Mohon tunggu...
AL Fitra Nur Ramadhani
AL Fitra Nur Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Data Science

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Kiat Profesionalisme di Era TIK dan Generative AI: Tantangan, Harapan, dan Masa Depan

10 November 2024   12:02 Diperbarui: 10 November 2024   12:09 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

1. Pendahuluan

Teknologi informasi dan komputer mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini dengan adanya kemajuan dalam teknologi artificial intelligence seperti ChatGPT, Midjourney dan DALL-E, Humata, Gemini, Claude dan Perplexity. Keberadaan teknologi-teknologi tersebut telah mempermudah banyak aspek kehidupan manusia. Mereka dapat digunakan untuk membuat konten secara otomatis, menganalisis data secara besar-besar-an, bahkan mengotomatisasi pekerjaan-pekerjaan yang rumit dan kompleks. Tetapi di tengah semua manfaatnya yang ditawarkan oleh teknologi-teknologi tersebut, tentunya ada juga tantangan baru yang perlu dihadapi, terutama terkait dengan standar profesionalisme dan etika penggunaannya. Di zaman di mana teknologi informasi dan kecerdasan buatan semakin mendominasi kita harus memastikan bahwa standar profesionalisme dan etika dalam pengembangan teknologi tetap terpenuhi sehingga teknologi dapat terus memberikan manfaat bagi kemajuan peradaban manusia di masa depan.

Era ini juga membawa harapan besar bagi perkembangan industri dan inovasi. AI generative misalnya, memberikan peluang besar bagi berbagai sektor untuk menjadi lebih efisien, kreatif dan inovatif. Dalam bidang desain, AI dapat menghasilkan ilustrasi dalam hitungan detik, membantu arsitek merancang dan mendesain bangunan dengan lebih efisien, dan bahkan mendukung profesional medis dalam mendiagnosis penyakit dengan lebih akurat. Semua ini tentu memberikan masa depan yang cerah, di mana manusia dan teknologi bisa bekerja sama untuk mencapai hasil yang lebih baik. Namun, kecanggihan teknologi ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait etika, seperti bagaimana kita memastikan bahwa AI tidak menyalahgunakan data atau memperkuat bias yang ada di masyarakat.

Selain itu, di tengah perkembangan yang begitu pesat, setiap individu yang bekerja di sektor TIK dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan. Adaptasi berarti bukan hanya menguasai teknologi terbaru dan termutakhir, tetapi juga memiliki kapasitas untuk berpikir kritis terhadap dampak teknologi tersebut. Perubahan yang cepat ini menuntut kita untuk selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya dari sisi teknis tetapi juga dari sisi etika dan tanggung jawab sosial. Bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi ini untuk kebaikan bersama tanpa menimbulkan dampak negatif? Pertanyaan inilah yang harus terus kita renungkan sebagai calon profesional di era TIK dan AI generatif ini.


2. Pembahasan Utama

Menjadi seorang profesional di dunia TIK tidak hanya soal kemampuan teknis yang baik, tetapi juga soal sikap, tanggung jawab, dan integritas. Profesionalisme sangat krusial mengingat dampak besar dari pekerjaan di bidang TIK terhadap kehidupan banyak orang. Misalnya, kegagalan dalam sistem keamanan, bias dalam algoritma AI, atau peretasan data pribadi bisa menimbulkan dampak buruk yang luas. Oleh karena itu, penting bagi para profesional di bidang TIK untuk berpegang pada kode etik. Association for Computing Machinery (ACM), misalnya, memberikan panduan etis bagi profesional TIK agar selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan menjaga privasi pengguna.

Sebagai mahasiswa Informatika, persiapan untuk masuk ke dunia kerja tidak hanya berkutat pada penguasaan teknologi terbaru, tetapi juga pada pemahaman etika dan tanggung jawab sosial. Menjadi seorang programmer, desainer, atau insinyur jaringan bukan hanya soal coding atau merancang infrastruktur, tetapi juga memahami dampak pekerjaan kita terhadap orang lain. Sebuah studi dari World Economic Forum tahun 2022 menyebutkan bahwa 78% perusahaan teknologi global kini lebih memilih kandidat yang memiliki pemahaman yang baik mengenai etika dan tanggung jawab sosial. Hal ini menegaskan bahwa etika dan profesionalisme bukan hanya nilai tambah, tetapi juga kebutuhan yang semakin dihargai dalam dunia kerja teknologi.

3. Opini Utama

Di dunia TIK, profesionalisme berdampak langsung pada kualitas produk, kepercayaan pengguna, dan keberlangsungan perusahaan. Kasus Cambridge Analytica yang sempat mencuat adalah contoh nyata bagaimana kelalaian dalam menjaga etika dapat mengikis kepercayaan masyarakat. Data dari Pew Research Center (2021) menunjukkan bahwa setelah skandal Cambridge Analytica, 64% pengguna internet merasa lebih waspada dalam membagikan informasi pribadi mereka. Ini menunjukkan bahwa publik semakin sadar akan pentingnya keamanan dan etika dalam pengelolaan data pribadi.

Untuk meningkatkan profesionalisme di sektor TIK, beberapa langkah dapat diambil. Pertama, pendidikan etika perlu dimasukkan ke dalam kurikulum teknologi sejak dini. Pendidikan etika tidak boleh dipandang sebagai pelajaran tambahan, melainkan bagian tak terpisahkan dari pembelajaran TIK. Perusahaan teknologi juga harus lebih proaktif dalam menegakkan standar etika, misalnya melalui pelatihan internal yang rutin. Google dan Microsoft, contohnya, telah memberikan pelatihan terkait etika AI kepada karyawan mereka, yang terbukti menurunkan insiden bias algoritma sebesar 15% (Google, 2022).

Selain pendidikan dan pelatihan, regulasi juga memegang peranan penting. Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi terkait keamanan data dan privasi dijalankan dengan baik. Misalnya, General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa dapat menjadi contoh bagi negara lain. Di Indonesia sendiri, UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) adalah langkah awal yang baik, namun implementasinya masih perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan. Survei dari Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa 68% responden merasa lebih percaya pada perusahaan teknologi yang mematuhi regulasi perlindungan data. Ini menunjukkan bahwa regulasi yang baik dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap teknologi.

Pada akhirnya, di era AI generatif dan TIK yang berkembang pesat, profesionalisme dan etika adalah pilar yang harus kita jaga. Sebagai mahasiswa dan calon profesional di bidang TIK, kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan teknologi yang aman dan beretika, serta membawa manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Dengan sinergi antara pendidikan, pelatihan, dan regulasi yang efektif, kita dapat membangun ekosistem TIK yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun