EKONOMI BIRU DARI LAUT BIRUÂ
Penulis:Â Alfonsina Marthina Tapotubun
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kalutan Universitas Pattimura
Konsep Blue Economy atau ekonomi biru pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Gunter Pauli (Direktur Blue Economy Holding KK), dalam bukunya The Blue Economy, 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs, dengan misi utama menggeser masyarakat dari kelangkaan menuju kelimpahan berkelanjutan dengan apa yang dimiliki "with what we have".
Paradigma ekonomi biru menggambarkan konsep ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan, perlindungan dan regenerasi lingkungan laut (marine enviroment).Â
Hal ini penting mengingat 70 persen permukaan bumi terdiri dari laut. Bank Dunia mendefenisikan blue economy sebagi pengelolaan sumberdaya maritim secara berkelanjutan untuk penyediaan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan tetap menjaga kesehatan ekosistem laut (Kompasiana 26/10/2023).
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menegaskan bahwa penggunaan konsep ekonomi biru akan membantu pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan nomor 14 yaitu ekosistem lautan.
Saat ini pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan ekonomi biru sebagai model bisnis untuk pengembangan kelautan dan perikanan di Indonesia.
Konsep ekonomi biru merupakan langkah bijak dalam mengelola wilayah laut yang luas untuk kemaslahatan masyarakat nelayan dan pesisir yang mendiami berbagai pulau besar dan kecil di Indonesia.
Hal ini sekaligus memperlihatkan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia yang berkomitmen memberdayakan potensi maritim untuk mengurangi ketimpangan ekonomi masyarakat Indonesia.
Laporan Food Agricultural Organization (FAO) mencatat hasil tangkapan laut Indonesia pada 2020 mencapai 6,43 juta ton dan merupakan satu-satunya negara dengan hasil tangkapan lebih besar setelah Cina, yaitu 11,77 juta ton (databox.katadata.co.id).
Ini memperlihatkan kekayaan laut Indonesia yang tinggi walaupun masih didominasi oleh alat penangkapan ikan yang sederhana dan belum diimbangi dengan kapal penangkapan modern.
Pencapaian ini dapat ditingkatkan jika penerapan ekonomi biru berkelanjutan dilakukan secara tepat mengingat dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Saatnya kekayaan laut dan pesisir di dorong menjadi sumber pendapatan utama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya.Â
Ekonomi biru merupakan sebuah model bisnis yang mampu melipat-gandakan pendapatan diikuti dengan dampak penyerapan tenaga kerja dan peningkatkan nilai tambah pendapatan masyarakat.
Paradigma ini dapat mengoptimalkan sumber daya kelautan dan perikanan dengan mengolah limbah dari satu produk menjadi bahan baku bagi produk lain dan mampu menghasilkan lebih banyak produk turunan.
Pendapatan dari produk-produk turunan tersebut diharapkan dapat memberikan hasil jauh lebih besar dari produk awal, termasuk di dalamnya diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engineering, dan menciptakan pasar baru bagi produk-produk yang dihasilkan (Pauli, 2012).
Konsep ekonomi biru memberi isyarat posistif terhadap pengelolaan sumberdaya kemaritiman Indonesia untuk mencapai mata pencaharian masyarakat maritim yang tangguh dengan lingkungan alam bahari yang sehat dan berkelanjutan. Paradigma ini menjadi angin segar yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh elemen masyarakat di wilayah pesisir dan laut. Ini berarti bahwa kekayaan hasil laut haruslah mampu menjadi pilar utama yang mendongkrak/meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga masyarakat nelayan dan pesisir yang sebelumnya hidup dalam segala keterbatasan dapat memanfaatkan kekayaan laut dan pantai disekitarnya secara optimal dan berkelanjutan.
Pinsip pembangunan sektor kelautan dan perikanan diadopsi cara pandang blue economy, antara lain: 1) terintegrasinya pusat-pusat ekonomi dengan lingkungan; 2) pengembangan kawasan ekonomi potensial dan lintas batas ekosistem berbasis kawasan; 3) tercapainya sistem produksi efisien tanpa limbah dan tidak merusak lingkungan; 4) tumbuhnya penanaman modal dan bisnis kreatif dan inovatif yang mengadopsi model blue economy; 5) terciptanya keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi, sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
Konsep ekonomi biru memaksimalkan efisiensi pemanfaatan bahan baku dan limbahnya selama masih dapat digunakan untuk menghasilkan produk baru hingga semua limbahnya dimanfaatkan.Â
Dengan demikian suatu proses produksi hasil olahan perikanan akan menghasilkan banyak produk-produk baru (produk turunan) yang bernilai ekonomis yang berasal dari bahan baku yang sama tanpa sehingga tidak menyisakan limbah (zero waste).Â
Dengan demikian sudah saatnya perhatian kita diarahkan pada pengelolaan sumberdaya maritim dilakukan secara terpadu dari hulu hingga hilir; dari manajemen laut dan pesisir hingga hilirisasi produk dan bisnisnya.
Pada aspek hulu, manajemen sumberdaya pesisir dan laut memastikan wilayah laut terkonservasi, penangkapan diatur secara bijak sehingga laut tidak dieksploitasi secara berlebihan untuk mengejar MSY saja namun harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk menjaga keberlanjutan biota laut (tidak melebihi titik lestari)
Keuntungan kegiatan penangkapan yang diikuti dengan hilirisasi yaitu untuk menghasilkan berbagai produk olahan baik pangan mapun non pangan.
Nilai jual produk olahan utama dan produk turunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan segar/bahan baku. Selain itu hilirisasi dapat membuka lapangan kerja melalui tumbuhnya industri-industri baru yang akan menyerap tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.Â
Hal ini sesungguhnya menjadi harapan dari orang-orang kecil di pedesaan Indonesia yang berkarater kepulauan termasuk wilayah seribu pulau di Maluku yang dikelilingi laut.
Masyarakat pesisir dan nelayan yang hidup disekitar kelimpahan sumberdaya laut dan pesisir namun belum dapat menikmati anugerah kelimpahan alam tersebut untuk kesejahteraan hidupnya.
Konsep ekonomi biru merupakan berkah dan anugerah sang pencipta bagi Indonesia sebagai negara maritim besar yang menjadi brankas raksasa menyimpan milyaran potensi sumberdaya hayati.
Sesungguhnya masa depan masyarakat terletak pada sumberdaya maritim yang dikelola secara bijak dan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi Indonesia sepanjang masa.Â
Esensi pembangunan berkelanjutan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka dari sumberdaya yang sama.
"Langit Biru dari Laut Biru" (Blue Sky, Blue Ocean) memungkinkan ekonomi tumbuh dari sumberdaya maritim, rakyat sejahtera, namun langit dan laut tetap biru sehingga dapat kekayaan laut yang melimpah dapat dinikmati oleh generasi ke generasi. Ekonomi biru dari laut yang tetap membiru untuk kesejahteraan masyarakat maritim sepanjang masa.
(Alfonsina Marthina Tapotubun, FPIK Universitas Pattimura)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H