Kearifan lokal ini sekaligus sebuah upaya memperkenalkan budaya setempat terhadap masyarakat pendatang. Karena tentu pemahaman tentang "lain lubuk lain ikannya" yang artinya setiap tempat memiliki keunikan/pembedanya masing-masing sungguh dirasakan dan dapat diterima dalam pertemuan si  Abang dengan Namboru Panjaitan.Â
Avika, Punxgoaran maupun Nanu Mulyono tentunya perlu diapresiasi mengingat peran mereka dalam menyadarkan setiap orang di generasinya. Bahwa keramahtamahan orang Indonesia sudah ada sejak lama dan harus selalu dijaga, dipupuk bahkan dirawat seperti anak sendiri.
Dalam pemahaman saya yang agaknya terlalu serius mencari pesan sebuah lagu, mereka Ibaratkan "alarm" yang hendak membangunkan kita dari tidur panjang ke-antisosial-an, ekslusivitas kelompok, sikap acuh tak acuh, dan kekolotan yang memandang bahwa semua hal yang ada pada diri kita bisa berjalan tanpa bantuan orang lain. Sepertinya viralnya Avika pun mungkin tak kebetulan, Ia hadir disaat kita memang membutuhkan sesuatu untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan perasaan kebersamaan ditengah ketidakingintahuan kita dengan orang-orang di sekitar kita.
Agaknya kapan kapan kita bisa mencoba berjalan-jalan ke Siborong-borong, sekedar ingin menikmati hujan dan jamuan dari Namboru-namboru Panjaitan abad ini. Siapa tahu dengan begitu kita bisa merasa sedikit kembali ke masa-masa keramahtamahan orang Indonesia, seperti dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H