Mohon tunggu...
Alfiyah Salsabila
Alfiyah Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Institut Studi Islam Fahmina Cirebon Jawa Barat Program Beasiswa SUPI (Sarjana Ulama Perempuan Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transgender dalam Perspektif Masyarakat

6 Desember 2022   11:20 Diperbarui: 6 Desember 2022   11:37 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

TRANSGENDER DALAM PRESPEKTIF MASYARAKAT
Alfiyah Salsabila

LGBT atau GLBT adalah singkatan dari beberapa kata "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Istilah LGBT sangat banyak digunakan orang-orang untuk menunjukkan diri mereka. Istilah ini juga digunakan oleh mayoritas orang-orang komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara Inggris lainnya.

Singkatan LGBT ini merupakan sebuah upaya untuk mengategorikan berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu dan penggunaan akronim ini menandakan bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara. Di sisi lain, kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk "LGBTI" (tercatat sejak tahun 1999. Singkatan "LGBTI" digunakan dalam The Activist's Guide of the Yogyakarta Principles in Action.

Transgender atau biasa orang-orang menyebutnya sebagai Banci atau waria. Banci ini sering di anggap jijik dan di anggap seram oleh masyarakat. Karena mereka itu adalah pria yang lebih suka menjadi perempuan, jadi di anggap sebagai manusia yang tidak bersyukur atas pemberian Tuhan atau merubah ciptaan Allah SWT.
Transgender atau waria dalam Islam dikenal dengan istilah mukhannats, hukumnya adalah haram. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai perempuan dan kaum perempuan yang menyerupai laki-laki. Tetapi dari hasil penelitian Boellstorff, waria di Indonesia dilihat bukan sebagai gender ketiga, tetapi memiliki kecendrungan pada pemahaman seorang laki-laki yang memiliki sifat-sifat perempuan.

Memang dalam hal Agama transgender ini merupakan perbuatan yang hina, tetapi dalam prespektif gender transgender ini termasuk dalam orientasi seksual. Orientasi seksual yaitu istilah dan kategori mengenai pola ketertarikan seksual kepada orang-orang dari lawan jenis, gender atau sesuai cocok aman biologis/anatomi manusia, jenis kelamin yang sama atau gender atau bertentangan biologis/anatomi manusia, atau untuk kedua jenis kelamin atau lebih dari satu gender. Jadi mereka seperti itu tidak bisa di paksakan atau hasrat tersebut mengalir dengan sendirinya. Mereka pun tidak ingin di lahirkan menjadi manusia seperti itu.

Mengapa masyarakat masih menganggap waria ini manusia hina, jijik dan manusia yang tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT?

Menurut saya mengapa masih banyak masyarakat yang beranggapan seperti itu, karena mereka tidak tahu dan masih memakai pandangan agama. Kalau dalam pandangan agama seperti yang tadi saya jabarkan bahwa Islam sangat menentang transgender ini bahkan menganggapnya haram dan kebanyakan masyarakat Indonesia berpegang pada hukum Islam. Jadi menurut saya pembelajaran gender ini harus di sebar luaskan kepada masyarakat Indonesia agar orang-orang transgender atau orientasi seksual lainnya bisa hidup dengan damai tanpa di kucilkan, dihina, maupun di caci maki oleh masyarakat.

Bagaimana kehidupan mereka selama ini sebagai transgender ?

Betapa susahnya kehidupan para transgender maupun orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda. Seperti contohnya Yogyakarta misalnya, kerap dijumpai para waria mengamen di lampu merah, di warung-warung pinggir jalan, hingga di pasar. Masyarakat umum bahkan ada yang mengasosiasikan pekerjaan waria sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) karena kebiasaan mereka yang gemar keluar malam. Namun demikian, baik identitas sebagai waria maupun pekerjaan yang sedang mereka tekuni, sering dianggap negatif oleh masyarakat. Identitas gender waria dianggap melanggar kodrat Tuhan hingga negara, melalui MUI, mengeluarkan fatwa bahwa keberadaan waria adalah haram. Stereotipe negatif yang diberikan kepada waria tidak jarang ada yang berbuah menjadi tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun verbal.  

Saya sendiri juga baru tahu tentang ini, setelah saya mempelajari gender selama kurang lebih 3 bulan di Institut Studi Islam Fahmina Cirebon. Alhamdulillah pandangan saya terhadap transgender, gay, homo, dan lain nya tidak buruk lagi. Karena saya sudah tahu kehidupan mereka sangatlah tidak nyaman. Keadaan mereka itu bukan kemauan mereka, itu datang secara tiba-tiba dan jika di paksakan akan menyiksa mereka sendiri.

Jadi pentingnya pembelajaran gender pada masyarakat ini supaya pandangan-pandangan buruk tentang mereka bisa dihilangkan, dan mereka bisa hidup dengan nyaman dan juga mendapat pekerjaan yang layak seperti manusia biasa. Pemerintah harus memberikan fasilitas untuk mereka, karena masyarakat akan mendengar kata-kata pimpinan mereka. Para pemuka agama juga harus belajar tentang gender ini karena hukum Islam ini memang melarang, tetapi Islam itu menjunjung keadilan. Jika salah satu manusia tidak mendapatkan keadilan bagaimana?  Maka dari itu kita harus memberikan keadilan untuk semua manusia termasuk transgender atau orientasi seksual lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun