi manusia dalam rahim Bunda Maria. Kristus mengambil apapun untuk pertumbuhan tubuh jasmani-Nya dari tubuh Bunda Maria. 

Selanjutnya, Gereja yang adalah Tubuh Kristus, dibentuk oleh Yesus dari darah dan air yang keluar dari sisi/lambung-Nya, serupa dengan dibentuknya Hawa dari sisi/ tulang rusuk Adam. 

Dengan demikian, terlihatlah betapa tak terpisahkannya hubungan antara Yesus, Maria dan Gereja. Walaupun Kristus dilahirkan oleh Bunda Maria, namun ini tidak menjadikan Bunda Maria lebih utama dari Kristus; sebab yang menjadi Kepala Tubuh (Kepala jemaat) adalah Kristus (Kol 1:18; Ef 5:23). Bunda Maria adalah anggota Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. 

Namun demikian, Maria adalah anggota yang istimewa, justru karena ketaatannya yang 'mendahului' anggota Tubuh-Nya yang lain; dan karena dengan ketaatannya ini rencana Allah tergenapi. 

Kesatuan antara Kristus, Bunda Maria dan Gereja, menjadikan Bunda Maria tidak terpisahkan dari Kristus dan Gereja; sehingga ia bukan saja menjadi Bunda Allah, namun juga adalah Bunda Gereja, yaitu Bunda umat beriman. Sebab setelah kenaikan Yesus ke surga, Bunda Maria membantu permulaan Gereja dengan doa-doanya, dan setelah ia sendiri diangkat ke surga, Bunda Maria tetap menyertai Gereja dengan doa-doanya. Keempat, Bunda Maria terdepan dalam perjalanan iman dan menjadi teladan bagi Gereja. Sebagaimana iman Abraham menandai permulaan Perjanjian Lama, iman Maria pada saat menerima Kabar Gembira menandai dimulainya Perjanjian Baru. Sebab seperti Abraham berharap dan percaya, saat tak ada dasar untuk berharap[4]  bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, demikian pula Maria, setelah menyatakan kaul keperawanannya ("Bagaimana ini mungkin terjadi, sebab saya tidak bersuami?"), percaya bahwa oleh kuasa Allah yang Maha Tinggi, ia akan menjadi ibu Sang Putra Allah[5]. Ketaatan iman Bunda Maria mencapai puncaknya pada saat ia mendampingi Kristus, sampai di bukit Golgota, di saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia. Bunda Maria tegar berdiri di kaki salib Kristus, dan turut mempersembahkan Dia di hadapan Allah Bapa. Bunda Maria melihat sendiri kesengsaraan Putera-nya Yesus Kristus yang melampaui segala ungkapan, untuk menebus dosa-dosa manusia. Di kaki salib-Nya, Bunda Maria melihat sendiri apa yang nampaknya seperti pengingkaran total dari apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel saat memberikan Kabar Gembira, "Ia akan menjadi besar ... Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan" (Luk 1:22-23). Namun di kaki salib itu, yang dilihatnya adalah penderitaan Putera-nya yang tak terlukiskan, "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan ... ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia ...".[6] Meskipun demikian, Bunda Maria tetap setia dan menyertai Kristus. Kelima esus memberikan Maria agar menjadi ibu bagi murid-murid-Nya, yaitu Gereja-Nya. Sesaat sebelum wafat-Nya, Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. "Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, "Ibu, inilah anakmu" kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya, "Inilah ibumu!" Dan sejak itu murid itu [Yohanes] menerima dia [Bunda Maria] di dalam rumahnya" (Yoh 19: 26-27). Kita ketahui bahwa pesan ini adalah salah satu dari ketujuh perkataan Yesus sebelum wafat-Nya dan pastilah ini merupakan pengajaran yang penting. Gereja Katolik selalu memahami ucapan tersebut, sebagai kehendak Yesus yang mempercayakan Ibu-Nya kepada kita semua para murid-Nya, yang diwakili oleh Rasul Yohanes. Sama seperti Yohanes Pembaptis menyebutkan sesuatu yang penting tentang Yesus dengan berkata, "Lihatlah Anak Domba Allah"(Behold, the Lamb of God) (Yoh 1:29) untuk diterima sebagai kebenaran bagi semua umat beriman; maka Tuhan Yesus juga menyebutkan hal yang penting tentang Bunda Maria, dengan berkata kepada para murid-Nya," Inilah ibumu!"(Behold, your mother!), agar kita umat beriman juga dapat menerimanya sebagai kebenaran. Ya, Bunda Maria adalah ibu kita, sebab Tuhan Yesus memberikannya kepada kita umat beriman, untuk kita kasihi, kita hormati dan kita ikuti teladannya, agar kita dapat masuk dalam Kerajaan Surga dan beroleh mahkota kehidupan.

[1]Kathleen Coyle, Mary in the Christian Tradition, Mystic: Twenty-Third Publications, 1996, 66- 67.

[2]Bdk. lih. Luk 1:43, 35, Gal 4:4

[3] Bdk.  Rom 4:17

[4] Bdk. Luk 1:35

[5]Bdk Yes 53:3-5

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun