Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fiat Voluntas Tua

11 April 2020   05:49 Diperbarui: 11 April 2020   06:47 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalimat latin pada judul tulisan ini sungguh menjadi kalimat yang familiar untuk mengisahan tentang perjalanan Maria dan pengalamannya bersama sang Putera, yakni Yesus Kristus. 

Terinspirasi dari patung Pieta (1498-1499) karya Michaelangelo Bounarotti (1474-1564) aku memberi catatan singkat tentang salah seorang figure dambaan umat Kristiani, yakni Maria. Mengapa aku memilihnya? 

Karena dari cinta Ibu membawa seluruh misteri paskah itu kembali ke rumah masing-masing, tepat ketika rahim ibu membuat seluruh insan di dunia ini akan bersaksi bahwa di dalam rumah cinta itu tumbuh dari kasih sayang seorang ibu.

Tubuh Maria dimiringkan ke kanan, menjorok ke dalam, dalam arah yang berlawanan dengan jenazah putranya. Komposisi arah yang berlawanan ini memungkinkan Maria yang menyangga putranya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menyerah pasrah. Betapa kokoh pangkuan gadis muda ini, meski di sana tersangga sesosok mayat yang sangat menderita.

Maria adalah ibu Yesus. Tapi dalam Pieta Michaelangelo ia seperti "The Daughter of The Son", anak dari putranya. Seorang ibu menjadi anak putranya, justru ketika penderitaan mencapai puncaknya: kematian putranya. 

Wajah Maria adalah wajah yang jelita, dengan visi seorang bidadari. Wajah putranya adalah wajah manusia, yang menderita, kalah dan mati, kendati Dia diimani sebagai Tuhan yang menjelma di dunia.

Saat itu Michaelangelo juga mendapat kecaman pedas dari para kritisi. Mengapa ia membuat kontras luar biasa antara sang ibu dan anaknya? Mengapa ia begitu tega melukiskan seorang gadis remaja, berwajah jelita, menampilkan kesan tak bersalah seperti seorang bidadari, padahal di pangkuannya tergeletak jenazah putranya yang begitu menderita. 

Mengapa Michaelangelo sampai hati meletakkan seorang gadis tak bersalah dalam penderitaan yang begitu dahsyat? Dan masih lagi: mengapa gadis remaja tak bersalah itu mempunyai pangkuan yang begitu kokoh dan kuat di mana tersangga jenazah putranya?

Kontras itulah yang memang justru ingin ditekankan oleh Michaelangelo. Maka ia menjawab kecaman para kritisi. Kata Michaelangelo, ia sungguh sengaja menekankan keremajaan, kejelitaan, dan kesegaran wajah sang ibu, yang mekar bagai bunga-bunga di musim semi.

"Anak dari Putra" ini sebenarnya berasal dari puisi penyair Dante, In Paradiso. Michaelangelo memang sangat dipengaruhi oleh Dante, sekurang-kurangnya menurut Vassari. 

Dalam In Paradiso, Dante melukiskan saat terakhir ia memandang keilahian. Saat itu Beatrix, yang menyertai Dante menghilang. Dante tak mungkin lagi melukiskan keindahan Beatrix: Di sini puisiku mesti berhenti, tak mungkin lagi ia mengikuti keindahanmu, berhenti seperti setiap seniman di ujung tujuannya.

"The Daughter of The Son" itu telah terpahat dalam Pieta Michaelangelo. "Anak dari Putra" itu terjelma dalam penderitaan Pieta. Dan dalam penderitaan bahkan kematian inilah Michaelangelo melukiskan dialog antara ibu dan anaknya. 

Dialog sungyi, diam tanpa kata, dialog antara yang hidup dan yang mati. Pieta memaparkan apakah nilai dan arti dari sebuah dialog yang sunyi.

Mata Maria terpejam. Tapi seluruh wajahnya berbicara. Kesunyian dan ke-diam-an ini memampukan dia untuk meraba kedalaman tersembunyi, hakikat terdalam pribadi putranya. 

Pribadi seseorang tak dapat diraba lewat kata atau pernyataan, ia tersembunyi sangat dalam, ia adalah keintiman diri orang itu sendiri. Kata-kata hanya mendangkalkan kepribadian yang penuh rahasia itu. 

Hanya dengan "diam", "dialog" tanpa kata, yang dapat meraba kepribadian itu, karena di sinilah terjadi penyerahan diri kepada pribadi yang tak ia mengerti. Dan hal inilah yang dipahat secara dramatis oleh Michaelangelo dalam Pieta: dialog itu bisa terjadi, bahkan dialog ini dialog sejati, ketika Maria, kaya dengan seribu pengertian tapi terdiam dalam kata, memandang putranya di pangkuannya, yang sudah mati.

Pieta adalah potret dari sebuah perjalanan panjang nan berat yang bernama ketaatan. Maria memulai perjalanan itu, tatkala ia bertekad di hadapan malaikat sang pembawa berita tentang kehamilannya yang adalah buah pekerjaan Roh Kudus, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Lukas 1:38). 

Dan sejak saat itu, Maria pun menapaki perjalanan penuh ujian dan godaan. Ia harus menghadapi cemoohan penduduk Nazareth berkenaan dengan kehamilannya "di luar nikah". 

Maria harus melahirkan di kandang yang kotor dan bau. Bersama-sama dengan Yusuf dan Sang Bayi, ia harus mengungsi ke Mesir guna menghindari kebengisan para prajurit Herodes. Dan, ujian terberatnya adalah menyaksikan anaknya sendiri, dieksekusi mati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun