Mohon tunggu...
Alfius Sabon
Alfius Sabon Mohon Tunggu... Editor - Editor

Alfius Sabon

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

"Motif Busana Daerah" Kekayaan Budaya Indonesia

4 Februari 2019   16:07 Diperbarui: 13 Februari 2019   20:05 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru-guru SDI Watobuku mengenakan busana motif daerah (foto: dokumen pribadi)

Setiap Senin, sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, tiap sekolah pasti mengadakan upacara bendera. Siswa yang berpakaian rapi lengkap dengan atribut topi dan dasi akan mengikuti upacara. Begitupun dengan para guru yang mengenakan seragam keki sebagai pakaian dinas harian (PDH).

Pagi itu, Senin (02/2019), suasana tampak berbeda di halaman SDI Watobuku, kecamatan Solor Timur, Kabupaten Flores Timur. Pasalnya, guru-guru menampilkan busana yang tidak seperti biasanya.

Semua guru mengenakan busana adat Lamaholot ketika mengikuti upacara bendera. Bapak guru mengenakan nowing (sarung untuk pria) sedangkan ibu guru mengenakan kewatek (sarung untuk wanita). Terlihat berbeda namun sedap dipandang.

Pengenaan busana adat ini merupakan implementasi dari Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 49 Tahun 2017 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Flores Timur dan Instruksi Bupati Flores Timur Nomor HK.188.5.5/1/2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 49 Tahun 2017 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Flores Timur.

Dalam Perbup dan peraturan turunannya ada hal baru yang belum diatur sebelumnya, yaitu mengenai pemakaian busana adat Lamaholot Flores Timur, nowing/senai dan kewatek, pada setiap senin pertama dalam bulan.

Tujuan dikeluarkannya peraturan Bupati ini agar para ASN mencintai adat / budaya Lamaholot dan membeli produk kain tenun ikat yang dihasilkan oleh masyarakat Flores Timur. Hal ini sebagai upaya melestarikan pakaian adat daerah, juga menggeliatkan dan memajukan usaha kecil menengah (UKM) para penenun ikat di kampung-kampung.

Busana motif daerah yang dikenakan ibu guru (foto: dokumen pribadi)
Busana motif daerah yang dikenakan ibu guru (foto: dokumen pribadi)
Seiring perkembangan zaman, tidak bisa dipungkiri busana motif daerah kalah bersaing dengan gaya dan mode busana modern. Mungkin terbentur dengan harga dan pemasaran yang terbilang mahal, karena cara membuat busana motif daerah yang cukup rumit.

Butuh waktu berhari-hari untuk menyelesaikan satu jenis kain. Bahan dasar kain pun masih menggunakan bahan dan peralatan lokal. Seperti benang dari kapas dan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Juga kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik dengan merk busana luar negeri.

Namun melihat trend saat ini, busana motif daerah mulai digandrungi kembali hampir semua kalangan. Bahkan ada yang memodifikasi sedemikin rupa, sehingga menjadi trend masa kini. Lihat saja artis-artis juga para pejabat di layar kaca yang tampil elegan menggunakan busana motif daerah. Ada juga yang dengan sengaja membuat pameran budaya busana motif daerah.

Busana motif daerah termasuk salah satu kekayaan budaya Indonesia. Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam berbusana. Baik itu dari segi motif, bentuk busana, tata cara pakai, sampai warna busana motif daerah.

Selain bernilai estetika, busana motif daerah memiliki filosofisnya masing-masing. Selain kita mengenakan busana motif daerah, penting juga kita mengetahui sisi filosofisnya. Nah, disini akan saya bagikan sedikit yang saya ketahui tentang motif daerah dari pulau Adonara.

Tenun Ikat

Tenun ikat tradisional asal Adonara terdiri dari Kewatek (untuk perempuan,) dan Nowing (untuk laki-laki). Tenunan ini berbeda-beda motifnya. Tenunan Adonara ini memiliki ciri umum dengan variasi lebih dari 3 benang dan ukiran motif hanya berada di bagian atas dan bawah sarung saja.

Satu lagi yang membedakan kwatek Adonara dengan kwatek lain adalah, penggunaan benang yang di buat sendiri dari kapas sebagai campuran, meskipun cuma sedikit, tetapi pasti selalu ada.

Kain tenun ikat Adonara (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Kain tenun ikat Adonara (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Kewatek dan Nowing berbeda dari segi motif dan warna yang digunakan, kalau kewatek lebih "rame" dalam hal variasi warna dan motif. Sementara Nowing lebih simpel. Meskipun satu digunakan oleh perempuan dan yang satu lagi digunakan oleh laki-laki, tetapi dalam hal penyebuatan, untuk mempermudah kadang digunakan kata Kwatek yang menunjukkan tenunan tradisional Adonara.

Penggunaan Kwatek dan Nowing

Tenunan tradisional ini sampai sekarang masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Adonara meskipun dengan frekuensi yang mulai menurun sebagai akibat dari perkembangan mode dalam fashion yang didukung oleh kelancaran arus barang dan jasa serta berkurangnya minat menggunakan Kewatek.

Tetapi pada acara ataupun pesta adat kwatek masih tetap digunakan karena merupakan sebuah keharusan,misalnya dalam tarian hedung atau tarian lain seperti sole, lili dll, dalam pesta pernikahan, ataupun pada saat kematian dan upacara adat lain yang bukan pesta.

Busana kain tenun ikat (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Busana kain tenun ikat (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Proses Pembuatan Kwatek

Untuk Kewatek Kiwane (asli) proses pembuatannya bisa memakan waktu selama sebulan serta tergantung musim berbunga dari pewarnanya (keroke) dan tentunya musim berbuah kapas. Untuk Kewatek biasa, pembuatannya memakan waktu kisaran satu minggu.

Perlengkapan pembuatan tenun ikat (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Perlengkapan pembuatan tenun ikat (sumber foto: https://visitadonara.wordpress.com)
Berikut tahapan membuat kewatek Kiwane:
  1. Balok Kapek : proses memisahkan kapas dengan biji kapas dengan menggunakan alat yang di sebut Menalok
  2. Buhu Kapek: proses penghalusan kapas yang dapat dijadikan benang dengan menggunakan menuhuk.
  3. Ture Lelu: proses pembuatan benang dengan menarik dan memelintir kapas dengan menggunakan Tenure
  4. Lawa Bena: proses pengaturan benang agar tidak kusut dengan menggunakan Blawa.
  5. Ta Warna: proses pewarnaan benang dengan menggunakan pewarna alami dan di rendam di dalam kendi.
  6. Pai Bena: proses penjemuran benang yang sudah di warnai
  7. Pudu Bena: proses pemintalan benang
  8. Neket : proses awal penyusunan benang berdasarkan warna dan motif helai demi helai
  9. Tane : proses penenunan. Setelah selesai dengan Tane proses berikutnya adalah menjahit seperti biasa sesuai bentuk dan kwatek pun siap digunakan.

Nah, itu sedikit informasi tentang motif daerah Adonara. Masih banyak motif daerah lainnya di kabupaten Flores Timur. Tentunya memiliki ciri khas masing-masing. Dengan mempelajari dan mengenakan pakaian adat daerah, kita turut serta menjadi pelopor dalam hal mencintai produk lokal.

Diharapkan melalui pencanangan pengenaan pakaian adat Lamaholot dapat meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap produk lokal, menumbuhkan kesadaran di tengah orang-orang muda Flores Timur untuk terlibat aktif dalam upaya melestarikan adat dan budaya Lamaholot. 

Mari cintai produk-produk lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun