Ada sederet contoh. Ia kuasa hukum masyarakat korban pembangunan tol Nganjuk-Surabaya. Ia juga pengacara Ponari, bocah asal Desa Megaluh, Jombang; sempat heboh dengan aksi batu ajaibnya. Juga kuasa hukum Agus Setyo, warga Dusun Sumber Winong, Jombang, tersangka kasus dugaan pencurian batang besi di Gresik dengan nilai kerugian di bawah Rp. 100 ribu.
Rifai juga secara rutin bulanan menyantuni pendidikan gratis 120-an pelajar dan mahasiswa miskin berprestasi, dari SD sampai S2. Ia juga beberapa kali menikah massal-kan ratusan pasangan. Juga mendirikan puluhan musholla. Dan 14 musholla diantaranya ia namakan "Al-Madzkur", dinisbatkan dari nama sang ayah. Ini ungkapan rasa syukurnya sekaligus pengabdiannya kepada ayahanda yang sudah tiada.
Semua derma itu ia salurkan untuk masyarakat Jombang dan beberapa daerah lainnya. Sudah sudah berjalan sejak 10 tahun lalu, tanpa sponsor. Ia payungi melalui Achmad Rifai Center (ARC) yang ia dirikan.
Bagi pengusaha besar memang tak banyak. Tapi nilai pengorbanan berbagi sesama sebagai ungkapan rasa syukur itu yang besar. Begitulah peran seorang hamba hukum penyelenggara negara berjalan, memang mesti jadi agen pembaharuan dan pendidikan masyarakatnya.
Sejak lima tahun lalu, ia juga rutin menyelenggara diskusi sekaligus jumpa pers melalui think thank yang ia dirikan: Lembaga Perlindungan Hukum dan Strategi Nasional (LPHSN). Memang tak semewah Indonesia Lawyer Club (ILC). Diskusi LPSK itu berjalan tanpa sponsor. Tapi cukup membantu puluhan wartawan media massa nasional dalam membingkai perspektif dari peristiwa politik-hukum yang menghangat pada pekan sebelumnya.
Pengurus PB. HMI 1992-1996 ini juga memelopori swadaya masyarakat dalam pembangunan gedung baru KPK, saat anggaran resmi negara yang menelan ratusan miliar itu masih setengah hati disetujui DPR RI 2012. Sebagai simbol, ia ngamen bersama Charly Van Houten, mantan vocalis ST-12, juga mantan klien-nya.  Menurut Pengurus Pusat GP. Anshor 2001-2009 ini, apapun ijtihad pemerintahan Jokowi menghadirkan kembali negara untuk masyarakat, semua itu dikunci dengan ketegasan penegakan hukum. Terutama korupsi sebagai biang lambatnya kemerataan kemakmuran berjalan.
Jokowi, kata Rifai, setidaknya membutuhkan enam langkah bila ingin korupsi diberantas hingga ke akarnya. Dalam konteks perubahan besar di bidang hukum, menuntaskan RUU KUHP dan memandirikan kedudukan kejaksaan tidak lagi di bawah presiden, adalah dua hal paling mendesak.
"Keberadaan kejaksaan terutama di daerah, tidak efektif dalam menjerat koruptor. Mereka sesama unsur dalam Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Infrastuktur kejaksaan menjangkau ke seluruh daerah. Tapi masih minim kasus korupsi yang diungkap; kalah sama KPK yang lebih sedikit penyidiknya," cetus Ketua Kerjasama Reformasi Hukum LPHSN dengan Kedutaan Inggris dan Australia 2003-2007 ini.
Kalaupun kejaksaan belum mandiri, lanjut anggota Tim Pokja Dewan Ketahanan Nasional 2004-2006 ini, domain Polri di ranah gratifikasi, kejahatan korupsi, dan tindak pidana pencucian uang: menjadi wewenang kejaksaan. Biar tidak tumpang tindih.
Tapi dia yakin: Jokowi-JK tidak akan butuh waktu lama memandirikan kejaksaan. Contohnya sudah ada. Kedudukan Mahkamah Agung yang sudah terpisah dari pemerintahan, kini berjalan lebih baik dibanding masa sebelumnya.
Cak Nur benar. Jalan terjal ('aqobah) menuju keadilan sosial itu hanya sukses dilalui oleh sang pemberani yang berpihak pada kepentingan luas; bagaimanapun terjalnya. "Jokowi-JK memiliki legitimasi kuat dari rakyat langsung. Dengan modal itu mesti berani menjadi pembaharu hukum Indonesia," cetus Rifai.