Mohon tunggu...
Alfitro Denova
Alfitro Denova Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Seorang mahasiswa akuntansi Universitas Airlangga yang memiliki hobi dibidang finansial,teknologi san bisnis

Selanjutnya

Tutup

Financial

Terancamnya karir kelas menengah di Era Digital:Sanggupkah Gen Z Beradaptasi?

14 Desember 2024   00:00 Diperbarui: 14 Desember 2024   19:22 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dampak Era Digital terhadap Ekonomi dan Generasi

Dunia saat ini tengah memasuki era kemajuan teknologi yang memberikan kemudahan sekaligus tantangan. Salah satu inovasi yang menjadi sorotan adalah kecerdasan buatan (AI), yang membawa dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perkembangan AI kini menjadi perbincangan hangat karena tidak hanya menciptakan efisiensi tetapi juga mengancam keberadaan sejumlah profesi. Beberapa pekerjaan seperti akuntan, analis data, hingga pekerjaan administratif kini menghadapi ancaman nyata akibat otomasi yang dihadirkan oleh AI.

Baru-baru ini, sebuah video viral di media sosial memperlihatkan seorang pegawai admin layanan pelanggan menangis tersedu karena menerima kabar bahwa dirinya terkena layoff. Layoff adalah tindakan perusahaan untuk menangguhkan atau memberhentikan pegawai, baik sementara maupun permanen. Hal ini bukanlah kesalahan individu, melainkan hasil dari kebijakan perusahaan. AI menjadi ancaman serius karena banyak pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan keterampilan menengah kini digantikan oleh teknologi. Kondisi ini sangat berdampak pada kelas menengah, yang kini khawatir akan kehilangan pekerjaannya.

Statistik menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah di Indonesia berkurang sebanyak 9,48 juta orang, dari 2019 hingga 2024 mengalami penurunan sebesar 21,45%. Saat ini, kelas menengah diperkirakan hanya sekitar 47,85 juta orang atau 17,13% dari total penduduk. Sebaliknya, calon kelas menengah meningkat menjadi sekitar 137,5 juta orang atau 49,2% dari total penduduk. Salah satu faktor utama adalah melemahnya sektor manufaktur, yang selama ini menjadi tumpuan tenaga kerja Indonesia, mayoritas dari mereka bukan lulusan sarjana.

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2024, lebih dari 101 ribu pekerja telah terkena PHK. Kondisi ini memaksa sebagian besar tenaga kerja beralih ke sektor informal, yang menurut data BPS per Februari 2023 mencapai 60,12% atau lebih dari 83 juta tenaga kerja. Pekerja sektor informal sering kali tidak memiliki jaminan sosial, sementara beban ekonomi rumah tangga terus meningkat, seperti akses pendidikan dan perumahan yang semakin sulit dijangkau.

Pengeluaran kelas menengah setiap tahun terus meningkat. Pada tahun 2024, biaya konsumsi naik sebesar 41,67%, sementara biaya perumahan meningkat dari 27,6% pada 2019 menjadi 28,52% pada 2024. Selain itu, biaya transportasi, listrik, bahan bakar, dan komunikasi juga mengalami kenaikan dari 6,04% pada 2019 menjadi 6,48% pada 2024. Kondisi ini memaksa masyarakat kelas menengah untuk menekan gaya hidup dan mengurangi perilaku konsumtif, yang pada akhirnya menurunkan daya beli mereka.

Tantangan Generasi Z di Era Digital

Generasi Z sering disebut sebagai pendorong perekonomian global, dengan hampir 50% populasi dunia berasal dari generasi ini. Mereka tumbuh di era digitalisasi, di mana informasi mudah diakses. Namun, Gen Z kerap mendapat stigma sebagai generasi yang "lembek" karena dianggap terlalu mengedepankan diri sendiri sehingga kurang memiliki empati dan ketahanan.

Digitalisasi telah membentuk generasi ini menjadi lebih bergantung pada teknologi, sehingga dinilai kurang siap menghadapi tantangan nyata. Di Indonesia, cita-cita Indonesia Emas 2045 semakin sulit tercapai, dengan diperkirakan 9,9 juta Gen Z akan menganggur akibat kurangnya lapangan pekerjaan. Konflik antara pandangan kerja generasi ini dengan kebutuhan dunia kerja juga semakin menjadi masalah.

Akses pendidikan yang semakin mahal menjadi tantangan lain bagi Gen Z. Misalnya, biaya pendidikan tinggi yang pada tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp85 juta kini melonjak menjadi sekitar Rp150 juta pada 2022, atau naik sebesar 76%. Hal ini tidak sebanding dengan kenaikan upah masyarakat yang dari tahun 2003 hingga 2023 hanya meningkat dari Rp413 ribu menjadi Rp2,92 juta.

Untuk menghadapi berbagai tantangan ini, Gen Z perlu mengubah pola pikir. Rasa puas diri dan konsumtif harus ditekan, sementara keterampilan kritis, inovasi, dan pengembangan diri harus ditingkatkan. Dengan demikian, generasi ini dapat menjadi relevan dan mampu bersaing di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun