Mohon tunggu...
Alfito Rifki Naufal
Alfito Rifki Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Negeri Bandung

Mahasiswa Politeknik Negeri Bandung| Finalis National Accounting and Tax Olympiad| Sekretaris Umum Komunitas Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Negeri Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenapa Perokok Susah Dinasehati: Analisis Perilaku Defensif Oknum Perokok Saat Dipersuasi

31 Januari 2024   16:51 Diperbarui: 1 Februari 2024   00:32 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Learn | Seribu Tujuan

Pernah ga sih ketemu perokok yang susah banget dinasehati, atau kamu udah pernah nasihatin lalu kamu trauma karena perokoknya lebih galak dari kamu. Capek tentunya, bukan? Nyatanya nasihat adalah manifestasi atau perwujudan dari sebuah concern atau kekhawatiran dan bisa juga sebagai instrumen kasih sayang kepada perokok karena perokok tersebut adalah orang yang kita sayangi.

Fenomena keras kepala oknum perokok juga tidak hanya di dunia nyata saja, saya pernah mendapati netizen tiktok dan facebook yang dirujak oleh para perokok karena memberikan pernyataan bahwa merokok itu bakar duit dan pertanyaan mengenai apa sih gunanya rokok. Komentarnya beragam dan cenderung mengomentari pribadi penulis komentar. Kolom komentar pun dibanjiri debat kusir yang tiada habis. Miris tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa terhadap orang itu, karena sama aja kita mencari penyakit di tengah-tengah penyakit. Sebenarnya ada penjelasan yang lebih ilmiah terkait dengan fenomena ini.

Sebelum ke penjelasan yang lebih jauh, kita kenalan dulu sama model persuasi pendekatan rasa takut atau Appealing To Fear (2015). Apa itu Fear Appeal Persuasive Message? Model persuasi ini dapat dikatakan sebagai metode persuasi dengan memanfaatkan ketakutan (fear) sebagai instrumen untuk membujuk sehingga mengubah sikap dan perilaku seseorang (Perloff, 2010). Sebagai contoh, membujuk para mahasiswa jurusan kimia untuk memakai APD atau alat pelindung diri dengan memberikan rasa takut kepada mereka konsekuensi akibat tidak menggunakan APD seperti kulit melepuh atau keracunan gas tertentu. Dalam konteks perokok, model persuasi ini membujuk para perokok untuk mengurangi atau berhenti merokok dengan memberikan mereka gambar-gambar penyakit yang disebabkan oleh rokok seperti kanker paru-paru dan tenggorokan.

Saat selesai diberikan persuasi, para perokok ini akan merespon pesan persuasif tadi dengan motivasi. Ada dua motivasi yang dihasilkan dan sangat bertolak belakang yaitu, (1) motivasi protektif dan (2) motivasi defensif. Motivasi protektif artinya perokok tersebut yakin dapat mencegah terjadinya kerugian akibat dari merokok melalui perubahan proteksi diri. Sementara itu motivasi defensif menjelaskan bahwa perokok merespon negatif pesan persuasif rasa takut; perokok itu berkeyakinan bahwa ia tidak bisa merespon yang direkomendasikan sehingga perokok menolak pesan persuasif tersebut dengan berbagai rasionalisasi atau pembenaran yang sebenarnya kadang tidak masuk akal. Beberapa rasionalisasinya sebagai berikut:

1. Ad Hominem 

Cacat logika Ad Hominem paling banyak digunakan oleh oknum perokok sebagai alat melindungi diri mereka dari pernyataan yang memberatkan mereka. Oknum perokok cenderung akan menyerang pribadi penasihat dengan mengatakan bahwa "Kalau elu ga ngerokok paling juga pake zat lainnya", "Ah culun".,"Bukan laki lu!" dan sebagainya.

2. Appeal to Hypocrisy

Rasionalisasi yang sering digunakan selanjutnya adalah Appeal to Hypocrisy atau cacat logika "Kamu juga". Cacat logika ini bekerja dengan menghilangkan argumen penasihat dan menyerang inkonsistensi tindakan penasihat. Sebagai contoh, Budi adalah ayah dari Badi. Budi menasehati Badi yang mulai merokok agar tidak mengalami penyakit tertentu yang disebabkan rokok. Namun Badi marah dan memberikan rasionalisasi bahwa ayah temannya sudah merokok dari lama namun masih sehat dan tidak ada penyakit yang ditakutkan ayahnya.

3. Slippery Slope

Silppery Slope terjadi ketika oknum perokok menolak langkah-langkah pengurangan konsumsi rokok karena dikhawatirkan akan mengonsumsi zat adiktif yang lebih berbahaya. Tanpa bukti yang kuat ini termasuk cacat logika karena terlalu mengambil keputusan secara cepat tanpa data dan bukti yang memadai rasionalisasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun