Mohon tunggu...
Andi Alfitra Putra Fadila
Andi Alfitra Putra Fadila Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi Plat Merah

Statistisi yang bingung membedakan peran sebagai penulis, pembaca, dan analis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejumlah Poin tentang Mengapa Survei Pelecehan Publik KRPA Perlu Dikaji Kembali

14 Februari 2020   16:22 Diperbarui: 11 Juli 2020   10:09 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Dalam penelitian ini angka 17,47% hanyalah persentase orang yang menjawab 'menggunakan rok atau celana panjang' terhadap total responden. Angka ini masih berupa produk proporsi kategori, dan sama sekali bukan berupa korelasi atau regresi, sehingga, jika ingin diinterpretasikan, angka ini hanya bisa diartikan sebagai berikut: 'sebanyak 17-18 orang dari 100 orang yang mengalami pelecehan seksual, menggunakan rok atau celana panjang saat kejadian'. 

Meskipun angka ini dapat digunakan sebagai dasar gambaran mengenai objek penelitian--dalam hal ini pakaian korban--karena menunjukkan kategori dengan proporsi terbesar, namun besarnya proporsi bisa jadi ada karena wanita Indonesia jika keluar rumah memang mayoritas mengenakan rok dan celana panjang. Dengan demikian, kita tidak tahu apakah ini berkaitan dengan faktor pelecehan seksual atau faktor lainnya.

Untuk menganalisis lebih lanjut mengenai seberapa besar resiko seseorang yang berpakaian terbuka menjadi korban pelecehan seksual dibanding orang yang berpakaian tertutup, bisa dianalisis melalui penghitungan Relative risk (resiko relatif) atau Odd Ratio (faktor resiko). Analisis jenis ini adalah analisis yang sering digunakan dalam bidang kesehatan, karena menghitung seberapa besar resiko suatu kelompok terkena sesuatu dibandingkan dengan kelompok lainnya. Jika pembaca masih bingung, mungkin pembaca pernah mendengar kalimat yang berbunyi, "Keturunan diabetes beresiko terkena diabetes 6 kali lebih tinggi dibandingkan non keturunan diabetes", ini adalah salah satu contoh dari penggunaan Relative Risk.

Jadi, dalam kasus ini, selain menghitung jenis pakaian korban, kita juga perlu menghitung jenis pakaian orang yang tidak terkena pelecehan seksual. Dengan demikian, perhitungan resiko melalui metode Relative Risk ataupun Odd ratio menjadi mungkin dilakukan. Sayang sekali penelitian yang dilakukan oleh KRPA tidak menghitung jenis pakaian yang digunakan oleh orang yang tidak mengalami pelecehan seksual, sehingga perhitungan melalui metode ini menjadi tidak bisa dilakukan. Selain Relative risk  dan Odd Ratio, masih ada beberapa metode lain yang dapat digunakan, namun tampaknya tak satupun dari metode itu dilakukan oleh  KRPA untuk menjawab pertanyaan di poin ini.

Kesimpulannya, jika yang kita miliki hanya hasil penelitian yang diterbitkan oleh KRPA, saya rasa jawaban paling tepat dari pertanyaan 'apakah benar ada hubungan antara pakaian yang dikenakan korban terhadap pelecehan seksual', adalah 'tidak tahu'.

3. Mengapa saya menulis tentang hal ini?

Karena, jika data itu disuarakan dengan cara yang tidak benar, maka akan ada insight yang tidak benar pula. Ujung-ujungnya, tindakan atau kebijakan yang akan diambil oleh orang-orang juga akan salah. 

Survei ini merupakan survei yang telah dan akan dijadikan rujukan oleh masyarakat umum untuk bertindak di masyarakat. Ketika datanya diartikan dengan cara yang tidak tepat, maka akan menyebabkan pengaruh yang bisa jadi besar, sebab memuat sikap masyarakat secara keseluruhan.

Seandainya saja memang ada pengaruh dari pakaian terhadap resiko menjadi korban pelecehan seksual, maka interpreasi yang dipilih justru akan menyebabkan bertambahnya pelecehan seksual. Penyebabnya, perilaku berpakaian tertutup yang sebenarnya bisa menjadi langkah preventif justru disangkal oleh kesimpulan yang bisa jadi salah kaprah. Jika demikian, penelitian yang semula bertujuan untuk melawan pelecehan seksual justru menjadi sebab pelecehan seksual itu ada. Saya bukannya mengatakan bahwa penelitian itu salah total, namun saya rasa interpretasi yang digunakan tidak dapat dibenarkan. Ada pemaksaan opini dalam hal ini.

4. Komentar Saya Pribadi

Misalkan saja ada 2 faktor yang mempengaruhi pelecehan seksual: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada pada diri korban/calon korban, dan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar diri korban /calon korban. Tentu saja yang kita harapkan adalah kita tidak mengalami pelecehan seksual. Untuk berperan dalam harapan kita ini secara langsung, kita harus bertindak melalui 2 faktor tersebut.

Kita bisa mempengaruhi faktor eksternal, yaitu mengkampanyekan betapa buruknya pelecehan seksual, dan menyusun skema yang mencegah terjadinya pelecehan seksual. Beberapa contoh dari tindakan yang mempengaruhi faktor eksternal yaitu, menyediakan gerbong kereta khusus wanita, menyediakan cctv dalam transportasi umum, menyediakan call center yang menindaki pelecehan seksual, dan mempertegas hukum yang melindungi korban-korban pelecehan seksual.

Namun, diluar faktor eksternal, tidak dapat dipungkiri bahwa wanita harus memiliki kemauan untuk masuk ke gerbong khusus wanita, bahwa harus ada yang menelpon call center, harus ada yang melindungi saudara-saudarinya dari pelecehan seksual, dan mengenakan pakaian sopan jika memang itu bisa mencegah.  Faktor-faktor ini adalah faktor internal yang masyarakat umum bisa lakukan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun