Mohon tunggu...
Andi Alfitra Putra Fadila
Andi Alfitra Putra Fadila Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi Plat Merah

Statistisi yang bingung membedakan peran sebagai penulis, pembaca, dan analis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendataan, Pembangunan, dan Penduduk: Sudut Pandang Baru Insan Statistik di Papua Barat

30 Juni 2023   20:08 Diperbarui: 1 Juli 2023   06:24 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oh iya, perlu dicatat juga bahwa pada saat saya ditempatkan di Papua Barat, BPS baru saja melaksanakan dua kegiatan Sensus. Dua pendataan yang bersifat sensus (kegiatan statistik yang bersifat menyeluruh) itu menyebabkan masyarakat harus "menghadapi" petugas statistik berulang kali dalam waktu yang relatif singkat. Akibatnya, masyarakat "mempertanyakan" urgensi pendataan. Kegiatan sensus yang padat, ditambah dengan kegiatan survei yang berulang kali, membuat masyarakat jenuh. Masyarakat bingung dengan mengapa mereka harus berulang kali menjamu petugas statistik di rumah mereka padahal tidak pernah ada yang tahu bagaimana data itu akan berdampak pada kehidupan mereka.

Tidak jarang petugas statistik menjadi pelampiasan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Kami sering mendapatkan marah karena bantuan tidak turun atau karena akses jalan rusak. Tidak jarang pula mereka menolak didata karena tidak puas dengan kinerja pemerintahan. Sebagai bagian utuh dari satu pemerintahan yang diwajibkan bersifat kolaboratif, kami diwajibkan untuk memberikan penjelasan yang membela pemerintah. Namun di sisi yang lain, kami juga tidak diperbolehkan menjanjikan bantuan ketika pendataan dilakukan. Kami harus mengganti ketidakpuasan itu dengan sedikit "sogokan" berupa oleh-oleh rokok atau apapun yang dapat kami gunakan untuk melegakan hati mereka dalam memberikan data.

Yang ingin saya sampaikan di paragraf sebelumnya adalah, bisa jadi kejenuhan masyarakat terhadap pendataan adalah sebuah bagian kecil konsekuensi dari pelaksanaan pemerintahan yang lamban. Dengan kerangka pikir ini, mengajukan pertanyaan seperti "mengapa kebijakan harus menunggu pendataan?" terasa layak untuk diajukan.

***

            Data itu memang mahal, tapi pembangunan tanpa data akan jauh lebih mahal.

Hal inilah yang sangat sulit disampaikan kepada masyarakat. Saya pribadi sangat memahami mengapa masyarakat merasa jenuh di data. Namun di sisi lain, saya juga memahami bahwa pemerintahan tidaklah sesederhana 2 kali 2 sama dengan 4. Di benak masyarakat, pendataan terus berjalan, sedangkan dampak dari kebijakan yang diambil minim (apalagi ditambah dengan kerangka pikir kebijakan = Bantuan). Dan jika dipikir lagi, jumlah penduduk berbanding lurus dengan perputaran ekonomi, sedangkan disisi lain berbanding terbalik dengan intensitas pendataan. Jika pembangunan hanya bergantung pada data jumlah penduduk, maka bisa dibilang masyarakat di wilayah sepi penduduk akan jarang mendapatkan dampak dari pembangunan, sedangkan proses pendataan di wilayah seperti itu mewajibkan masyarakat didata berulang kali hingga mereka jenuh.

Maka dari itu, yang ingin saya katakan, kebijakan pemerataan pembangunan yang tidak memerhatikan jumlah penduduk sangat perlu dilakukan. Kebijakan seperti pembangunan jalan trans papua bisa menjadi contoh yang baik. Tentu saja, semakin banyak jumlah penduduk di suatu daerah maka kebutuhan daerah tersebut makin banyak, namun tidak banyak yang memerhatikan bahwa jumlah penduduk juga bergantung pada kondisi baik/buruknya suatu wilayah (baca teori migrasi: pull and push theory). Pembangunan juga akan mengundang penduduk untuk meramaikan wilayah tersebut.

Selain itu, hal lain yang merasuki pikiran saya adalah, meskipun pembangunan tidak bisa dilakukan tanpa data, namun data tidak harus selalu berupa survei dan sensus. Data bisa jadi berupa pengamatan langsung yang dilakukan oleh pejabat terkait di lapangan. Data bisa berupa keluhan masyarakat di sosial media. Tentu saja, data dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan jauh lebih baik untuk digunakan. Namun jika kebijakan harus selalu diambil dari angka matematis, maka pemimpin tidak lebih baik dari robot Artificial Inteligence. Pemimpin harus peka meskipun proses pendataan belum selesai. Toh juga pada kenyataannya, data lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi kebijakan yang diambil daripada menjadi landasan dari pengambilan kebijakan. Akses jalan yang rusak misalnya, adalah suatu masalah yang menurut hemat saya tidak perlu menunggu pendataan jalan rusak karena dapat terlihat dengan jelas jalanan mana saja yang mengalami kerusakan.

Pendataan bukanlah bagian terpisah dari pembangunan. Pendataan adalah suatu usaha pembangunan itu sendiri, dan hal inilah yang dipegang oleh pemerintah terutama BPS sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang statistik. Meskipun masyarakat belum cukup sadar makna dari pentingnya pendataan, kami akan terus berusaha melakukan pendataan sebaik mungkin, sehingga data yang dihasilkan tetap dan terus menjadi bagian dari pembangunan Indonesia, khususnya di Papua Barat ini.  Semoga pembangunan yang dilakukan di Indonesia semakin membawa manfaat bagi masyarakat yang ada, Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun