"Di meja konseling ini saya mengetahui dan menyadari bahwa sebenarnya mereka ingin bercerita tentang kesehariannya yang menyangkut rumah, keluarga, teman, dan sekolah. Mereka juga butuh teman cerita yang bisa membuat mereka nyaman, merasa disayang dan dihargai. Dan betul bahwasanya anak-anak kecil tidak pandai berbohong. Air wajah dan matanya yang berbicara saat bibir mereka mengatup," jelas Alfi.
Beberapa remaja terlihat antusias saat melakukan konseling. Namun ada beberapa yang merasa kurang nyaman untuk bercerita sebab sesi konseling dilakukan di ruang terbuka, sehingga dirasa terlalu banyak orang dan kurang memiliki privasi.
"Sebenarnya, kita butuh ruang tertutup untuk melakukan sesi konseling karena kita sebagai konselor akan kesulitan untuk 'mengorek' cerita mereka-mereka yang bermasalah. Mereka butuh privasi dan kenyamanan agar bisa dengan leluasa menyampaikan cerita maupun keluhan yang dimiliki. Â Kalau di ruang terbuka seperti ini kan mereka kurang nyaman karena ditungguin sama teman-temannya, dilihat banyak orang, dan cukup berisik. Sementara untuk konseling, kita dan mereka butuh tempat yang hening dan nyaman agar apa yang ingin disampaikan akan tersampaikan dengan optimal. Kita akan cari solusi yang terbaik biar mereka bisa nyaman saat konsultasi," tutur Bidan Lian.
Remaja yang telah mengakhiri sesi konseling akan diarahkan lagi menuju meja terakhir untuk didata hasil skriningnya dan setelahnya mereka akan menerima snack untuk dibawa pulang.
"Aku senang ke sini karena akhirnya aku punya teman untuk curhat. Rasanya jadi lega setelah curhat karena dibantu sampai menemukan solusi yang terbaik," ungkap salah satu remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H